KJRI Cape Town Promosikan Pasar Rakyat dan Festival Film Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Guna mempererat hubungan dan kerja sama Indonesia-Afrika Selatan, khususnya di bidang sosial budaya, KJRI Cape Town menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) on Socio Cultural Issues. Acara tersebut digelar di Castle of Good Hope, Kamis, 30 Mei 2024
FGD diikuti oleh Delegasi Badan Pengkajian MPR RI yang tengah berkunjung ke Cape Town untuk pertemuan dengan mitra Cape Town Afsel dan peninjauan pelaksanaan pemilu pada 29 Mei 2024. FGD juga dihadiri sejumlah tokoh masyarakat di Cape Town, seperti anggota parlemen Afrika Selatan, hakim, pelaku seni dan industri film, pengacara, general manager, wartawan, akademisi, tokoh agama, dan kalangan pengusaha. Di sela-sela acara, ditampilkan paduan suara Islami masyarakat Cape Town yang merupakan salah satu tradisi budaya yang sangat tua.
Diskusi sosial budaya sengaja diselenggarakan di Castle of Good Hope. Benteng ini dibangun tahun 1666-1679 dan merupakan bangunan kolonial tertua di Cape Town. Castle of Good Hope banyak merekam jejak sejarah perjuangan bangsa Afrika Selatan melawan kolonialisme dan keterkaitan sejarah social budaya dengan Indonesia.
Konsul Jenderal RI Cape Town Tudiono menyoroti kedekatan sejarah dan budaya Indonesia dan Afrika Selatan. Pada tahun 1694, pejuang dan ulama besar Nusantara asal Gowa, Syekh Yusuf Al Makassari diasingkan ke Cape Town dan memperkenalkan agama Islam di Afrika Selatan. Atas jasanya, beliau dianugerahi the Order of the Companions of OR Tambo in Gold oleh Presiden Afrika Selatan Oliver Reginald Thambo pada 2005.
Pada 1780, Tuan Guru dari Tidore dipenjara di Robben Island, penjara Nelson Mandela semasa apartheid. Setelah bebas, beliau mendirikan madrasah pertama yang kemudian dibangun menjadi masjid dan dinamakan Masjid Auwal, merupakan masjid pertama di Afrika Selatan. Masjid ini berada di area Bo Kaap dan masih berdiri kokoh dan digunakan untuk ibadah hingga kini.
Dua nama tersebut adalah bagian dari orang-orang Indonesia yang datang di Afrika Selatan, dan menjadi cikal bakal terbentuknya komunitas Cape Malay, yang saat ini populasinya telah melampaui 300 ribu orang.
Ighsaan Higgins, seorang lawyer, aktivis sosial, presenter senior Voice of the Cape, Owner dan Kurator Cape Heritage Museum, menggarisbawahi bahwa leluhur orang Afrika Selatan banyak berasal dari Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Lebih lanjut ditekankan peran penting Islam yang dibawa pejuang dan ulama Indonesia dalam melawan kolonialisme. Dia memandang pentingnya dikembangkan kerja sama kedua negara di bidang seni, budaya, musik, dan film.
FGD juga dimanfaatkan untuk bertukar pandang dan berbagi pengalaman terkait best practices penyelenggaraan pemilu, mengingat kedua negara tahun ini baru saja menyelenggarakan pesta demokrasi. Diketahui, pemilu di Indonesia digelar 14 Februari, sedangkan i Afrika Selatan 29 Mei.
Supriyanto dari MPR RI menyampaikan bahwa berdasarkan pengamatan langsung, Pemilu di Afrika Selatan telah terorganisir dengan baik. FGD juga bertukar pandangan mengenai dinamika National Assembly dan Council of Province Afrika Selatan, keterkaitan, dan tugas serta kewenangan.
FGD diikuti oleh Delegasi Badan Pengkajian MPR RI yang tengah berkunjung ke Cape Town untuk pertemuan dengan mitra Cape Town Afsel dan peninjauan pelaksanaan pemilu pada 29 Mei 2024. FGD juga dihadiri sejumlah tokoh masyarakat di Cape Town, seperti anggota parlemen Afrika Selatan, hakim, pelaku seni dan industri film, pengacara, general manager, wartawan, akademisi, tokoh agama, dan kalangan pengusaha. Di sela-sela acara, ditampilkan paduan suara Islami masyarakat Cape Town yang merupakan salah satu tradisi budaya yang sangat tua.
Diskusi sosial budaya sengaja diselenggarakan di Castle of Good Hope. Benteng ini dibangun tahun 1666-1679 dan merupakan bangunan kolonial tertua di Cape Town. Castle of Good Hope banyak merekam jejak sejarah perjuangan bangsa Afrika Selatan melawan kolonialisme dan keterkaitan sejarah social budaya dengan Indonesia.
Konsul Jenderal RI Cape Town Tudiono menyoroti kedekatan sejarah dan budaya Indonesia dan Afrika Selatan. Pada tahun 1694, pejuang dan ulama besar Nusantara asal Gowa, Syekh Yusuf Al Makassari diasingkan ke Cape Town dan memperkenalkan agama Islam di Afrika Selatan. Atas jasanya, beliau dianugerahi the Order of the Companions of OR Tambo in Gold oleh Presiden Afrika Selatan Oliver Reginald Thambo pada 2005.
Pada 1780, Tuan Guru dari Tidore dipenjara di Robben Island, penjara Nelson Mandela semasa apartheid. Setelah bebas, beliau mendirikan madrasah pertama yang kemudian dibangun menjadi masjid dan dinamakan Masjid Auwal, merupakan masjid pertama di Afrika Selatan. Masjid ini berada di area Bo Kaap dan masih berdiri kokoh dan digunakan untuk ibadah hingga kini.
Dua nama tersebut adalah bagian dari orang-orang Indonesia yang datang di Afrika Selatan, dan menjadi cikal bakal terbentuknya komunitas Cape Malay, yang saat ini populasinya telah melampaui 300 ribu orang.
Ighsaan Higgins, seorang lawyer, aktivis sosial, presenter senior Voice of the Cape, Owner dan Kurator Cape Heritage Museum, menggarisbawahi bahwa leluhur orang Afrika Selatan banyak berasal dari Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Lebih lanjut ditekankan peran penting Islam yang dibawa pejuang dan ulama Indonesia dalam melawan kolonialisme. Dia memandang pentingnya dikembangkan kerja sama kedua negara di bidang seni, budaya, musik, dan film.
FGD juga dimanfaatkan untuk bertukar pandang dan berbagi pengalaman terkait best practices penyelenggaraan pemilu, mengingat kedua negara tahun ini baru saja menyelenggarakan pesta demokrasi. Diketahui, pemilu di Indonesia digelar 14 Februari, sedangkan i Afrika Selatan 29 Mei.
Supriyanto dari MPR RI menyampaikan bahwa berdasarkan pengamatan langsung, Pemilu di Afrika Selatan telah terorganisir dengan baik. FGD juga bertukar pandangan mengenai dinamika National Assembly dan Council of Province Afrika Selatan, keterkaitan, dan tugas serta kewenangan.