Pengalaman Ketakutan Akan Ketertinggalan Momen bagi Gen-Z

Senin, 01 Juli 2024 - 12:28 WIB
loading...
Pengalaman Ketakutan Akan Ketertinggalan Momen bagi Gen-Z
Fitria Ayuningtyas, Program Studi S2 Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Foto/Istimewa
A A A
Fitria Ayuningtyas
Program Studi S2 Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

PERKEMBANGAN teknologi yang begitu cepat melahirkan banyak sekali perubahan pada seluruh aspek kehidupan manusia. Salah satu efek dari perkembangan teknologi ialah munculnya berbagai media sosial, menjadi wadah untuk berkomunikasi dan bertukar informasi bagi sesama pengguna.

Seiring menjamurnya media sosial, penggunaannya menjadi kian tak terelakkan. Siapa yang tidak menggunakan salah satu dari banyak media sosial, seperti WhatsApp, Instagram, TikTok, Facebook, atau X, maka akan kelihatan ketinggalan zaman.

Munculnya smartphone dan internet merangsang cara baru dalam berkomunikasi. Salah satu fitur unggulan dari internet ialah adanya media sosial. Fitur tersebut tentu merubah pandangan manusia tentang berkomunikasi saat ini.

Melalui media sosial, seseorang dapat terus terhubung dengan orang lain yang berada jauh dari posisi kita. Di Indonesia sendiri, pengguna aktif media sosial telah mencapai 167 juta pengguna per Januari 2023 (We Are Social, 2023). Data tersebut menunjukkan betapa besarnya pengaruh dari munculnya media sosial seperti Facebook, X, Instagram, TikTok, dan lain-lain.

Media sosial termasuk pada media baru. Tentu saja media baru tak sama dengan media lama, pada media baru menyediakan dan mengembangkan berbagai macam model interaksi yang tidak tersedia pada media lama (Littlejohn et al., 2012).

Generasi Z atau biasa dipanggil dengan singkatan Gen-Z merupakan generasi yang lahir setelah tahun 1995. Diyakini generasi ini sangat paham dalam menggunakan teknologi, karena mereka lahir saat teknologi sudah semakin berkembang. Rentang tahun kelahiran Gen-Z adalah sekitar 1997–2012, saat ini mereka berada di usia 11 hingga 26 tahun (Rosariana, 2021).

Dapat dikatakan, Gen-Z lahir pada masa di mana internet dan teknologi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sehingga Gen-Z hidup dengan teknologi sebagai teman mereka, ponsel pintar selalu ada di genggaman mereka sehingga mereka lebih sering mengakses informasi dan hiburan melalui media sosial serta internet (Ceicilia, 2023).

Huruf Z yang mengakhiri konsonan huruf alphabet memiliki persamaan terhadap Gen-Z, kehadiran mereka menandai akhir dari berbagai peran, tradisi, dan pengalaman yang terdefinisi dengan baik (Sladek & Grabinger, 2016). Gen-Z sebenarnya memiliki persamaan dengan Generasi Y, tetapi Gen-Z dianggap lebih modern dan maju.

Hal tersebut dipicu karena Gen-Z mampu melakukan lebih dari satu aktivitas dalam satu waktu tertentu (multi tasking), mereka dapat mengakses media sosial di ponsel, mengoperasikan komputer dan internet, serta mendengarkan musik pada aplikasi (Putra, 2016).

Salah satu karakteristik dari Gen-Z yang paling menonjol adalah mereka akrab dengan adanya teknologi, yang secara tak sadar hal tersebut mempengaruhi kepribadian mereka. Dari kemunculan media sosial itu, menciptakan sebuah fenomena baru yang banyak dialami oleh orang-orang.

Dampak dari hal tersebut adalah sifat Gen-Z yang rata-rata menginginkan validasi dari orang lain dan rentan merasakan perasaan FoMO. FoMO berkaitan dengan persepsi atau penilaian seseorang terhadap berbagai hal, persepsi itu terbentuk dan muncul dari dalam diri sendiri.

Persepsi berhubungan dengan salah satu cabang dari psikologi komunikasi, yaitu komunikasi intrapersonal. Komunikasi intrapersonal adalah sebuah proses komunikasi yang terjadi dalam batin dan pikiran individu, bersangkutan dengan aspek seperti percakapan internal, observasi, dan pemahaman mengenai lingkungan sekitar individu (Kustiawan et al., 2022).

Fenomena itu adalah ketakutan akan ketertinggalan momen atau yang biasa dikenal dengan nama FoMO. FoMO diketahui banyak dialami oleh orang yang berada pada rentang usia Gen-Z. Laman King University menuliskan bahwa FoMO ini adalah perasaan atau persepsi bahwa hidup orang lain lebih menyenangkan dibandingkan hidup kita (Hadi, 2020).

Pada kasus FoMO, dapat dikaitkan dengan psikologi komunikasi. Dalam payung psikologi komunikasi, terdapat pula komunikasi interpersonal, komunikasi intrapersonal, dan komunikasi kelompok. Interaksi antara individu satu dengan individu lainnya dapat memicu terjadinya FoMO di media sosial.

Salah satu faktor pemicu seseorang mengalami FoMO ialah interaksi yang dilakukan di media sosial (Przybylski, 2013). Dengan adanya media sosial, seseorang dapat dengan mudah melakukan komunikasi interpersonal kepada pihak lain (Burgon & Huffner, 2002). Itulah yang membuat seseorang ingin terus mengakses media sosial.

Beberapa ahli memiliki definisi tersendiri terhadap komunikasi interpersonal, De Vito, 2016 menguraikan definisi dari komunikasi interpersonal sebagai penyampaian pesan oleh satu individu dan penerima pesan oleh individu yang lain atau kelompok lain yang disertai dengan dampak dan peluang untuk mengirim umpan balik (DeVito, 2016).

Seseorang dengan tingkat FOMO yang tinggi akan selalu berusaha untuk tetap terhubung dengan orang ataupun kelompok lain. Dari hal tersebut, mereka menjadikan media sosial sebagai sarana untuk melakukan hubungan sosial secara virtual dan berkomunikasi secara interpersonal maupun kelompok. Secara langsung ataupun tidak langsung, hal itu membuat mereka terus menerus mengakses media sosial yang berujung kecanduan.

Przyblylski, dkk (2013) menjelaskan definisi Fear of Missing Out (FoMO) adalah rasa kekhawatiran seseorang pada suatu aktivitas atau kegiatan yang tidak ia hadiri, ditandai oleh keinginan untuk terus menerus terhubung dengan aktivitas yang dilakukan orang lain. Ciri yang paling menonjol dari perilaku FoMO ini adalah adanya rasa ketakutan untuk tertinggal dibandingkan dengan teman-teman di media sosial.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Australian Psychological Society, individu yang berada pada usia remaja sangat rentang mengalami perasaan FoMO dibanding individu yang berada pada usia dewasa (Jannah & Rosyiidiani, 2022). Hal tersebut terjadi karena usia individu yang berada di usia remaja atau remaja menuju dewasa lebih sering terpapar pengaruh media sosial.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat FoMO maka akan semakin besar pula rasio kecenderungan pada kecanduan media sosial, serta sebaliknya jika tingkatan FoMO masih pada skala kecil maka semakin rendah juga kecenderungan kecanduan media sosial (Rahardjo & Soetjiningsih, 2022).
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2228 seconds (0.1#10.140)
pixels