Desentralisasi Indonesia: Divergen atau Konvergen?

Senin, 05 Agustus 2024 - 06:50 WIB
loading...
Desentralisasi Indonesia:...
Candra Fajri Ananda, Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI

SELAMA dua dekade terakhir, kebijakan desentralisasi di Indonesia telah menjadi tonggak penting dalam tata kelola pemerintahan dan pembangunan daerah. Diluncurkan pada tahun 2001, desentralisasi bertujuan untuk memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya, merancang kebijakan, dan melaksanakan program-program pembangunan sesuai kebutuhan lokal maupun nasional.

Kebijakan ini diharapkan dapat mempercepat pembangunan dan mengurangi ketimpangan antar daerah yang selama ini menjadi masalah kronis di Indonesia. Meski demikian, masih muncul pertanyaan sejauh mana kebijakan desentralisasi benar-benar berhasil memberikan dampak pemerataan, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusi.

Pada perkembangannya, instrumen fiskal yang ditransfer ke daerah (TKD) di Indonesia terus mengalami peningkatan signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data terbaru, untuk tahun anggaran 2024, alokasi TKD mencapai lebih dari 800 triliun rupiah, yang mencakup hampir seperempat dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Sejatinya, peningkatan tersebut merupakan cerminan dari komitmen pemerintah pusat untuk mendorong pembangunan daerah yang lebih baik. Terutama lebih optimal dalam menjalankan program-program pembangunannya serta mampu meningkatkan kualitas layanan publik.

Dalam praktiknya, laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru menunjukkan bahwa indeks Gini, yang mengukur ketimpangan pendapatan yang masih tinggi, berada pada angka 0,384 pada tahun 2023. Daerah-daerah dengan sumber daya alam melimpah serta sektor jasa yang tumbuh pesat, seperti pulau Jawa dan Sumatera, menikmati pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.

Sementara daerah-daerah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua masih tertinggal dengan tingkat kemiskinan yang tinggi dan akses layanan publik yang terbatas. Hal itu menunjukkan bahwa peningkatan alokasi dana saja tidak cukup, masih memerlukan perbaikan kualitas belanja yang lebih fokus dan betul-betul menyelesaikan masalah pembangunan daerah.

Konvergensi Lamban
BPS mengungkapkan bahwa DKI Jakarta dan Jawa Barat mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan dengan rata-rata pertumbuhan PDB di atas 5% per tahun dalam dekade terakhir. Sebaliknya, daerah-daerah seperti Papua dan NTT hanya mencatatkan pertumbuhan di bawah 3% per tahun, jauh tertinggal dibandingkan dengan pusat-pusat ekonomi di Jawa dan Sumatera.

Angka tersebut selaras dengan hasil penelitian dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI juga menunjukkan bahwa wilayah-wilayah seperti Jawa dan Sumatera mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat. Terutama dalam sektor industri dan jasa.

Sementara itu, daerah-daerah seperti NTT dan Papua tetap tertinggal dengan pertumbuhan yang lamban dan infrastruktur yang kurang memadai. Hasil penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa kebijakan desentralisasi dan peningkatan dana TKD belum mampu secara efektif mengatasi ketimpangan regional atau dengan kata lain, ada konvergensi tetapi berjalan lamban.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0882 seconds (0.1#10.140)