Deretan Jaksa Agung di Era Presiden Jokowi, Nomor 3 Meninggal Kecelakaan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Agung di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diulas dalam artikel ini. Nomor 3 meninggal dunia akibat kecelakaan di Tol Jagorawi arah Jakarta.
Jaksa Agung merupakan penuntut umum tertinggi dan pengacara negara di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal itu berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.
Sedangkan bunyi Pasal 18 ayat (2) UU Kejaksaan adalah Jaksa Agung dengan kuasa khusus ataupun karena kedudukan dan jabatarmya bertindak sebagai Jaksa Pengacara Negara, di bidang perdata dan tata usaha negara serta ketatanegaraan di semua lingkungan peradilan, baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintahan, maupun kepentingan umum.
Sementara itu, bunyi Pasal 18 ayat (3) adalah Jaksa Agung bersama-sama menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan/atau menteri lain yang ditunjuk oleh Presiden dapat menjadi kuasa dalam menangani perkara di Mahkamah Konstitusi.
Adapun Pasal 18 ayat (4) dalam UU tersebut menyebutkan bahwa Jaksa Agung merupakan pimpinan dan penanggung jawab tertinggi Kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, wewenang Kejaksaan, dan tugas lain yang diberikan oleh negara.
Lalu, Pasal 18 ayat (5) UU Kejaksaan berbunyi bahwa Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda. Nah, selama pemerintahan Presiden Jokowi, pimpinan Korps Adhyaksa itu beberapa kali berganti.
Dua orang di antaranya merupakan Pelaksana tugas (Plt) Jaksa Agung. Berikut Jaksa Agung di era pemerintahan Jokowi:
Foto/Dok SINDOnews
Dia merupakan salah satu yang menjabat Plt Jaksa Agung di era Presiden Jokowi. Sebelum menjadi Plt Jaksa Agung, pria kelahiran 8 Januari 1956, Kudus, Jawa Tengah ini menjabat Wakil Jaksa Agung.
Dia ditunjuk sebagai Plt Jaksa Agung oleh Presiden Jokowi berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 120/P Tahun 2014. Keppres itu menetapkannya menggantikan Jaksa Agung Basrief Arief hingga ditetapkannya Jaksa Agung baru definitif.
Sedangkan pergantian Basrief bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Boediono. Berbagai jabatan pernah diemban oleh Andhi, salah satunya adalah Tata Usaha / Jaksa pada Kejari Wonogiri (1981).
Kemudian, Kasi Intel pada Kejari Palangkaraya (1989), Kasi Pidum pada Kejari Demak (1991), Kasi Pidsus Kejari Jakarta Utara (1995), Kajari Maros (1997), Kabag Rumah Tangga Kejaksaan RI (1999), Kajari Jakarta Pusat (2000), Asisten Pengawasan Kejati Jawa Barat (2001).
Selanjutnya, Kabag Kepangkatan Kejagung RI (2003), Wakajati Sumatera Barat (2004), Wakajati Kalimantan Selatan (2005), Direktur Uheksi pada Jam Pidum (2006), Kajati Kalimantan Timur (2006), Inspektur Pegasum pada Jamwas (2008), Kajati DKI Jakarta (2008).
Lalu, Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (2010), Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (2011), dan Wakil Jaksa Agung (2013).
Foto/Dok SINDOnews
Dia dilantik sebagai Jaksa Agung oleh Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/11/2014) sore. Dilansir dari laman resmi Sekretariat Kabinet, jabatan terakhir Prasetyo sebelum dilantik sebagai Jaksa Agung adalah menjadi anggota DPR-RI periode 2014-2019 mewakili Partai Nasdem.
Maka itu, Kejaksaan di era Prasetyo sempat dianggap sebagai alat politik. Tidak sedikit juga kritikan dari berbagai pihak terhadap kinerja Prasetyo memimpin Korps Adhyaksa terkait penegakan hukum.
Bahkan, Trimedya Pandjaitan selaku Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengungkapkan partainya menjadi salah satu korban politisasi hukum Prasetyo. Hal itu diungkapkan Trimedya dalam Seminar Nasional Refleksi Hukum Akhir Tahun, Kamis, 21 Desember 2017.
Prasetyo dianggap melakukan penyalahgunaan jabatannya untuk tujuan politik dengan menjerat calon kepala daerah yang diusung PDIP saat jelang Pilkada. Saat itu, Trimedya bahkan membeberkan Partai Golkar yang paling banyak menjadi korban.
Selain itu, berdasarkan pemberitaan SINDOnews pada Jumat, 18 November 2016, Indonesia Corruption Watch (ICW) merekam sembilan peristiwa kontroversial di era Jaksa Agung Prasetyo. Salah satunya, menjemput Samadikun Hartono, buronan kasus korupsi dana BLBI di Bandara Halim Perdanakusuma pada April 2016.
