Kronologi Kasus Korupsi Sistem Proteksi TKI yang Seret Eks Dirjen Binapenta Reyna Usman
loading...
A
A
A
Merespons hal tersebut, Karunia kemudian membentuk Tim Tender PT AIM yang terdiri dari Bunamas, Geogre Verman Christopher Hilliard, dan Acep Mardiyana yang bertugas menyusun dokumen sistem dan spesifikasi teknis.
Lelang pun dilaksanakan tanpa menggunakan konsultan perencana tapi memakai dokumen perencanaan PT AIM. Pada 25 September 2012, lelang diumumkan dengan pagu paket pekerjaan Rp20 miliar, sedangkan HPS paket itu Rp19,8 miliar.
"Karunia kemudian memerintahkan Tim Tender PT AIM untuk mengikuti lelang tersebut dan menyampaikan kepada Bunamas bahwa PT AIM sudah dikondisikan akan menjadi pemenang," kata JPU.
Karunia menurut JPU, kemudian meminta pada Tim Tender PT AIM agar harga penawaran perusahaan pendamping lelang yakni PT Chateau Waywell Secutech (CWS) dan PT Adyawinsa Telecommunication & Electrical (ATE) dibuat lebih tinggi dibandingkan PT AIM.
PT CWS dan PT ATE pun membuat penawaran Rp19,8 miliar dimana PT AIM lebih rendah dari keduanya, yakni Rp19,7 miliar. "PT AIM dinyatakan lulus dan memenuhi syarat dengan nilai penawaran terkoreksi Rp19,77 miliar," ungkap JPU.
Lanjut pada 7 Desember 2012, Karunia menerima pembayaran 20% nilai proyek yang telah dipotong pajak yakni Rp3,58 miliar. Sesuai kesepakatan di awal, Karunia memberikan Rp500 juta kepada Dewa Putu Santika.
"Bahwa selain itu Karunia juga beberapa kali telah memberikan uang kepada Dewa Putu Santika seluruhnya sebesar Rp80 juta," paparnya.
Pada waktu yang telah disetujui dalam kontrak, proyek tersebut belum selesai dan sama sekali tidak bisa digunakan. Kendati demikian, I Nyoman Darmanta tetap membayar penuh.
"Setelah dilakukan serah terima hasil pekerjaan, ternyata sistem pengawasan dan penghelolaan data proteksi TKI yang dibangun oleh PT AIM tidak dapat digunakan, baik untuk migrasi data maupun integrasi sistem antara sistem proteksi TKI milik Kemenakertrans RI dengan sistem informasi eksisting milik para stakeholder terkait, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleg negara," papar JPU.
Lelang pun dilaksanakan tanpa menggunakan konsultan perencana tapi memakai dokumen perencanaan PT AIM. Pada 25 September 2012, lelang diumumkan dengan pagu paket pekerjaan Rp20 miliar, sedangkan HPS paket itu Rp19,8 miliar.
"Karunia kemudian memerintahkan Tim Tender PT AIM untuk mengikuti lelang tersebut dan menyampaikan kepada Bunamas bahwa PT AIM sudah dikondisikan akan menjadi pemenang," kata JPU.
Karunia menurut JPU, kemudian meminta pada Tim Tender PT AIM agar harga penawaran perusahaan pendamping lelang yakni PT Chateau Waywell Secutech (CWS) dan PT Adyawinsa Telecommunication & Electrical (ATE) dibuat lebih tinggi dibandingkan PT AIM.
PT CWS dan PT ATE pun membuat penawaran Rp19,8 miliar dimana PT AIM lebih rendah dari keduanya, yakni Rp19,7 miliar. "PT AIM dinyatakan lulus dan memenuhi syarat dengan nilai penawaran terkoreksi Rp19,77 miliar," ungkap JPU.
Lanjut pada 7 Desember 2012, Karunia menerima pembayaran 20% nilai proyek yang telah dipotong pajak yakni Rp3,58 miliar. Sesuai kesepakatan di awal, Karunia memberikan Rp500 juta kepada Dewa Putu Santika.
"Bahwa selain itu Karunia juga beberapa kali telah memberikan uang kepada Dewa Putu Santika seluruhnya sebesar Rp80 juta," paparnya.
Pada waktu yang telah disetujui dalam kontrak, proyek tersebut belum selesai dan sama sekali tidak bisa digunakan. Kendati demikian, I Nyoman Darmanta tetap membayar penuh.
"Setelah dilakukan serah terima hasil pekerjaan, ternyata sistem pengawasan dan penghelolaan data proteksi TKI yang dibangun oleh PT AIM tidak dapat digunakan, baik untuk migrasi data maupun integrasi sistem antara sistem proteksi TKI milik Kemenakertrans RI dengan sistem informasi eksisting milik para stakeholder terkait, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleg negara," papar JPU.