Integrasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Sistem Hukum di Indonesia: Suatu Kajian Filsafat Hukum
loading...
A
A
A
Pancasila yang di dalamnya terkandung nilai-nilai religius, nilai hukum moral, nilai hukum kodrat, dan nilai religius merupakan suatu sumber hukum material bagi hukum positif Indonesia. Dengan demikian Pancasila menentukan isi dan bentuk peraturan perundang-undangan di Indonesia yang tersusun secara hierarkhis. Dalam susunan yang hierarkhis ini Pancasila menjamin keserasian atau tiadanya kontradiksi di antara berbagai peraturan perundang- undangan secara vertikal maupun horisontal.
Hal ini mengandung suatu konsekuensi jikalau terjadi ketidakserasian atau pertentangan norma hukum yang satu dengan lainnya yang secara hierarkhis lebih tinggi, apalagi dengan Pancasila sebagai sumbernya, maka hal ini berarti jika terjadi ketidak sesuaian maka hal ini berarti terjadi suatu inkonstitusionalitas (unconstitutionality) dan ketidaklegalan (illegality), dan oleh karenanya maka norma hukum yang lebih rendah itu batal demi hukum.
Pancasila dan Demokrasi
Ketika mengatakan: “...untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan?” Soekarno sadar bahwa antara “kediktatoran”, “oligarki”, dan “feodalisme” di Indonesia harus dilakukan penataan dalam satu kebangsaan besar bernama Indonesia. Soekarno merumuskan bahwa kebangsaan, demokrasi, bernegara adalah bukan sesuatu yang given, tetapi sesuatu yang harus mengalami proses perubahan mendasar di dalam diri, di dalam kelompok etnik, kelompok ras, kelompok agama, bahkan dalam keluarga untuk menjadi suatu bangsa.
Pancasila adalah kebijaksanaan dan kebijakan fundamental yang meletakkan dasar dan tujuan negara. Kebijaksanaan dan kebijakan tersebut salah satunya berwujud hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang merupakan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat sesuai pemikiran para pendiri bangsa. Musyawarah dan gotong royong merupakan salah satu contoh pelaksanaannya.
Dalam praktek demokrasi dan musyawarah jaman dulu di Indonesia kurang mengenal sistem oposisi dan mekanisme voting. Apalagi oposisi yang asal beda. Tapi demokrasi di Indonesia mengenal istilah pepe di Jawa dan tilar di Bali. Sekarang, kecenderungan praktek demokrasi di Indonesia mengarah pada sistem demokrasi liberal, mengakibatkan kelompok kritis non pemerintah sering menyampaikan kritik asal beda bukan kritik yang membangun untuk mencari solusi.
Padahal menurut hasil penelitian, di Inggris misalnya, Pemerintah dan Oposisi mempunyai tujuan yang sama walaupun strategi dan programnya bisa berbeda. Itu sebabnya ketika Perang Dunia I dan Perang Dunia II demi kemenangan Inggris, Pemerintah dan oposisi bersatu.
Oleh karena itu, oposisi yang sehat adalah yang argumentasinya selalu mendasarkan pada data dan fakta. Menariknya adalah antara pemerintah dan opoisisi adalah berusaha memecahkan masalah di masyarakat dengan metode yang berbeda. Adu argumen dan data inilah yang membawa pada kedewasaan berdemokrasi.
Namun konsep ini tidak dikenal di Indonesia yang menganut sistem kekeluargaan. Permusyawaratan dan demokrasi di Indonesia jika sesuai dengan nilai-nilai Pancasila akan lebih mantap, karena merupakan intisari dari peradaban yang ada di Indonesia.
Berkaitan dengan musyawarah, hakikat Musyawarah dapat disisir kembali melalui pergulatan pemikiran Soekarno sebagaimana disampaikan pada Sidang BPUPK tanggal 1 Juni 1945 berikut rangkaian penjelasan Soekarno dalam berbagai kesempatan seperti kursus Pancasila, kita akan mudah menyepakati bahwa secara metodologis, sila keempat “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan bahkan masing-masing sila dalam Pancasila merupakan hasil dari proses yang bersifat induktif.
Hal ini mengandung suatu konsekuensi jikalau terjadi ketidakserasian atau pertentangan norma hukum yang satu dengan lainnya yang secara hierarkhis lebih tinggi, apalagi dengan Pancasila sebagai sumbernya, maka hal ini berarti jika terjadi ketidak sesuaian maka hal ini berarti terjadi suatu inkonstitusionalitas (unconstitutionality) dan ketidaklegalan (illegality), dan oleh karenanya maka norma hukum yang lebih rendah itu batal demi hukum.
Pancasila dan Demokrasi
Ketika mengatakan: “...untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan?” Soekarno sadar bahwa antara “kediktatoran”, “oligarki”, dan “feodalisme” di Indonesia harus dilakukan penataan dalam satu kebangsaan besar bernama Indonesia. Soekarno merumuskan bahwa kebangsaan, demokrasi, bernegara adalah bukan sesuatu yang given, tetapi sesuatu yang harus mengalami proses perubahan mendasar di dalam diri, di dalam kelompok etnik, kelompok ras, kelompok agama, bahkan dalam keluarga untuk menjadi suatu bangsa.
Pancasila adalah kebijaksanaan dan kebijakan fundamental yang meletakkan dasar dan tujuan negara. Kebijaksanaan dan kebijakan tersebut salah satunya berwujud hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang merupakan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat sesuai pemikiran para pendiri bangsa. Musyawarah dan gotong royong merupakan salah satu contoh pelaksanaannya.
Dalam praktek demokrasi dan musyawarah jaman dulu di Indonesia kurang mengenal sistem oposisi dan mekanisme voting. Apalagi oposisi yang asal beda. Tapi demokrasi di Indonesia mengenal istilah pepe di Jawa dan tilar di Bali. Sekarang, kecenderungan praktek demokrasi di Indonesia mengarah pada sistem demokrasi liberal, mengakibatkan kelompok kritis non pemerintah sering menyampaikan kritik asal beda bukan kritik yang membangun untuk mencari solusi.
Padahal menurut hasil penelitian, di Inggris misalnya, Pemerintah dan Oposisi mempunyai tujuan yang sama walaupun strategi dan programnya bisa berbeda. Itu sebabnya ketika Perang Dunia I dan Perang Dunia II demi kemenangan Inggris, Pemerintah dan oposisi bersatu.
Oleh karena itu, oposisi yang sehat adalah yang argumentasinya selalu mendasarkan pada data dan fakta. Menariknya adalah antara pemerintah dan opoisisi adalah berusaha memecahkan masalah di masyarakat dengan metode yang berbeda. Adu argumen dan data inilah yang membawa pada kedewasaan berdemokrasi.
Namun konsep ini tidak dikenal di Indonesia yang menganut sistem kekeluargaan. Permusyawaratan dan demokrasi di Indonesia jika sesuai dengan nilai-nilai Pancasila akan lebih mantap, karena merupakan intisari dari peradaban yang ada di Indonesia.
Berkaitan dengan musyawarah, hakikat Musyawarah dapat disisir kembali melalui pergulatan pemikiran Soekarno sebagaimana disampaikan pada Sidang BPUPK tanggal 1 Juni 1945 berikut rangkaian penjelasan Soekarno dalam berbagai kesempatan seperti kursus Pancasila, kita akan mudah menyepakati bahwa secara metodologis, sila keempat “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan bahkan masing-masing sila dalam Pancasila merupakan hasil dari proses yang bersifat induktif.