Integrasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Sistem Hukum di Indonesia: Suatu Kajian Filsafat Hukum
loading...
A
A
A
a. Sumber tertulis pertama adalah laporan notulen dan stenogram dalam bundel Koleksi Yamin. Laporan stenogram yang sudah diketik tersebut mengingat sangat penting untuk segera dikirimkan kepada pihak Jepang di Tokyo, setelah dilakukan pengetikan, tidak lagi diperiksa. Menurut A.G. Pringgodigdo, ada 4 jilid laporan stenogram, dua jilid diserahkan kepada Jepang dan sisanya disimpan sendiri di kantor dan rumahnya.
Laporan yang diarsipkan A.G. Pringgodigdo dikenal dengan nama Koleksi Yamin dikarenakan laporan inilah yang dipinjam oleh Muhammad Yamin sebagai sumber menyusun naskah persiapan dan tidak pernah dikembalikan, kemudian oleh pemerintah Orde Baru dinyatakan hilang. Koleksi Yamin ditemukan kembali di Puri Mangkunegaran, Surakarta.
Saat itu B.R.A Satuti istri dari Rahadian Yamin yang merupakan putera Muhammad Yamin meminta karyawan Arsip Nasional Republik Indonesia (selanjutnya disebut ANRI) untuk merapihkan perpustakaan Mangkunegoro. Koleksi Yamin dianggap telah hilang seiring dengan meninggalnya Muhammad Yamin. Setelah karyawan ANRI menemukan Koleksi Yamin di perpustakaan tersebut, maka dibawa untuk disimpan di gedung ANRI Jakarta.
b. Sumber tertulis kedua setelah Koleksi Yamin adalah Koleksi Pringgodigdo. Koleksi tersebut awalnya berada di Ibu Kota Republik Indonesia Yogyakarta, saat terjadi Agresi Militer II Belanda, menurut A.B. Kusuma dan R.E. Elson koleksi tersebut disita lalu di bawa ke negeri Belanda.
Menurut M.J. Karabinos, saat pasukan Belanda menyerbu Yogyakarta pada 1948, ratusan dokumen tentang Republik Indonesia selain Koleksi Pringgodigdo juga disita oleh Belanda, termasuk di dalamnya dokumen pribadi milik Mohammad Hatta. Dokumen-dokumen tersebut sekarang sudah dikembalikan kepada ANRI dan dinamai dengan nama “Djodgja Documenten”. Koleksi Pringgodigdo awalnya disimpan di Algemeen Rijksarchief kemudian disimpan oleh Nationaal Archief Nederland.
3. Panitia Lima, Kesaksian Muhammad Hatta, dan Kesaksian Notonegoro bahwa Soekarno adalah penggali Pancasila
a. Dalam kondisi yang melahirkan kebingungan-kebingungan, yang bertemali persis dengan proyek de-Soekarnoisasi, sebuah panitia kemudian terbentuk, utamanya untuk menjernihkan kembali historiografi Pancasila. Panitia tersebut diberi nama Panitia Lima, yang terdiri dari: Hatta, Ahmad Subardjo Djojoadisurjo, Maramis, Mr. Sunario, dan A.G. Pringgodigdo, dibantu oleh dua Sekretaris, Imam Pratignyo dan Surowo Abdul Manap.
Panitia ini melakukan pembahasan serius seputar lahirnya Panca Sila, dengan harapan agar di kemudian tidak ada lagi penafsiran-penafsiran dan atau klaim-klaim yang sepihak. Maka, klarifikasi ini sangatlah penting.
b. Notulensi Sidang Panitia Lima tersebut diberi judul, Uraian Panca Sila, tertanggal 18 Februari 1975 di Jakarta, di Swiss pada tanggal 18 Maret 1975, karena naskah ini dikirimkan ke sana untuk diperiksa oleh Maramis yang tidak bisa ikut bersidang bersama rekan Panitia Lima lain. Setelah diperiksa Maramis dan dibubuhi tandatangannya, naskah tersebut dikirimkan kembali ke Tanah Air dan disampaikan pula kepada Presiden Soeharto.
Kala itu delegasi dipimpin Jenderal Soerono tertanggal 23 Juni 1975. Delegasi diterima langsung oleh Presiden Soeharto, dan menyatakan antara lain akan menyampaikan uraian Panca Sila Panitia Lima itu kepada MPR hasil Pemilu 1977, namun pada kenyataannya tak pernah disampaikan.
c. Dalam kesaksian Hatta yang mengatakan bahwa usai diskusi tentang perumusan kembali Pancasila, Soekarno meminta Yamin untuk membuat suatu Rancangan Pembukaan UUD yang di dalamnya teks Pancasila. Preambule itu dibuat terlalu panjang oleh Yamin sehingga Panitia Sembilan menolaknya. Lalu bersama-sama Yamin, Panitia Sembilan membuat teks yang lebih pendek, seperti yang terdapat sekarang pada UUD Republik Indonesia.
