Problematika Pendidikan dan Pembangunan di Indonesia

Senin, 03 Juni 2024 - 15:11 WIB
loading...
Problematika Pendidikan...
Candra Fajri Ananda, Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menkeu RI

PENDIDIKAN
adalah landasan utama bagi pembangunan suatu bangsa. Sebagai pilar yang mengokohkan setiap aspek kehidupan, pendidikan memiliki peran krusial dalam menciptakan kemajuan ekonomi, sosial, dan politik yang berkelanjutan. Tanpa pendidikan yang berkualitas, sebuah bangsa akan sulit untuk mencapai potensinya yang maksimal dan berkompetisi di panggung global.

Pendidikan merupakan fondasi utama dalam pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas yang menjadi aset terbesar bagi pembangunan suatu bangsa. Seperti sebuah bangunan yang memerlukan pondasi kuat untuk berdiri kokoh, sebuah negara membutuhkan SDM yang berpengetahuan luas, terampil, dan bermoral tinggi untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan yang berkelanjutan.

Negara-negara maju seperti Finlandia, Singapura, dan Jepang telah membuktikan bahwa investasi yang signifikan dalam pendidikan berbanding lurus dengan kemajuan ekonomi dan sosial yang mereka capai. Pendidikan yang baik memampukan individu untuk berpikir kritis, berinovasi, dan beradaptasi dengan perubahan teknologi yang cepat, yang semuanya sangat penting dalam era globalisasi ini. Oleh sebab itu, dalam konteks pembangunan bangsa, pendidikan menjadi elemen krusial yang menentukan langkah sebuah negara bisa mencapai kemajuan dan kesejahteraan.

Pada perkembangannya, pendidikan di dunia masih menunjukkan perbedaan yang mencolok, terutama antara negara maju dan negara berkembang. Di negara maju, pendidikan ditandai oleh fasilitas yang lengkap, teknologi modern, dan tenaga pengajar berkualifikasi tinggi yang menciptakan lingkungan belajar optimal.

Kurikulum yang inovatif dan dinamis serta akses mudah ke pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan untuk berkembang secara maksimal. Sebaliknya, di negara berkembang, banyak sekolah menghadapi keterbatasan sumber daya, fasilitas yang minim, dan kekurangan guru yang terlatih.

Akses ke pendidikan pun sering terhambat oleh faktor ekonomi, geografis, dan sosial, sehingga banyak anak yang putus sekolah atau tidak bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Alhasil, ketidaksetaraan tersebut tak hanya mempengaruhi kualitas pendidikan yang diterima tetapi juga hasil akhirnya, di mana lulusan dari negara maju umumnya lebih siap bersaing di pasar kerja global dibandingkan dengan lulusan dari negara berkembang.

Potret Pendidikan di Indonesia
Pemerataan pendidikan merupakan salah satu bentuk pembangunan yang tertuang dalam SDG’s atau Tingkat Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Selain itu dalam RPJMN 2020-2024 juga tertuang pernyataan untuk peningkatan pemerataan layanan pendidikan berkualitas. Akan tetapi, fakta menunjukkan bahwa berbagai masalah terkait pemerataan pendidikan masih terus bergulir, di antaranya masih minimnya penyebaran sarana prasarana pendidikan, akses internet belum merata, serta masih terdapatnya ketimpangan kualitas dan kuantitas SDM.

Saat ini, kondisi menggambarkan bahwa pendidikan lanjutan masih belum dapat diakses oleh masyarakat. Pada tahun 2023, proporsi pendidikan tertinggi penduduk usia 15 tahun ke atas mayoritas berasal dari SMA/sederajat dengan persentase 30,22% pada Maret 2023, lalu disusul oleh lulusan SD/sederajat dengan capaian 24,62%, dan berikutnya oleh jenjang sekolah SMP/sederajat sebanyak 22,74%.

