Revisi Ambang Batas Parlemen 5% Dinilai Tak Relevan
A
A
A
JAKARTA - Dalam revisi undang-undang (UU) Pemilu mendatang, salah satu yang menjadi perhatian pemerintah adalah berkaitan dengan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) baik bagi DPR maupun DPRD.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, mungkin saja jika pada pembahasan mendatang akan dinaikan kembali prosentase PT bagi DPR. Seperti diketahui PT bagi DPR telah dinaikan dari 3,5% menjadi 4%. Ke depan bisa saja meningkat menjadi 5 persen.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menganggap, usul ambang batas parlemen hingga 5 persen sangat tak relevan bagi pluralisme politik di Indonesia.
"Bangsa ini terdiri dari begitu banyak aliran politik yang tak bisa disederhanakan dengan ambang batas parlemen yang bisa 'membunuh' pluralisme politik kita," tutur Adi saat dihubungi SINDOnews, Rabu (7/8/2019).
Pengamat Politik asal UIN Jakarta ini menilai, bagi Indonesia yang majemuk secara politik dan aliran, ambang batas parlemen yang tinggi sangat tak adil.
Kata Adi, mestinya ada kompromi ambang batas untuk mengakomodir pluralisme politik itu. "Kalau mau bikin ambang batas fraksi. Artinya, partai yang lolos senayan tidak otomatis bikin fraksi sendiri kalau jumlah kursinya sedikit, seperti yang terjadi 1999 silam. Partai kecil itu harus bergabung dengan fraksi besar," tandasnya.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, mungkin saja jika pada pembahasan mendatang akan dinaikan kembali prosentase PT bagi DPR. Seperti diketahui PT bagi DPR telah dinaikan dari 3,5% menjadi 4%. Ke depan bisa saja meningkat menjadi 5 persen.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menganggap, usul ambang batas parlemen hingga 5 persen sangat tak relevan bagi pluralisme politik di Indonesia.
"Bangsa ini terdiri dari begitu banyak aliran politik yang tak bisa disederhanakan dengan ambang batas parlemen yang bisa 'membunuh' pluralisme politik kita," tutur Adi saat dihubungi SINDOnews, Rabu (7/8/2019).
Pengamat Politik asal UIN Jakarta ini menilai, bagi Indonesia yang majemuk secara politik dan aliran, ambang batas parlemen yang tinggi sangat tak adil.
Kata Adi, mestinya ada kompromi ambang batas untuk mengakomodir pluralisme politik itu. "Kalau mau bikin ambang batas fraksi. Artinya, partai yang lolos senayan tidak otomatis bikin fraksi sendiri kalau jumlah kursinya sedikit, seperti yang terjadi 1999 silam. Partai kecil itu harus bergabung dengan fraksi besar," tandasnya.
(maf)