KPAI: Tingkatkan Kepedulian Masyarakat demi Cegah Kekerasan Anak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Jagakarsa, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu yang berujung tewasnya 4 anak merupakan tamparan keras bagi semua pihak. Tragedi tersebut menjadi pengingat bahwa keterlibatan dan kepedulian masyarakat sekitar menjadi penting dalam mencegah KDRT, khususnya menimpa anak.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan menegaskan masyarakat harus terlibat aktif dalam mengatasi masalah KDRT dan kekerasan terhadap anak di lingkungan terdekatnya. Minimal, masyarakat sekitar yang mengetahui dapat melaporkan kepada perangkat hukum terdekat.
"Kasus di Jagakarsa yang berawal dari KDRT yang akhirnya menewaskan 4 anak ini sebuah tragedi yang tidak boleh terulang lagi," ujar Kawiyan dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Perlindungan Anak dalam Ruang Digital’, Rabu (19/6/2024).
Keterlibatan lingkungan sangat penting dalam mencegah kasus kekerasan. Menurut Kawiyan, masih banyak kasus KDRT yang tidak diketahui oleh masyarakat sekitar.
Karena itu, dia menekankan lingkungan permukiman perlu membuat semacam konsep kebersamaan agar bisa lebih peka dan peduli terhadap potensi KDRT terhadap anak, misalnya membuat arisan tetangga atau melakukan kerja bakti.
Pencegahan melalui keterlibatan masyarakat sekitar menjadi penting karena dalam dua tahun terakhir, berdasarkan data KPAI, kasus kekerasan terhadap anak menunjukkan tren memprihatinkan. Terlebih sebagian besar kekerasan pada anak, pelakunya adalah orang-orang terdekat.
Pada 2022 tercatat sebanyak 4.683 kasus kekerasan terhadap anak. Dari jumlah tersebut, 2.133 kasus didominasi oleh kekerasan seksual. Sementara itu, 190 kasus masuk dalam kategori pemenuhan hak anak.
“Pada tahun 2023, kasus kekerasan terhadap anak sebanyak 3.877 kasus, didominasi kasus kekerasan seksual sebanyak 1.866 kasus. Terdapat 262 kasus kekerasan terhadap anak yang pelakunya adalah orang tua dalam hal ini ayah dan 153 kasus dilakukan ibu kandung," ungkapnya.
Tak hanya secara langsung, kasus kekerasan anak juga kerap terjadi di ranah digital. Menurut dia, peran keluarga sebagai orang terdekat perlu dimaksimalkan dalam mencegah potensi bahaya dari dunia digital.
“Anak-anak saat ini begitu mudah masuk ke dunia digital yang menawarkan banyak kerawanan,” ucapnya.
Kayiwan mencontohkan kasus kekerasan seksual di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) yang dilakukan ibu kandung terhadap putranya. KPAI tidak hanya menunjukkan pentingnya perlindungan anak dalam ruang digital tapi juga melakukan penanganan yang tepat.
“KPAI menjenguk korban dan memberikan pelayanan pemulihan sesuai SOP dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) untuk mencegah trauma dan perilaku menyimpang dari korban,” ujarnya.
Tantangan dalam ruang digital dan kasus kekerasan harus dihadapi dengan serius. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam memberikan perlindungan yang lebih baik bagi anak-anak.
"Pemerintah harus menyadari bahwa ruang digital memberi manfaat besar namun juga dampak negatif. Karena itu, undang-undang dan peraturan perlindungan anak dalam sistem penyelenggaraan elektronik harus menjamin keamanan dan perlindungan anak," kata Kawiyan.
Dia menggarisbawahi pentingnya pengawasan terhadap teknologi digital seperti kecerdasan buatan (AI). Pemerintah harus mengawasi penuh konten digital.
“Jika ada indikasi konten yang tidak pantas harus segera diblokir untuk mencegah anak menjadi korban," ujarnya.