Sementara perguruan tinggi proporsinya hanya 10,15% pada Maret 2023. Artinya, masih banyak masyarakat Indonesia yang hanya menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SD dan SMP, sementara yang mampu melanjutkan hingga pendidikan tinggi pun sangat
rendah. Oleh sebab itu, tak heran bila peringkat pendidikan Indonesia pada tahun 2023 berada di urutan ke 67 dari 209 negara di dunia. Urutan Indonesia tersebut berdampingan dengan Albania di posisi ke-66 dan Serbia di peringkat ke-68.

Fenomena ini menunjukkan adanya kesenjangan pendidikan yang serius yang perlu segera diatasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan daya saing bangsa. Padahal setiap anak usia sekolah sejatinya telah dijamin didalam Undang-undang untuk dapat mengakses pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 yang
berbunyi, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Selain itu, kewajiban pemerintah untuk membiayai Pendidikan juga sejatinya telah tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.

Pendidikan yang layak merupakan hak untuk seluruh penduduk Indonesia, sekaligus menjadi fondasi kuat untuk membangun bangsa yang maju. Di Indonesia, penyelenggaraan pendidikan melibatkan peran yang signifikan dari dua sektor utama, yaitu pemerintah dan swasta. Sektor pendidikan pemerintah di Indonesia bertanggung jawab atas penyediaan pendidikan dasar dan menengah bagi seluruh warga negara.

Program pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah bertujuan untuk memastikan akses yang merata dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Sekolah negeri yang dikelola oleh pemerintah sepatutnya menawarkan pendidikan gratis atau dengan biaya yang sangat terjangkau untuk dapat memungkinkan setiap anak bangsa mampu mengakses pendidikan tanpa hambatan ekonomi yang signifikan.

Selain tantangan terhadap kesenjangan tingkat pendidikan, Indonesia saat ini juga dihadapkan pada tantangan kualitas pendidikan yang masih jauh dari harapan karena kesenjangan akses dan pendidikan antarwilayah, distribusi guru yang tidak merata, serta
banyaknya kualitas lulusan yang rendah. Kualitas pendidikan Indonesia belum mengalami perbaikan signifikan meski anggaran pendidikan terus melonjak.

Pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp665 triliun atau 20% pada APBN 2024. Angka tersebut sesuai amanat UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang mengamanatkan bahwa pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan minimal sebesar 20% dari total APBN.

Pada perkembangannya, kualitas pendidikan yang rendah ini lantas berimbas pada partisipasi SDM di pasar tenaga kerja yang masih lemah. World Competitiveness Yearbook (WCY) pada 2020 menempatkan daya saing SDM Indonesia pada peringkat 40 dari 63 negara dalam hasil survei mereka. Indonesia turun delapan peringkat dari tahun sebelumnya.

Bank Dunia juga menghitung Human Capital Index (HCI) untuk melihat peran pendidikan dan kesehatan terhadap produktivitas di masa depan. Pada tahun 2020, HCI Indonesia sebesar 0,54, berada pada peringkat 96 dari 175 negara. Pasalnya, angkatan kerja di Tanah Air masih didominasi masyarakat berpendidikan rendah. Di sisi lain, pengangguran dari lulusan universitas pun mengalami peningkatan tajam.

Melansir data Badan Pusat Statistik (BPS) hingga Agustus 2023 tingkat pengangguran lulusan universitas atau setara D3 ke atas mengalami kenaikan dari 4,76% menjadi 5,10%. Apabila ditelisik lebih lanjut, penduduk usia muda dari rentang 15-24 tahun, data BPS (2023) menunjukkan tingkat pengangguran cukup tinggi, mencapai 19,40%. Jika diibaratkan dari 100 orang angkatan bekerja usia muda, ada 19 diantaranya yang menganggur.

Belajar dari Negara Maju
Pendidikan adalah fondasi utama bagi pembangunan bangsa. Dalam menghadapi tantangan global dan tuntutan era digital, Indonesia perlu mengadopsi praktik-praktik terbaik dari ssstem pendidikan di negara maju untuk meningkatkan kualitas pendidikan di semua jenjang dari tingkat dasar, menengah, dan tinggi.