Peristiwa kontroversial lainnya adalah membuat kesepakatan dengan koruptor untuk mencicil uang pengganti korupsi pada Mei 2016 hingga menghentikan 33 kasus korupsi mulai tingkat Kejagung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri.
Total tersangka yang dibebaskan ada 58 orang. Alasan Kejaksaan menghentikan kasus korupsi yang sedang ditangani karena tidak adanya kerugian negara yang ditimbulkan. Alasan lainnya, penyidik tidak memiliki cukup bukti untuk menaikkan ke proses selanjutnya.
Berbagai jabatan pernah diemban oleh Prasetyo di antaranya adalah Kepala Bagian Keuangan dan Materil di Bengkulu Kejaksaan Agung RI (1973 - 1973), Kepala Bagian Personalia di Bengkulu Kejaksaan Agung RI (1973 - 1973).
Pria kelahiran 9 Mei 1947, Tuban, Jawa Timur ini juga pernah menjabat Inspektur Kepegawaian dan Tugas Umum Pengawasan Kejaksaan Agung RI (2000 - 2003), Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Kejaksaan Agung RI (2003 - 2005), Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI (2005 - 2006), dan Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi Kejaksaan Agung RI (2005 - 2006).
Foto/Dok SINDOnews
Pria kelahiran 3 Mei 1960, Padang, Sumatera Barat ini juga merupakan salah satu orang yang pernah menjabat Plt Jaksa Agung. Dia ditunjuk menjadi Plt Jaksa Agung oleh Presiden Jokowi berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 110/P Tahun 2019 tertanggal 18 Oktober 2019.
Berbagai jabatan pernah dia emban, di antaranya adalah Direktur Penyidikan pada Bagian Tindak Pidana Khusus pada Februari 2009, Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung pada Oktober 2010, Inspektur Pengawasan pada Jamwas pada Agustus 2011.
Selain itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada Agustus 2012, Jaksa Agung Muda Intelijen pada Juni 2014, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus pada Oktober 2015, dan Wakil Jaksa Agung pada November 2017. Dia pernah menerima penghargaan Satyalancana Karya Satya XXX dari Presiden RI pada 2011.
Arminsyah meninggal dunia dalam kecelakaan yang terjadi di KM 13 Tol Jagorawi pada Sabtu, 4 April 2020) siang. Mobil Nissan Skyline GT-R R35 yang dikemudikannya menabrak pembatas jalan hingga menghanguskan mobil sport tersebut.
Informasi dari kepolisian saat itu, seorang penumpang dilarikan ke Rumah Sakit Bina Husada Cibinong. Polisi juga menyebut seorang penumpang tersebut adalah rekan almarhum.
Foto/Dok SINDOnews
Pemilik nama lengkap Sanitiar Burhanuddin ini dilantik sebagai Jaksa Agung pengganti HM Prasetyo pada Rabu (23/10/2019). Pelantikannya dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta Pusat bersamaan dengan pelantikan menteri-menteri kabinet Indonesia Maju.
Dia menempuh pendidikan S1 di Universitas 17 Agustus di Semarang. Kemudian, S2 di Sekolah Tinggi Manajemen Labora di DKI Jakarta dan S3 di Universitas Satyagama di DKI Jakarta. Pria kelahiran Cirebon, 17 Juli 1954 ini mengikuti pendidikan pembentukan jaksa pada 1991.
Berbagai jabatan strategis di Korps Adhyaksa pernah diembannya, salah satunya menjabat sebagai Kajari Bangko Jambi pada 1999. Selain itu, Aspidum Kejati Jambi, Aspidsus Kejati NAD, Kajari Cilacap, Aswas Kejati Jawa Barat, dan Wakajati NAD.
Kariernya pun makin cemerlang. Dia dipromosikan menjadi Direktur Eksekusi dan Eksaminasi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada 2007.
Kemudian, adik dari anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tubagus (TB) Hasanuddin ini pun pernah mendapatkan penghargaan Satyalancana Karya Satya XX dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2007.
Berikutnya, Burhanuddin menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara pada 2008. Setelah itu, Burhanuddin digeser menjadi Inspektur V Jaksa Agung Muda Pengawasan pada Kejaksaan Agung.
Pada 2010, Burhanuddin dimutasi menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Selatan. Lalu, menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara pada 2011.
ST Burhanuddin berbeda dengan Jaksa Agung pendahulunya, Prasetyo. Jika Prasetyo merupakan mantan kader Partai Nasdem, Burhanuddin bukan berasal dari kader partai politik. Burhanuddin merupakan jaksa senior yang berkarier dari bawah.