Selain itu, sosialisasi literasi digital, peningkatan sumber daya manusia di bidang psikologi dan sosial, serta keterlibatan aktif masyarakat dalam pencegahan kekerasan adalah langkah-langkah penting yang harus segera diambil.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan menegaskan masyarakat harus terlibat aktif dalam mengatasi masalah KDRT dan kekerasan terhadap anak di lingkungan terdekatnya. Minimal, masyarakat sekitar yang mengetahui dapat melaporkan kepada perangkat hukum terdekat.
Baca Juga
"Kasus di Jagakarsa yang berawal dari KDRT yang akhirnya menewaskan 4 anak ini sebuah tragedi yang tidak boleh terulang lagi," ujar Kawiyan dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Perlindungan Anak dalam Ruang Digital’, Rabu (19/6/2024).
Keterlibatan lingkungan sangat penting dalam mencegah kasus kekerasan. Menurut Kawiyan, masih banyak kasus KDRT yang tidak diketahui oleh masyarakat sekitar.
Karena itu, dia menekankan lingkungan permukiman perlu membuat semacam konsep kebersamaan agar bisa lebih peka dan peduli terhadap potensi KDRT terhadap anak, misalnya membuat arisan tetangga atau melakukan kerja bakti.
Pencegahan melalui keterlibatan masyarakat sekitar menjadi penting karena dalam dua tahun terakhir, berdasarkan data KPAI, kasus kekerasan terhadap anak menunjukkan tren memprihatinkan. Terlebih sebagian besar kekerasan pada anak, pelakunya adalah orang-orang terdekat.
Pada 2022 tercatat sebanyak 4.683 kasus kekerasan terhadap anak. Dari jumlah tersebut, 2.133 kasus didominasi oleh kekerasan seksual. Sementara itu, 190 kasus masuk dalam kategori pemenuhan hak anak.
“Pada tahun 2023, kasus kekerasan terhadap anak sebanyak 3.877 kasus, didominasi kasus kekerasan seksual sebanyak 1.866 kasus. Terdapat 262 kasus kekerasan terhadap anak yang pelakunya adalah orang tua dalam hal ini ayah dan 153 kasus dilakukan ibu kandung," ungkapnya.
Tak hanya secara langsung, kasus kekerasan anak juga kerap terjadi di ranah digital. Menurut dia, peran keluarga sebagai orang terdekat perlu dimaksimalkan dalam mencegah potensi bahaya dari dunia digital.
“Anak-anak saat ini begitu mudah masuk ke dunia digital yang menawarkan banyak kerawanan,” ucapnya.
Kayiwan mencontohkan kasus kekerasan seksual di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) yang dilakukan ibu kandung terhadap putranya. KPAI tidak hanya menunjukkan pentingnya perlindungan anak dalam ruang digital tapi juga melakukan penanganan yang tepat.
“KPAI menjenguk korban dan memberikan pelayanan pemulihan sesuai SOP dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) untuk mencegah trauma dan perilaku menyimpang dari korban,” ujarnya.
Tantangan dalam ruang digital dan kasus kekerasan harus dihadapi dengan serius. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam memberikan perlindungan yang lebih baik bagi anak-anak.
"Pemerintah harus menyadari bahwa ruang digital memberi manfaat besar namun juga dampak negatif. Karena itu, undang-undang dan peraturan perlindungan anak dalam sistem penyelenggaraan elektronik harus menjamin keamanan dan perlindungan anak," kata Kawiyan.
Dia menggarisbawahi pentingnya pengawasan terhadap teknologi digital seperti kecerdasan buatan (AI). Pemerintah harus mengawasi penuh konten digital.
“Jika ada indikasi konten yang tidak pantas harus segera diblokir untuk mencegah anak menjadi korban," ujarnya.
Selain itu, sosialisasi literasi digital, peningkatan sumber daya manusia di bidang psikologi dan sosial, serta keterlibatan aktif masyarakat dalam pencegahan kekerasan adalah langkah-langkah penting yang harus segera diambil.
(jon)