Integrasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Sistem Hukum di Indonesia: Suatu Kajian Filsafat Hukum

Minggu, 30 Juni 2024 - 18:15 WIB
loading...
Integrasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Sistem Hukum di Indonesia: Suatu Kajian Filsafat Hukum
Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH. Anggota Komisi III DPR Fraksi PDI-Perjuangan. Foto/SINDOnews
A A A
Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH.
Anggota Komisi III DPR Fraksi PDI-Perjuangan

PANCASILA selalu menarik untuk dibahas. Salah satu materi Pancasila yang perlu pendalaman kali ini adalah mengenai “Integrasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Sistem Hukum Di Indonesia: Suatu Kajian Filsafat Hukum”.

Sebelumnya terdapat pertanyaan yang perlu dijawab bersama-sama dalam konteks studi-studi tentang Pancasila adalah apa itu Pancasila? Apa benar Pancasila itu ideologi bangsa? Pertanyaan pertama dapat kita jawab dengan mengidentifikasi lebih lanjut pemikiran-pemikiran para pendiri bangsa terutama Soekarno pada Pidatonya 1 Juni 1945.

Masa Persidangan 29 Mei-1 Juni 1945 BPUPK pada waktu itu memang khusus membicarakan dasar negara. Soepomo, Yamin dan beberapa anggota BPUPK menyampaikan pandangannya, namun belum mampu menjawab pertanyaan filosofis dari Ketua BPUPK tentang “dasar bernegara apa yang akan dijalankan ketika Indonesia merdeka”.

Hal ini membuat secara historis kelahiran Pancasila hingga diakui oleh negara pada 2016 mempunyai perjalanan yang dapat diceritakan sebagai berikut:

1. Kelahiran Pancasila 1 Juni 1945

a. Ketua BPUPK Radjiman Wediodiningrat, pada pembukaan Sidang BPUPK meminta pandangan para anggota mengenai dasar negara Indonesia merdeka. Ada empat orang yang memenuhi permintaannya, yaitu Muhammad Yamin, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Soepomo, dan Soekarno.

b. Ide dasar Pancasila lahir dari Pidato Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dengan urutan: 1) kebangsaan Indonesia; 2) Internasionalisme atau Peri-kemanusiaan; 3) Mufakat atau Demokrasi; 4) Kesejahteraan Sosial; dan 5) Ketuhanan Yang Maha Esa. Kelima nilai-nilai tersebut kemudian menjadi bahan (rancangan) Philosofische Grondslag yang akan dirumuskan oleh Panitia Delapan BPUPK, setelah mendapatkan masukan dari anggota BPUPK lainnya. Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 1945, rancangan Pancasila “Panitia Delapan” disempurnakan oleh “Panitia Sembilan”.

c. Ide itu bukan lahir dari Muhammad Yamin, yang sempat menjadi kontroversi pada masa Orde Baru. Padahal, Ketika Muhammad Yamin berpidato, isi materinya tampak terpisah, tidak berkesinambungan satu dengan lainnya. Memicu pertanyaan dan kebingungan sehingga Soeroso selaku (Wakil Ketua), yang “menegur” Yamin hingga empat kali.

2. Sumber tertulis kelahiran Pancasila

a. Sumber tertulis pertama adalah laporan notulen dan stenogram dalam bundel Koleksi Yamin. Laporan stenogram yang sudah diketik tersebut mengingat sangat penting untuk segera dikirimkan kepada pihak Jepang di Tokyo, setelah dilakukan pengetikan, tidak lagi diperiksa. Menurut A.G. Pringgodigdo, ada 4 jilid laporan stenogram, dua jilid diserahkan kepada Jepang dan sisanya disimpan sendiri di kantor dan rumahnya.

Laporan yang diarsipkan A.G. Pringgodigdo dikenal dengan nama Koleksi Yamin dikarenakan laporan inilah yang dipinjam oleh Muhammad Yamin sebagai sumber menyusun naskah persiapan dan tidak pernah dikembalikan, kemudian oleh pemerintah Orde Baru dinyatakan hilang. Koleksi Yamin ditemukan kembali di Puri Mangkunegaran, Surakarta.