Laporan yang diarsipkan A.G. Pringgodigdo dikenal dengan nama Koleksi Yamin dikarenakan laporan inilah yang dipinjam oleh Muhammad Yamin sebagai sumber menyusun naskah persiapan dan tidak pernah dikembalikan, kemudian oleh pemerintah Orde Baru dinyatakan hilang. Koleksi Yamin ditemukan kembali di Puri Mangkunegaran, Surakarta.
Saat itu B.R.A Satuti istri dari Rahadian Yamin yang merupakan putera Muhammad Yamin meminta karyawan Arsip Nasional Republik Indonesia (selanjutnya disebut ANRI) untuk merapihkan perpustakaan Mangkunegoro. Koleksi Yamin dianggap telah hilang seiring dengan meninggalnya Muhammad Yamin. Setelah karyawan ANRI menemukan Koleksi Yamin di perpustakaan tersebut, maka dibawa untuk disimpan di gedung ANRI Jakarta.
b. Sumber tertulis kedua setelah Koleksi Yamin adalah Koleksi Pringgodigdo. Koleksi tersebut awalnya berada di Ibu Kota Republik Indonesia Yogyakarta, saat terjadi Agresi Militer II Belanda, menurut A.B. Kusuma dan R.E. Elson koleksi tersebut disita lalu di bawa ke negeri Belanda.
Menurut M.J. Karabinos, saat pasukan Belanda menyerbu Yogyakarta pada 1948, ratusan dokumen tentang Republik Indonesia selain Koleksi Pringgodigdo juga disita oleh Belanda, termasuk di dalamnya dokumen pribadi milik Mohammad Hatta. Dokumen-dokumen tersebut sekarang sudah dikembalikan kepada ANRI dan dinamai dengan nama “Djodgja Documenten”. Koleksi Pringgodigdo awalnya disimpan di Algemeen Rijksarchief kemudian disimpan oleh Nationaal Archief Nederland.
3. Panitia Lima, Kesaksian Muhammad Hatta, dan Kesaksian Notonegoro bahwa Soekarno adalah penggali Pancasila
a. Dalam kondisi yang melahirkan kebingungan-kebingungan, yang bertemali persis dengan proyek de-Soekarnoisasi, sebuah panitia kemudian terbentuk, utamanya untuk menjernihkan kembali historiografi Pancasila. Panitia tersebut diberi nama Panitia Lima, yang terdiri dari: Hatta, Ahmad Subardjo Djojoadisurjo, Maramis, Mr. Sunario, dan A.G. Pringgodigdo, dibantu oleh dua Sekretaris, Imam Pratignyo dan Surowo Abdul Manap.
Panitia ini melakukan pembahasan serius seputar lahirnya Panca Sila, dengan harapan agar di kemudian tidak ada lagi penafsiran-penafsiran dan atau klaim-klaim yang sepihak. Maka, klarifikasi ini sangatlah penting.
b. Notulensi Sidang Panitia Lima tersebut diberi judul, Uraian Panca Sila, tertanggal 18 Februari 1975 di Jakarta, di Swiss pada tanggal 18 Maret 1975, karena naskah ini dikirimkan ke sana untuk diperiksa oleh Maramis yang tidak bisa ikut bersidang bersama rekan Panitia Lima lain. Setelah diperiksa Maramis dan dibubuhi tandatangannya, naskah tersebut dikirimkan kembali ke Tanah Air dan disampaikan pula kepada Presiden Soeharto.
Kala itu delegasi dipimpin Jenderal Soerono tertanggal 23 Juni 1975. Delegasi diterima langsung oleh Presiden Soeharto, dan menyatakan antara lain akan menyampaikan uraian Panca Sila Panitia Lima itu kepada MPR hasil Pemilu 1977, namun pada kenyataannya tak pernah disampaikan.
c. Dalam kesaksian Hatta yang mengatakan bahwa usai diskusi tentang perumusan kembali Pancasila, Soekarno meminta Yamin untuk membuat suatu Rancangan Pembukaan UUD yang di dalamnya teks Pancasila. Preambule itu dibuat terlalu panjang oleh Yamin sehingga Panitia Sembilan menolaknya. Lalu bersama-sama Yamin, Panitia Sembilan membuat teks yang lebih pendek, seperti yang terdapat sekarang pada UUD Republik Indonesia.