Keberhasilan negara-negara yang telah terbukti unggul dalam bidang pendidikan dapat menjadi referensi bagi Indonesia untuk mempersiapkan generasi muda yang lebih kompetitif dan berdaya saing tinggi. Pada tingkat pendidikan dasar, banyak negara maju yang telah berhasil menerapkan metode pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan.

Finlandia, misalnya, dikenal dengan pendekatannya yang mengedepankan kesejahteraan siswa dan kualitas pengajaran. Di Finlandia, pendidikan dasar berfokus pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional, selain kemampuan akademis. Kelas-kelas diatur agar lebih interaktif, dengan metode pengajaran yang disesuaikan untuk mendorong kreativitas dan pemikiran kritis. Indonesia dapat mengadopsi pendekatan tersebut dengan memberikan pelatihan yang lebih baik bagi guru dan
mengembangkan kurikulum yang lebih fleksibel dan berpusat pada siswa.

Pada tingkat pendidikan menengah, negara seperti Singapura menunjukkan betapa pentingnya pengembangan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics). Melalui laboratorium yang lengkap dan program-program ekstra kurikuler yang kuat, siswa Singapura dipersiapkan untuk menghadapi tantangan teknologi masa depan. Oleh sebab itu, Indonesia perlu meningkatkan investasi dalam fasilitas pendidikan menengah dan memperkenalkan program STEM yang komprehensif, sehingga siswa memiliki keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri modern.

Selanjutnya, pendidikan tinggi di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman dapat menjadi role model yang baik bagi Indonesia dalam hal penelitian dan inovasi. Berbagai universitas di negara-negara tersebut tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai pusat penelitian yang mendorong inovasi dan penemuan baru.

Universitas-universitas tersebut memiliki kerja sama yang erat dengan industri dan pemerintah, serta menciptakan ekosistem yang mendukung pengembangan teknologi dan solusi untuk berbagai masalah global. Artinya, Indonesia perlu memperkuat sektor pendidikan tinggi dengan meningkatkan dana penelitian, memfasilitasi kolaborasi antara universitas dan industri, serta mengadopsi sistem pendidikan yang lebih fleksibel dan berorientasi pada pengembangan penelitian.

Negara-negara maju menunjukkan bahwa pentingnya inklusivitas dan aksesibilitas dalam pendidikan. Negara-negara seperti Kanada dan Swedia memastikan bahwa semua anak – terlepas dari latar belakang ekonomi atau sosial – memiliki akses yang sama ke pendidikan berkualitas.

Berbagai negara tersebut menyediakan dukungan yang luas bagi siswa dengan kebutuhan khusus dan memastikan bahwa tidak ada anak yang tertinggal. Indonesia dapat mencontoh pendekatan tersebut dengan memperluas program beasiswa, meningkatkan fasilitas di daerah terpencil, dan memastikan bahwa semua siswa mendapatkan perhatian yang mereka butuhkan untuk
berkembang.

Adopsi praktik terbaik dari negara maju bukan berarti menyalin secara mentah-mentah, melainkan mengadaptasi dan mengintegrasikan elemen-elemen yang sesuai dengan konteks dan kebutuhan lokal. Reformasi pendidikan yang mengacu pada keberhasilan negara lain harus tetap mempertimbangkan budaya, nilai-nilai, dan kondisi spesifik Indonesia.

Belajar dari negara maju melalui pendekatan penyesuaian dengan konteks Indonesia, diharapkan sistem pendidikan di Indonesia dapat menghasilkan generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki keterampilan hidup yang holistik dan siap menghadapi tantangan masa depan. Upaya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di semua jenjang akan menjadi investasi terbaik untuk masa depan Indonesia yang lebih cerah dan berdaya saing global. Semoga.
(poe)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1692 seconds (0.1#10.140)