Jaksa Agung merupakan penuntut umum tertinggi dan pengacara negara di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal itu berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.
Sedangkan bunyi Pasal 18 ayat (2) UU Kejaksaan adalah Jaksa Agung dengan kuasa khusus ataupun karena kedudukan dan jabatarmya bertindak sebagai Jaksa Pengacara Negara, di bidang perdata dan tata usaha negara serta ketatanegaraan di semua lingkungan peradilan, baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintahan, maupun kepentingan umum.
Sementara itu, bunyi Pasal 18 ayat (3) adalah Jaksa Agung bersama-sama menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan/atau menteri lain yang ditunjuk oleh Presiden dapat menjadi kuasa dalam menangani perkara di Mahkamah Konstitusi.
Adapun Pasal 18 ayat (4) dalam UU tersebut menyebutkan bahwa Jaksa Agung merupakan pimpinan dan penanggung jawab tertinggi Kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, wewenang Kejaksaan, dan tugas lain yang diberikan oleh negara.
Lalu, Pasal 18 ayat (5) UU Kejaksaan berbunyi bahwa Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda. Nah, selama pemerintahan Presiden Jokowi, pimpinan Korps Adhyaksa itu beberapa kali berganti.
Dua orang di antaranya merupakan Pelaksana tugas (Plt) Jaksa Agung. Berikut Jaksa Agung di era pemerintahan Jokowi:
1. Andhi Nirwanto
Foto/Dok SINDOnews
Dia merupakan salah satu yang menjabat Plt Jaksa Agung di era Presiden Jokowi. Sebelum menjadi Plt Jaksa Agung, pria kelahiran 8 Januari 1956, Kudus, Jawa Tengah ini menjabat Wakil Jaksa Agung.
Dia ditunjuk sebagai Plt Jaksa Agung oleh Presiden Jokowi berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 120/P Tahun 2014. Keppres itu menetapkannya menggantikan Jaksa Agung Basrief Arief hingga ditetapkannya Jaksa Agung baru definitif.
Sedangkan pergantian Basrief bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Boediono. Berbagai jabatan pernah diemban oleh Andhi, salah satunya adalah Tata Usaha / Jaksa pada Kejari Wonogiri (1981).
Kemudian, Kasi Intel pada Kejari Palangkaraya (1989), Kasi Pidum pada Kejari Demak (1991), Kasi Pidsus Kejari Jakarta Utara (1995), Kajari Maros (1997), Kabag Rumah Tangga Kejaksaan RI (1999), Kajari Jakarta Pusat (2000), Asisten Pengawasan Kejati Jawa Barat (2001).
Selanjutnya, Kabag Kepangkatan Kejagung RI (2003), Wakajati Sumatera Barat (2004), Wakajati Kalimantan Selatan (2005), Direktur Uheksi pada Jam Pidum (2006), Kajati Kalimantan Timur (2006), Inspektur Pegasum pada Jamwas (2008), Kajati DKI Jakarta (2008).
Lalu, Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (2010), Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (2011), dan Wakil Jaksa Agung (2013).
2. Muhammad Prasetyo
Foto/Dok SINDOnews
Dia dilantik sebagai Jaksa Agung oleh Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/11/2014) sore. Dilansir dari laman resmi Sekretariat Kabinet, jabatan terakhir Prasetyo sebelum dilantik sebagai Jaksa Agung adalah menjadi anggota DPR-RI periode 2014-2019 mewakili Partai Nasdem.
Maka itu, Kejaksaan di era Prasetyo sempat dianggap sebagai alat politik. Tidak sedikit juga kritikan dari berbagai pihak terhadap kinerja Prasetyo memimpin Korps Adhyaksa terkait penegakan hukum.
Bahkan, Trimedya Pandjaitan selaku Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengungkapkan partainya menjadi salah satu korban politisasi hukum Prasetyo. Hal itu diungkapkan Trimedya dalam Seminar Nasional Refleksi Hukum Akhir Tahun, Kamis, 21 Desember 2017.
Prasetyo dianggap melakukan penyalahgunaan jabatannya untuk tujuan politik dengan menjerat calon kepala daerah yang diusung PDIP saat jelang Pilkada. Saat itu, Trimedya bahkan membeberkan Partai Golkar yang paling banyak menjadi korban.
Selain itu, berdasarkan pemberitaan SINDOnews pada Jumat, 18 November 2016, Indonesia Corruption Watch (ICW) merekam sembilan peristiwa kontroversial di era Jaksa Agung Prasetyo. Salah satunya, menjemput Samadikun Hartono, buronan kasus korupsi dana BLBI di Bandara Halim Perdanakusuma pada April 2016.
