Deretan Jaksa Agung di Era Presiden Jokowi, Nomor 3 Meninggal Kecelakaan
loading...
A
A
A
Dia ditunjuk sebagai Plt Jaksa Agung oleh Presiden Jokowi berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 120/P Tahun 2014. Keppres itu menetapkannya menggantikan Jaksa Agung Basrief Arief hingga ditetapkannya Jaksa Agung baru definitif.
Sedangkan pergantian Basrief bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Boediono. Berbagai jabatan pernah diemban oleh Andhi, salah satunya adalah Tata Usaha / Jaksa pada Kejari Wonogiri (1981).
Kemudian, Kasi Intel pada Kejari Palangkaraya (1989), Kasi Pidum pada Kejari Demak (1991), Kasi Pidsus Kejari Jakarta Utara (1995), Kajari Maros (1997), Kabag Rumah Tangga Kejaksaan RI (1999), Kajari Jakarta Pusat (2000), Asisten Pengawasan Kejati Jawa Barat (2001).
Selanjutnya, Kabag Kepangkatan Kejagung RI (2003), Wakajati Sumatera Barat (2004), Wakajati Kalimantan Selatan (2005), Direktur Uheksi pada Jam Pidum (2006), Kajati Kalimantan Timur (2006), Inspektur Pegasum pada Jamwas (2008), Kajati DKI Jakarta (2008).
Lalu, Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (2010), Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (2011), dan Wakil Jaksa Agung (2013).
Foto/Dok SINDOnews
Dia dilantik sebagai Jaksa Agung oleh Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/11/2014) sore. Dilansir dari laman resmi Sekretariat Kabinet, jabatan terakhir Prasetyo sebelum dilantik sebagai Jaksa Agung adalah menjadi anggota DPR-RI periode 2014-2019 mewakili Partai Nasdem.
Maka itu, Kejaksaan di era Prasetyo sempat dianggap sebagai alat politik. Tidak sedikit juga kritikan dari berbagai pihak terhadap kinerja Prasetyo memimpin Korps Adhyaksa terkait penegakan hukum.
Bahkan, Trimedya Pandjaitan selaku Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengungkapkan partainya menjadi salah satu korban politisasi hukum Prasetyo. Hal itu diungkapkan Trimedya dalam Seminar Nasional Refleksi Hukum Akhir Tahun, Kamis, 21 Desember 2017.
Prasetyo dianggap melakukan penyalahgunaan jabatannya untuk tujuan politik dengan menjerat calon kepala daerah yang diusung PDIP saat jelang Pilkada. Saat itu, Trimedya bahkan membeberkan Partai Golkar yang paling banyak menjadi korban.
Sedangkan pergantian Basrief bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Boediono. Berbagai jabatan pernah diemban oleh Andhi, salah satunya adalah Tata Usaha / Jaksa pada Kejari Wonogiri (1981).
Kemudian, Kasi Intel pada Kejari Palangkaraya (1989), Kasi Pidum pada Kejari Demak (1991), Kasi Pidsus Kejari Jakarta Utara (1995), Kajari Maros (1997), Kabag Rumah Tangga Kejaksaan RI (1999), Kajari Jakarta Pusat (2000), Asisten Pengawasan Kejati Jawa Barat (2001).
Selanjutnya, Kabag Kepangkatan Kejagung RI (2003), Wakajati Sumatera Barat (2004), Wakajati Kalimantan Selatan (2005), Direktur Uheksi pada Jam Pidum (2006), Kajati Kalimantan Timur (2006), Inspektur Pegasum pada Jamwas (2008), Kajati DKI Jakarta (2008).
Lalu, Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (2010), Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (2011), dan Wakil Jaksa Agung (2013).
2. Muhammad Prasetyo
Foto/Dok SINDOnews
Dia dilantik sebagai Jaksa Agung oleh Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/11/2014) sore. Dilansir dari laman resmi Sekretariat Kabinet, jabatan terakhir Prasetyo sebelum dilantik sebagai Jaksa Agung adalah menjadi anggota DPR-RI periode 2014-2019 mewakili Partai Nasdem.
Maka itu, Kejaksaan di era Prasetyo sempat dianggap sebagai alat politik. Tidak sedikit juga kritikan dari berbagai pihak terhadap kinerja Prasetyo memimpin Korps Adhyaksa terkait penegakan hukum.
Bahkan, Trimedya Pandjaitan selaku Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengungkapkan partainya menjadi salah satu korban politisasi hukum Prasetyo. Hal itu diungkapkan Trimedya dalam Seminar Nasional Refleksi Hukum Akhir Tahun, Kamis, 21 Desember 2017.
Prasetyo dianggap melakukan penyalahgunaan jabatannya untuk tujuan politik dengan menjerat calon kepala daerah yang diusung PDIP saat jelang Pilkada. Saat itu, Trimedya bahkan membeberkan Partai Golkar yang paling banyak menjadi korban.