Saat itu B.R.A Satuti istri dari Rahadian Yamin yang merupakan putera Muhammad Yamin meminta karyawan Arsip Nasional Republik Indonesia (selanjutnya disebut ANRI) untuk merapihkan perpustakaan Mangkunegoro. Koleksi Yamin dianggap telah hilang seiring dengan meninggalnya Muhammad Yamin. Setelah karyawan ANRI menemukan Koleksi Yamin di perpustakaan tersebut, maka dibawa untuk disimpan di gedung ANRI Jakarta.

b. Sumber tertulis kedua setelah Koleksi Yamin adalah Koleksi Pringgodigdo. Koleksi tersebut awalnya berada di Ibu Kota Republik Indonesia Yogyakarta, saat terjadi Agresi Militer II Belanda, menurut A.B. Kusuma dan R.E. Elson koleksi tersebut disita lalu di bawa ke negeri Belanda.

Menurut M.J. Karabinos, saat pasukan Belanda menyerbu Yogyakarta pada 1948, ratusan dokumen tentang Republik Indonesia selain Koleksi Pringgodigdo juga disita oleh Belanda, termasuk di dalamnya dokumen pribadi milik Mohammad Hatta. Dokumen-dokumen tersebut sekarang sudah dikembalikan kepada ANRI dan dinamai dengan nama “Djodgja Documenten”. Koleksi Pringgodigdo awalnya disimpan di Algemeen Rijksarchief kemudian disimpan oleh Nationaal Archief Nederland.

3. Panitia Lima, Kesaksian Muhammad Hatta, dan Kesaksian Notonegoro bahwa Soekarno adalah penggali Pancasila
a. Dalam kondisi yang melahirkan kebingungan-kebingungan, yang bertemali persis dengan proyek de-Soekarnoisasi, sebuah panitia kemudian terbentuk, utamanya untuk menjernihkan kembali historiografi Pancasila. Panitia tersebut diberi nama Panitia Lima, yang terdiri dari: Hatta, Ahmad Subardjo Djojoadisurjo, Maramis, Mr. Sunario, dan A.G. Pringgodigdo, dibantu oleh dua Sekretaris, Imam Pratignyo dan Surowo Abdul Manap.

Panitia ini melakukan pembahasan serius seputar lahirnya Panca Sila, dengan harapan agar di kemudian tidak ada lagi penafsiran-penafsiran dan atau klaim-klaim yang sepihak. Maka, klarifikasi ini sangatlah penting.

b. Notulensi Sidang Panitia Lima tersebut diberi judul, Uraian Panca Sila, tertanggal 18 Februari 1975 di Jakarta, di Swiss pada tanggal 18 Maret 1975, karena naskah ini dikirimkan ke sana untuk diperiksa oleh Maramis yang tidak bisa ikut bersidang bersama rekan Panitia Lima lain. Setelah diperiksa Maramis dan dibubuhi tandatangannya, naskah tersebut dikirimkan kembali ke Tanah Air dan disampaikan pula kepada Presiden Soeharto.

Kala itu delegasi dipimpin Jenderal Soerono tertanggal 23 Juni 1975. Delegasi diterima langsung oleh Presiden Soeharto, dan menyatakan antara lain akan menyampaikan uraian Panca Sila Panitia Lima itu kepada MPR hasil Pemilu 1977, namun pada kenyataannya tak pernah disampaikan.

c. Dalam kesaksian Hatta yang mengatakan bahwa usai diskusi tentang perumusan kembali Pancasila, Soekarno meminta Yamin untuk membuat suatu Rancangan Pembukaan UUD yang di dalamnya teks Pancasila. Preambule itu dibuat terlalu panjang oleh Yamin sehingga Panitia Sembilan menolaknya. Lalu bersama-sama Yamin, Panitia Sembilan membuat teks yang lebih pendek, seperti yang terdapat sekarang pada UUD Republik Indonesia.

d. Hatta memberi kesaksian dalam surat wasiatnya kepada Guntur Soekarno Putra bahwa salah seorang dari BPUPKI yang menjawab pertanyaan itu adalah Soekarno, yang berjudul Pancasila, lima sila, yang lamanya kira-kira satu jam.

e. Pada lain kesempatan, dalam rangka kontroversi penggali Pancasila, Hatta menulis surat kepada Solichin Salam, seorang penulis buku otobiografi, dengan nada ekstrem yang isinya sangkalan terhadap Yamin sebagai salah satu penggali Pancasila. Hatta menegaskan bahwa dalam pidato Yamin tanggal 29 Mei 1945 itu tidak ada tercantum ide Pancasila.

f. Notonagoro dalam Pidato Promosi Honoris Causa dalam Ilmu Hukum oleh Senat Universitas Gadjah Mada (oleh promotor Mr. Drs. Notogoro) terhadap promovendus Soekarno, pada 19 September 1951, di Yogyakarta mengingatkan bagaimana penciptaan Pancasila merupakan dasar kebangsaan dan kenegaraan Indonesia, yang dirumuskan secara filosofis oleh Soekarno sebagai dasar berbangsa dan bernegara. Pancasila adalah sintesa dari berbagai ide dan ideologi yang termuat dalam lima sila. Pancasila adalah sebuah ideologi integralistik yang mengatasi partikularisme paham perseorangan dan golongan.