Peristiwa kontroversial lainnya adalah membuat kesepakatan dengan koruptor untuk mencicil uang pengganti korupsi pada Mei 2016 hingga menghentikan 33 kasus korupsi mulai tingkat Kejagung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri.
Total tersangka yang dibebaskan ada 58 orang. Alasan Kejaksaan menghentikan kasus korupsi yang sedang ditangani karena tidak adanya kerugian negara yang ditimbulkan. Alasan lainnya, penyidik tidak memiliki cukup bukti untuk menaikkan ke proses selanjutnya.
Berbagai jabatan pernah diemban oleh Prasetyo di antaranya adalah Kepala Bagian Keuangan dan Materil di Bengkulu Kejaksaan Agung RI (1973 - 1973), Kepala Bagian Personalia di Bengkulu Kejaksaan Agung RI (1973 - 1973).
Pria kelahiran 9 Mei 1947, Tuban, Jawa Timur ini juga pernah menjabat Inspektur Kepegawaian dan Tugas Umum Pengawasan Kejaksaan Agung RI (2000 - 2003), Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Kejaksaan Agung RI (2003 - 2005), Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI (2005 - 2006), dan Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi Kejaksaan Agung RI (2005 - 2006).
3. Arminsyah
Foto/Dok SINDOnews
Pria kelahiran 3 Mei 1960, Padang, Sumatera Barat ini juga merupakan salah satu orang yang pernah menjabat Plt Jaksa Agung. Dia ditunjuk menjadi Plt Jaksa Agung oleh Presiden Jokowi berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 110/P Tahun 2019 tertanggal 18 Oktober 2019.
Berbagai jabatan pernah dia emban, di antaranya adalah Direktur Penyidikan pada Bagian Tindak Pidana Khusus pada Februari 2009, Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung pada Oktober 2010, Inspektur Pengawasan pada Jamwas pada Agustus 2011.
Selain itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada Agustus 2012, Jaksa Agung Muda Intelijen pada Juni 2014, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus pada Oktober 2015, dan Wakil Jaksa Agung pada November 2017. Dia pernah menerima penghargaan Satyalancana Karya Satya XXX dari Presiden RI pada 2011.
Arminsyah meninggal dunia dalam kecelakaan yang terjadi di KM 13 Tol Jagorawi pada Sabtu, 4 April 2020) siang. Mobil Nissan Skyline GT-R R35 yang dikemudikannya menabrak pembatas jalan hingga menghanguskan mobil sport tersebut.
Informasi dari kepolisian saat itu, seorang penumpang dilarikan ke Rumah Sakit Bina Husada Cibinong. Polisi juga menyebut seorang penumpang tersebut adalah rekan almarhum.
4. ST Burhanuddin
Foto/Dok SINDOnews
Pemilik nama lengkap Sanitiar Burhanuddin ini dilantik sebagai Jaksa Agung pengganti HM Prasetyo pada Rabu (23/10/2019). Pelantikannya dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta Pusat bersamaan dengan pelantikan menteri-menteri kabinet Indonesia Maju.
Dia menempuh pendidikan S1 di Universitas 17 Agustus di Semarang. Kemudian, S2 di Sekolah Tinggi Manajemen Labora di DKI Jakarta dan S3 di Universitas Satyagama di DKI Jakarta. Pria kelahiran Cirebon, 17 Juli 1954 ini mengikuti pendidikan pembentukan jaksa pada 1991.
Berbagai jabatan strategis di Korps Adhyaksa pernah diembannya, salah satunya menjabat sebagai Kajari Bangko Jambi pada 1999. Selain itu, Aspidum Kejati Jambi, Aspidsus Kejati NAD, Kajari Cilacap, Aswas Kejati Jawa Barat, dan Wakajati NAD.
Kariernya pun makin cemerlang. Dia dipromosikan menjadi Direktur Eksekusi dan Eksaminasi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada 2007.
Kemudian, adik dari anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tubagus (TB) Hasanuddin ini pun pernah mendapatkan penghargaan Satyalancana Karya Satya XX dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2007.
Berikutnya, Burhanuddin menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara pada 2008. Setelah itu, Burhanuddin digeser menjadi Inspektur V Jaksa Agung Muda Pengawasan pada Kejaksaan Agung.
Pada 2010, Burhanuddin dimutasi menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Selatan. Lalu, menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara pada 2011.
ST Burhanuddin berbeda dengan Jaksa Agung pendahulunya, Prasetyo. Jika Prasetyo merupakan mantan kader Partai Nasdem, Burhanuddin bukan berasal dari kader partai politik. Burhanuddin merupakan jaksa senior yang berkarier dari bawah.
(rca)