Pramuka, Karakter Bangsa, dan Peradaban Dunia
loading...
A
A
A
H Muchamad Sidik Sisdiyanto, SAg, MPd
Direktur KSKK Madrasah, Ditjen Pendis, Kementerian Agama RI
Pengurus Kwartir Nasional Gerakan Pramuka
KETIKA perang dunia pertama (28 Juli 1914-11 November 1918), keadaan genting membuat orang berpikir bahwa anak-anak muda harus disiapkan untuk menghadapi situasi tak menentu seperti kala itu. Syukur-syukur jika anak-anak muda bisa membantu keadaan genting yang ada di sekitarnya. Atas dasar pikiran tersebut Baden-Powel, seorang warga negeri Inggris mendirikan gerakan kepanduan 1 Agustus 1907. Catatannya atas kegiatan kepanduan tersebut ia bukukan dalam sebuah buku berjudul Scouting for Boy. Buku tersebut ternyata membangkitkan kesadaran gerakan kepanduan di dunia.
Di Indonesia secara resmi gerakan kepanduan ini masuk pada 1912 di Bandung melalui sebuah organisasi kepanduan yang diinisiasi oleh Pemerintah Hindia Belanda Bernama Nederlandesche Padvinders Organisatie (NPO) yang kemudian pada 1916 berubah menjadi Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV). Kata Pramuka sendiri dicetuskan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang berasal dari Bahasa Jawa 'Poromuko' yang berarti pasukan terdepan dalam perang. Secara resmi kata Pramuka adalah sebuah singkatan dari Praja Muda Karana yang berarti jiwa muda yang suka berkarya.
Gerakan pramuka yang berdasar pada kegiatan kepanduan dirasakan benar urgensinya sejak lama, bahkan sebelum bangsa ini Merdeka. Setelah Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV) berdiri, lalu berturut-turut muncul berbagai Gerakan kepanduan di Tanah Air, seperti Javaansche Padvinders Organisatie, Pandu Ansor, Padvinder Muhammadiyah (Hizbul Wathan), Nationale Padvinderij, Syarikat Islam Afdeling Pandu, Kepanduan Bangsa Indonesia, Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie, Pandu Indonesia, Padvinders Organisatie Pasundan, Pandu Kesultanan, El-Hilaal, Al Wathoni, Tri Darma (Kristen), Kepanduan Asas Katolik Indonesia, dan Kepanduan Masehi Indonesia.
Mereka menjadi penopang bagi survivalisme masyarakat atas keadaan yang ada. Tidak saja survival dalam konteks pasif bahkan untuk survival dalam konteks aktif. Organisasi-organisasi tersebut mewarnai jagad kepanduan sebelum semuanya menyatu dalam sebuah organisasi kepanduan Bernama Gerakan Pramuka yang diperingati hari kelahirannya pada 14 Agustus 1961. Jalan panjang gerakan kepanduan yang embrionya dimulai sejak tahun 1912.
Bahkan lebih jauh, gerakan kepanduan yang hadir memberikan kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk bangkit dari penjajahan dan mampu berdiri di atas kaki sendiri. Oleh karenanya gerakan-gerakan kepanduan saat itu banyak terlibat dalam gerakan kemerdekaan bangsa Indonesia dan bahkan menjadi cikal bakal bagi lahirnya tantara dan polisi di Indonesia.
Keadaan darurat bisa terjadi kapan saja dan bisa menimpa siapa saja. Apakah itu di bencana alam, bencana kemanusiaan, atau bahkan perang. Semua orang dapat mengalaminya tanpa terkecuali. Seringkali kesigapan secara mental dan pengetahuan teknis kita atas keadaan kedaruratan yang bisa saja terjadi akan menjadi penentu apakah kita dapat melewatinya atau tidak. Pramuka dibuat untuk menghadapi masa-masa itu. Masa-masa kedaruratan ini tentu bersifat lintas masa dan lintas tempat.
