Masalah Hukum Kejahatan Siber
loading...
A
A
A
Untuk tujuan tersebut, saat ini Indonesia perlu memperkuat strategi kerja sama internasional dalam penanggulangan kejahatan siber, di samping ketiga strategi tersebut di atas, a common criminal policy aimed at the protection of society against cybercrime, sehingga dipenuhi prinsip kesamaan tindak pidana-dual criminality principle dalam sistem hukum pidana siber antara Indonesia dan negara lain terutama negara anggota Uni Eropa.
Prinsip kesamaan tindak pidana tersebut sangat penting dan strategis karena turut menentukan bahwa produk UU Indonesia menanggulangi kejahatan siber dapat dijadikan andalan utama mencegah dan mengatasi penyalahgunaan sistem jaringan dan data komputer untuk tujuan-tujuan merugikan kepentingan keamanan dan kesejahteraan sosial masyarakat Indonesia, baik di dalam negeri maupun yang dilakukan di negara lain tetapi berdampak terhadap kepentingan nasional Indonesia.
Kerja sama internasional dalam penanggulangan kejahatan siber dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana atau Mutual Assistance in Criminal Matters, dan Perjanjian Ekstradisi dengan negara-negara lain. Diharapkan keempat strategi tersebut di atas yang diperkuat dengan UU pidana khusus terhadap kejahatan siber, maka keamanan nasional dan pelindungan hukum kepentingan masyarakat terutama kepentingan ekonomi nasional tetap terjaga selamanya.
Namun demikian, sehubungan dengan perkembangan pelindungan Hak Asasi Manusia, khusus hak setiap orang untuk memperoleh dan menikmati kehidupan pribadinya (the right to privacy), harus tetap dipertimbangkan di dalam menjalankan keempat strategi tersebut. Dalam konteks perlindungan hak privasi tersebut, telah diberlakukan UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Pelindungan Data Pribadi adalah keseluruhan upaya untuk melindungi Data Pribadi dalam rangkaian pemrosesan Data Pribadi guna menjamin hak konstitusional subjek Data Pribadi (Pasal 1 angka 3).
Undang-Undang ini berlaku untuk Setiap Orang, Badan Publik, dan Organisasi Internasional yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini: a. yang berada di wilayah hukum Negara Republik Indonesia; dan b. di luar wilayah hukum Negara Republik Indonesia, yang memiliki akibat hukum: di wilayah hukum Negara Republik Indonesia; dan/atau bagi Subjek Data Pribadi warga negara Indonesia di luar wilayah hukum Negara Republik Indonesia (Pasal 2 ayat (1).
UU PDP juga memuat ketentuan mengenai larangan penggunaan data pribadi, dan ketentuan pidana sehingga diharapkan kedua ketentuan tersebut dapat memperkuat regulasi PDP secara maksimal dan terarah, apalagi dengan variasi ancaman hukuman sampai dengan 5 (lima) dan 6 (enam) tahun serta pidana denda, 4 (empat) miliar rupiah s/d 6 (enam) miliar rupiah. Ancaman ketentuan pidana dalam UU PDP bersifat ultimum remedium dalam arti bahwa ancaman sanksi pidana hanya digunakan jika prosedur penyelesaian sengketa pelindungan data pribadi mengalami kebuntuan, berbeda dengan UU pidana khusus kejahatan siber yang memang berbeda baik dari aspek karakter perbuatan dan akibat yang ditimbulkannya dibandingkan dengan tindak pidana terhadap PDP.
Pemberlakuan UU ITE, UU PDP, dan kemudian akan dilengkapi UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Siber diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia dari ancaman di dalam negeri maupun dari ancaman luar negeri, sekaligus juga pelindungan kepentingan pribadi setiap warga bangsa serta memiliki efek pencegahan aktif (deterrent) dan penindakan (repressive) yang maksimal.
Prinsip kesamaan tindak pidana tersebut sangat penting dan strategis karena turut menentukan bahwa produk UU Indonesia menanggulangi kejahatan siber dapat dijadikan andalan utama mencegah dan mengatasi penyalahgunaan sistem jaringan dan data komputer untuk tujuan-tujuan merugikan kepentingan keamanan dan kesejahteraan sosial masyarakat Indonesia, baik di dalam negeri maupun yang dilakukan di negara lain tetapi berdampak terhadap kepentingan nasional Indonesia.
Kerja sama internasional dalam penanggulangan kejahatan siber dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana atau Mutual Assistance in Criminal Matters, dan Perjanjian Ekstradisi dengan negara-negara lain. Diharapkan keempat strategi tersebut di atas yang diperkuat dengan UU pidana khusus terhadap kejahatan siber, maka keamanan nasional dan pelindungan hukum kepentingan masyarakat terutama kepentingan ekonomi nasional tetap terjaga selamanya.
Namun demikian, sehubungan dengan perkembangan pelindungan Hak Asasi Manusia, khusus hak setiap orang untuk memperoleh dan menikmati kehidupan pribadinya (the right to privacy), harus tetap dipertimbangkan di dalam menjalankan keempat strategi tersebut. Dalam konteks perlindungan hak privasi tersebut, telah diberlakukan UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Pelindungan Data Pribadi adalah keseluruhan upaya untuk melindungi Data Pribadi dalam rangkaian pemrosesan Data Pribadi guna menjamin hak konstitusional subjek Data Pribadi (Pasal 1 angka 3).
Undang-Undang ini berlaku untuk Setiap Orang, Badan Publik, dan Organisasi Internasional yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini: a. yang berada di wilayah hukum Negara Republik Indonesia; dan b. di luar wilayah hukum Negara Republik Indonesia, yang memiliki akibat hukum: di wilayah hukum Negara Republik Indonesia; dan/atau bagi Subjek Data Pribadi warga negara Indonesia di luar wilayah hukum Negara Republik Indonesia (Pasal 2 ayat (1).
UU PDP juga memuat ketentuan mengenai larangan penggunaan data pribadi, dan ketentuan pidana sehingga diharapkan kedua ketentuan tersebut dapat memperkuat regulasi PDP secara maksimal dan terarah, apalagi dengan variasi ancaman hukuman sampai dengan 5 (lima) dan 6 (enam) tahun serta pidana denda, 4 (empat) miliar rupiah s/d 6 (enam) miliar rupiah. Ancaman ketentuan pidana dalam UU PDP bersifat ultimum remedium dalam arti bahwa ancaman sanksi pidana hanya digunakan jika prosedur penyelesaian sengketa pelindungan data pribadi mengalami kebuntuan, berbeda dengan UU pidana khusus kejahatan siber yang memang berbeda baik dari aspek karakter perbuatan dan akibat yang ditimbulkannya dibandingkan dengan tindak pidana terhadap PDP.
Pemberlakuan UU ITE, UU PDP, dan kemudian akan dilengkapi UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Siber diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia dari ancaman di dalam negeri maupun dari ancaman luar negeri, sekaligus juga pelindungan kepentingan pribadi setiap warga bangsa serta memiliki efek pencegahan aktif (deterrent) dan penindakan (repressive) yang maksimal.
(zik)