Mengoptimalkan Penerimaan Pajak

Rabu, 04 September 2019 - 09:00 WIB
Mengoptimalkan Penerimaan...
Mengoptimalkan Penerimaan Pajak
A A A
Kusfiardi
Analis Ekonomi Politik, Co-founder FINE Institute

RANCANGAN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2020 menjadi pijakan awal bagi kabinet baru Pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin nantinya dalam menunjukkan kinerja. Pemerintah sudah menyampaikan kepada DPR, RAPBN 2020 beserta nota keuangannya.

Pemerintah menyampaikan asumsi makro dalam RAPBN 2020 sebagai berikut; inflasi 3,1%; kurs rupiah per dolar AS 14.400; suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan 5,4%; harga minyak dunia USD65 per barel; lifting minyak 734.000 barel per hari dan lifting gas 1,19 juta barel per hari. Dengan gambaran perkiraan indikator ekonomi makro tersebut, pada 2020 pemerintah akan menempuh tiga strategi kebijakan fiskal, yaitu memobilisasi pendapatan dengan tetap menjaga iklim investasi, meningkatkan kualitas belanja agar lebih efektif untuk mendukung program prioritas, serta mencari sumber pembiayaan secara hati-hati dan efisien melalui penguatan peran kuasi fiskal.

Kemudian, pemerintah juga merancang RAPBN 2020 sebagai bentuk kebijakan ekspansif yang tetap terarah dan terukur. Wujud dari komitmen pemerintah untuk membuat APBN lebih fokus dalam mendukung kegiatan prioritas, dengan tetap menjaga agar risikonya berada dalam batas aman.

Menyelaraskan dengan tema kebijakan fiskal tahun 2020, fokus RAPBN diarahkan pada lima hal utama, yaitu pertama, penguatan kualitas SDM untuk mewujudkan SDM yang sehat, cerdas, terampil, dan sejahtera. Kedua, akselerasi pembangunan infrastruktur pendukung transformasi ekonomi. Ketiga, penguatan program perlindungan sosial untuk menjawab tantangan demografi dan antisipasi aging population . Keempat, penguatan kualitas desentralisasi fiskal untuk mendorong kemandirian daerah. Kelima, antisipasi ketidakpastian global.

Berdasarkan pertimbangan itu, pemerintah merencanakan defisit anggaran 2020 sebesar 1,76% dari PDB, atau sebesar Rp307,2 triliun. Dengan pendapatan negara dan hibah sebesar Rp2.221,5 triliun serta belanja negara sebesar Rp2.528,8 triliun.

Gambaran tersebut memperlihatkan, penerimaan negara belum mampu menopang kebutuhan belanja. Ketidakmampuan itu selalu diatasi dengan pembuatan utang baru oleh pemerintah. Cara ini harusnya ditinggalkan dan pemerintah harus lebih mengutamakan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak.

Potret Penerimaan Pajak
Pemerintah hendaknya tidak terlalu terpaku dengan kepentingan investor dalam berupaya untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Selama ini pemerintah telah memberikan banyak fasilitas untuk mendorong investasi dan berkembangnya dunia usaha. Di sisi lain, upaya optimalisasi penerimaan negara harusnya diperlakukan sebagai bentuk simbiosis mutualisme dalam rangka memajukan perekonomian dan pembangunan nasional.

Sejauh ini rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) masih rendah. Perkembangan rasio penerimaan pajak juga menunjukkan adanya kecenderungan menurun. Bahkan rasio penerimaan pajak Indonesia masih lebih rendah dibanding negara berkembang lainnya.

Pada 2014, rasio penerimaan pajak terhadap PDB sebesar 13,7%. Pada 2015 turun menjadi 11,6%. Pada 2016 turun lagi menjadi 10,8%. Pada 2017 turun lagi menjadi 10,7%. Pada 2018 sedikit naik menjadi 11,6%. Pada 2019 rasio penerimaan pajak diharapkan bisa mencapai 12,1%. Namun, angka itu pun masih di bawah realisasi rasio penerimaan pajak pada 2014 yang besarannya mencapai 13,7%.

Selain rasio penerimaan pajak yang terus melorot, realisasi penerimaan pajak tak pernah bisa mencapai target. Pada 2014 target penerimaan pajak sebesar Rp1.072 triliun, realisasinya 91,9% dari target, yaitu Rp985 triliun. Pada 2015 realisasi penerimaan pajak hanya tercapai 81,5%, Rp1.055 triliun dari target Rp 1.294 triliun. Pada 2016 penerimaan pajak terealisasi Rp1.283 triliun atau 83,4% dari target sebesar Rp1.539 triliun. Pada 2017, realisasi penerimaan pajak sebesar Rp1.147 triliun. Realisasi itu hanya 89,4% dari target sebesar Rp1.283 triliun. Penerimaan pajak 2018 sebesar Rp1.315,9 triliun. Realisasi penerimaan itu hanya 92% dari target APBN 2018 sebesar Rp1.424 triliun.

Kebijakan insentif pajak yang dijalankan pemerintah justru ikut menggerus potensi penerimaan pajak. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui bahwa potensi penerimaan pajak pada 2018 hilang sekitar Rp221 triliun. Kehilangan potensi itu karena pemerintah memberikan banyak insentif pajak. Potensi penerimaan pajak yang hilang pada 2018 lebih tinggi dibandingkan 2017. Total penerimaan pajak yang hilang pada 2017 sebesar Rp196 triliun, setara 1,47% dari PDB. Pada 2018 potensi penerimaan pajak yang hilang meningkat. Angkanya mencapai Rp221 triliun atau 1,5% dari PDB.

Mengingat 80% penerimaan negara bertumpu pada penerimaan pajak, maka kegagalan pemerintah memenuhi target penerimaan pajak akan memengaruhi APBN secara keseluruhan. Untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, pemerintah seharusnya fokus pada upaya membenahi sistem perpajakan yang ada saat ini. Termasuk di dalamnya merealisasikan pemisahan Dirjen Pajak dari Kementerian Keuangan. Pemisahan itu harus disertai dengan kewenangan yang memadai untuk mengoptimalkan potensi penerimaan pajak yang ada.

Pembenahan sektor pajak mendesak untuk dituntaskan segera. Selain untuk memperkuat penerimaan negara, pembenahan sektor pajak setidaknya bisa mengurangi ketergantungan pada utang. Pemisahan lembaga pajak bisa kita lihat dari yang sudah dilakukan negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia dan Hong Kong. Kinerja lembaga otoritas pajak yang berada langsung di bawah presiden dan disertai dengan kewenangan yang memadai terbukti memberikan hasil yang lebih optimal bagi penerimaan pajak negara-negara tersebut.

Untuk itu, pemerintah dan seluruh fraksi yang ada di DPR harusnya menjadikan agenda pembenahan ini dengan cara segera menuntaskan pembahasan RUU Ketentuan Umum Perpajakan. Kita secara bersama perlu merealisasikan apa yang sudah pemerintah janjikan dalam Nawacita, yaitu untuk memisahkan Dirjen Pajak dari Kementerian Keuangan.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0751 seconds (0.1#10.140)