Mahkamah Konstitusi Tetap Larang Berkendara Pakai GPS

Kamis, 31 Januari 2019 - 11:30 WIB
Mahkamah Konstitusi Tetap Larang Berkendara Pakai GPS
Mahkamah Konstitusi Tetap Larang Berkendara Pakai GPS
A A A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan menolak gugatan uji materi Undang-Undang 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terkait penggunaan Global Positioning System (GPS) di telepon seluler saat berkendara.

Majelis hakim MK menilai, penggunaan GPS tidak dapat dilarang sepanjang tidak mengganggu konsentrasi pengemudi selama berlalu lintas. Majelis hakim juga menyatakan, gugatan pemohon tidak beralasan menurut hukum.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Tidak ada persoalan inkonstitusionalitas terkait penjelasan pasal tersebut. Dengan demikian dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum,” tandas Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK Jakarta, kemarin.

Gugatan ini sebelumnya diajukan komunitas Toyota Soluna dan pengemudi transportasi online pada Maret 2018. Dalam gugatannya, pemohon merasa dirugikan dengan larangan tersebut karena mereka sangat bergantung dengan aplikasi GPS saat bekerja. Penggunaan GPS diklaim tidak mengganggu konsentrasi pengemudi karena ponsel yang digunakan hanya diletakkan di dasbor mobil atau motor.

Mereka pun kemudian menggugat Pasal 106 ayat 1 UU LLAJ. Pasal ini menyatakan orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib membawa kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi. Definisi konsentrasi inilah yang kemudian dianggap pemohon tak jelas penafsirannya.

Menurut Mahkamah, Pasal 106 ayat (1) UU 22/2009 adalah mengenai wajibnya pengemudi mencurahkan konsentrasinya secara penuh pada saat sedang mengemudikan kendaraan atau berkendara. Karena itu, pengemudi tidak boleh melakukan kegiatan lain jika kegiatan lain tersebut dapat mengganggu konsentrasinya dalam mengemudi.

Kemudian dalam Penjelasan Pasal 106 ayat (1) UU 22/2009 terkait dengan frasa “penuh konsentrasi”, lanjut Mahkamah, bertujuan untuk melindungi kepentingan umum yang lebih luas akibat dampak buruk perilaku pengemudi yang terganggu konsentrasinya pada saat mengemudikan kendaraannya.

Hakim anggota Manahan MP Sitompul sempat menyarankan agar pemohon merinci permasalahan norma terkait pelarangan GPS tersebut. Sebab, larangan penggunaan GPS itu merupakan permasalahan yang sangat teknis.

Meski demikian, Mahkamah menilai, penggunaan GPS yang sudah terinstal dalam kendaraan atau bawaan pabrikan lebih aman digunakan. Sebab, layar GPS ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu konsentrasi pengemudi.

Mahkamah menyebutkan, dalam Penjelasan Pasal 106 ayat (1) UU Lalu Lintas telah merinci bahwa salah satu wujud konsentrasi saat berkendara adalah tidak menggunakan telepon. Karena itu, menurut Mahkamah, penggunaan GPS dari ponsel (telepon seluler) pintar tetap dilarang sebagaimana yang berlaku saat ini.

Hakim anggota Enny Nurbaningsih memahami bahwa penggunaan GPS dapat membantu pengemudi untuk sampai pada tujuan dengan rute terbaik. Persoalannya, menurut dia, penempatan ponsel pintar berfitur GPS dapat mengganggu konsentrasi pengguna yang membayakan dirinya maupun pengguna jalan lain.

“GPS bukan satu-satunya objek yang diperhatikan pengemudi. Ada objek lainnya untuk diperhatikan sesuai ketentuan tertib berlalu lintas, misalnya rambu lalu lintas, bangunan, cahaya, dan lainnya,” tandasnya.

Karena itu, Mahkamah semakin memandang perlu larangan penggunaan ponsel ber-GPS saat berkendara dengan berpijak pada data kecelakaan lalu lintas akibat kesalahan manusia. Dalam kurun 2013-2017, terdapat 494.313 kasus kecelakaan lalu lintas di seluruh Indonesia.(Binti Mufarida/Inews)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5934 seconds (0.1#10.140)