Diminta Usut, Dugaan Konflik Kepentingan Dua Eks Stafsus Presiden

Jum'at, 01 Mei 2020 - 11:18 WIB
loading...
Diminta Usut, Dugaan Konflik Kepentingan Dua Eks Stafsus Presiden
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. Foto/Okezone
A A A
JAKARTA - Meskipun telah mundur dari jabatan staf khusus Presiden Joko Widodo, Andi Taufan Garuda Putra dan Adamas Belva Syah Devara terus menjadi sorotan.

Adamas Belva mengundurkan diri dari jabatan Stafsus karena polemik keterlibatan perusahaannya, Ruangguru dalam program Kartu Prakerja. Sedangkan Andi Taufan mundur setelah dikritik banyak pihak karena menggunakan kop surat Sekretariat Kabinet untuk kepentingan kerja sama perusahaannya, PT Amartha Mikro Fintek sebagai relawan virus Corona.

Surat Andi Taufan Garuda Putra itu sebelumnya dikirimkan ke semua camat di Indonesia. "Sejak awal terjadinya kasus Stafsus menggunakan kop surat kepresidenan saya sudah curiga, ini konflik kepentingan (conflict of inteterest)," ujar pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar kepada SINDOnews, Jumat (1/5/2020).

Fickar mengatakan, konflik kepentingan adalah sumber dari segala korupsi. "Betul saja, ternyata di balik penunjukkan sebagai Stafsus ternyata mendapatkan proyek dari negara tanpa lelang, tanpa prosedur. Tidak hanya penyebaran informasi Covid-19 yang diproyekkan, ternyata kartu Prakerja pun demikian," katanya.

Dia meminta aparat penegak hukum tidak tinggal diam. "Ini jelas korupsi harus diusut tuntas, meskipun dua Stafsus sudah mundur," katanya.( )

Menurut Fickar, usulan masyarakat agar Presiden membubarkan Stafsus presiden cukup beralasan. "Inilah hasil dari konflik kepentingan itu melahirkan korupsi dimana-mana, bahkan sudah menghamburkan uang negara secara sengaja, karena pekerjaan yang dilakukan dua Stafsus itu bisa dikerjakan oleh Kemendagri dan Kemenaker," ujarnya.

Dia melanjutkan, data tentang desa dan potensi kekuatan ada di tangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sedangkan data korban pemutusan hubungan kerja (PHK) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) termasuk dinas tenaga kerja.

"Pusat tidak usah mengeluarkan dana begitu besar sampai dengan Rp5,6 triliun. Kemenaker memang didirikan untuk itu, jadi program kartu kerja yang diserahkan kepada perusahaan-perusahaan stafsus sudah menjadi tindakan yang menghamburkan uang negara," ungkapnya.( )

Fickar menilai sangat beralasan sejumlah anggota Komisi III DPR yang mempersoalkan proyek kartu prakerja saat rapat dengar pendapat dengan KPK, Rabu 29 April 2020.

"Ya, KPK kalau masih punya keberanian untuk menegakkan hukum sebagai lembaga yang independen wajib mengusut korupsi-korupsi yang lahir dari konflik kepentingan kepentingan di Istana," katanya.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2871 seconds (0.1#10.140)