4. Pengakuan Negara bahwa Kelahiran Pancasila adalah 1 Juni 1945

a. Pada akhirnya negara mengakui bahwa penggali Pancasila adalah Soekarno berdasarkan pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 yang diperingati sebagai hari kelahiran Pancasila.

b. Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Keppres Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila, ditetapkan pada tanggal 1 Juni 2016. Keppres ini pada pokoknya berisikan penetapan, yaitu menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila, tanggal 1 Juni merupakan hari libur nasional, pemerintah bersama seluruh komponen bangsa dan masyarakat Indonesia memperingari hari lahir Pancasila setiap tanggal 1 Juni.

Berdasarkan hal tersebut, Soekarno pada pidatonya 1 Juni 1945, mengambil pendekatan struktural-marxis dan membongkar struktur kekuasaan tradisional digantikan sesuatu yang baru. Soekarno secara metodik dan sistematis menggambarkan sila demi sila dengan dua bagian utama berupa refleksi historis yang diakhiri dengan ajakan untuk mengambil keputusan untuk merancang Indonesia ke depan.

Soekarno sangat sadar akan struktur masyarakat Indonesia pada waktu itu yang belum siap untuk suatu kemerdekaan. Namun, sejarah juga menunjukkan bahwa Indonesia bukan sebuah pengecualian dalam sejarah dunia. Arab Saudi dan Rusia adalah dua contoh yang untuk satu alasan tertentu menggerakkan Soekarno bahwa kemerdekaan bisa dicapai dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Jika mencermati lebih lanjut pidato Soekarno, sesungguhnya obsesi tertinggi Soekarno disampaikan sebagai pembuka pernyataannya, yakni nasionalisme. Oleh karenanya sila pertama dari rumusan Soekarno adalah kebangsaan. Baru melalui Tim Kecil, konstruksi sila-sila terebut berubah seperti saat ini. Hal ini membuat Pancasila sebagai keajaiban dan perekat bangsa Indonesia.

Melalui Pancasila dan Proklamasi, Indonesia yang sebelumnya terdiri dari daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan bisa bersatu menyatakan kemerdekaannya. Pancasila telah menjaga semangat persatuan itu dari dulu hingga saat ini.

Nilai-nilai Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu dasar filosofis bangsa Indonesia dalam membentuk bangsa dan negara Indonesia untuk mencapai tujuan bersama. Nilai-nilai Pancasila berasal dan digali dari budaya bangsa sebelum terbentuknya negara dan bangsa Indonesia bahkan berabad-abad sebelum adanya Majapahit dan Sriwijaya.

Pada dasarnya nilai-nilai Pancasila secara sporadis dan fragmentaris terdapat dalam kebudayaan bangsa yang tersebar di seluruh kepulauan Nusantara, di mana masyarakat Indonesia telah mendapatkan kesempatan untuk berkomunikasi dan berakulturasi dengan kebudayaan lain. Nilai-nilai tersebut melalui para pendiri bangsa dan negara ini kemudian dikembangkan dan secara yuridis disahkan sebagai suatu dasar negara, dan secara verbal tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam hubungan seperti inilah maka Pancasila yang causa materialisnya bersumber pada nilai-nilai budaya bangsa ini, meminjam nomenklatur antropologi disebut sebagai National Character, sebagai Peoples Character, atau dalam suatu negara populer disebut sebagai National Identity. Hal ini dapat dilihat dari contoh nilai budaya, tradisi maupun adat yang telah ada dari dulu, seperti konsep hukum adat yang bisa mencegah pencurian, konsep Tri Hita Karana yang dipegang teguh dan dipedomani oleh masyarakat Bali, dan konsep gotong royong dalam kehidupan sosial.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1182 seconds (0.1#10.140)
pixels