Gerakan pramuka mengambil inisiatif mempersiapkan mental mandiri yang tak tergantung pada alat yang kita gunakan sehari-hari, bisa membuat kemah dari barang seadanya, bisa mencari petunjuk arah tanpa kompas, dan bisa bertahan hidup tatkala persediaan makanan tak ada, dan kemampuan kemandirian lainnya. Kesemuanya diajarkan dalam Gerakan pramuka. Selain mengajarkan menyikapi keterbatasan, Pramuka juga terkenal dapat menggunakan alat-alat yang berkembang yang dibutuhkan pada masanya. Seperti Kompas, peralatan perkemahan, dan alat-alat lain yang berguna bagi kegiatan kepramukaan.
Saat ini, di masa di mana terdapat kecenderungan anak-anak sangat tergantung pada gadget, maka pramuka ini semakin terasa urgen untuk diberikan kepada para siswa sebagai jiwa kemandirian untuk berjaga-jaga jika semua alat-alat yang biasa digunakan tak lagi berfungsi. Sikap mental seperti ini penting agar generasi anak-anak kita tidak menjadi generasi strawberi yang kelihatan manis tapi rapuh dan mudah jatuh.
Kode Kehormatan Pramuka ini merupakan norma yang berlaku dalam kehidupan Pramuka dan menjadi standar tingkah laku pramuka di lingkungan masyarakat. Kode ini merupakan janji dan komitmen diri dalam pendidikan kepramukaan.
Jika karakter ini menjadi karakter komunal yang dimiliki oleh bangsa ini, tentu bangsa kita akan memiliki modal besar untuk terus maju bersama menjadi negara yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa ini, yaitu bangsa yang berkarakter yang berdiri sama tinggi dengan bangsa lain dan sebagai bangsa yang berani menegakkan keadilan dan menentang kedzaliman.
Atas hal ini, Pramuka harus memiliki fleksibilitas dan kontekstualisasi sehingga dapat menghindarkan para anggota Pramuka dari kejenuhan. Hanya saja, hal tersebut harus digali dengan lebih beragam lagi untuk kegiatan-kegiatan yang dibutuhnkan dalam konteks lokal, nasional hingga global. Tentu 'kurikulum kepramukaan' harus didesain secara komprehensif yang melibatkan para pengurus dan pemerhati Pramuka hingga para ahli pendidikan di Indonesia.
Gerakan Pramuka sendiri sudah membuktikan diri sebagai sebuah organisasi dinamis. Dasa darma Pramuka sendiri misalnya sebagai sebuah pedoman berprilaku bagi anggota Pramuka juga telah mengalami perubahan sebanyak empat kali. Sekali ia dibuat pada Orde Lama, dua kali pada masa Orde Baru, dan sekali pada masa reformasi.
Pramuka idealnya bermetamorfosis sebagai sikap literate atas perkembangan zaman. Para murid dalam kepramukaan juga harus mengembangkan sikap nasionalisme yang berakar pada budaya bangsa dan memiliki wawasan global secara bersamaan. Globalitas adalah sesuatu yang tak terhindarkan dan berpikir global adalah salah satu ciri khas Pramuka sejak awal mula berdirinya.
Kegiatan Pramuka pun mencerminkan bahwa kegiatan ini memiliki jejaring global yang baik untuk saling mengenal dan bertukar cerita tentang budaya masing-masing dengan kegiatan jambore internasional yang diadakan secara rutin misalnya. Gerakan pramuka bisa menjadi dialog kebudayaan untuk membangun peradaban yang lebih terbuka yang berasaskan keadilan, kesetaraan dan saling menghormati. Akhirnya, Pramuka haruslah menjadi gerakan yang mampu menciptakan generasi unggul, berwawasan global dan pembentuk karakter bangsa.
Direktur KSKK Madrasah, Ditjen Pendis, Kementerian Agama RI
Pengurus Kwartir Nasional Gerakan Pramuka
KETIKA perang dunia pertama (28 Juli 1914-11 November 1918), keadaan genting membuat orang berpikir bahwa anak-anak muda harus disiapkan untuk menghadapi situasi tak menentu seperti kala itu. Syukur-syukur jika anak-anak muda bisa membantu keadaan genting yang ada di sekitarnya. Atas dasar pikiran tersebut Baden-Powel, seorang warga negeri Inggris mendirikan gerakan kepanduan 1 Agustus 1907. Catatannya atas kegiatan kepanduan tersebut ia bukukan dalam sebuah buku berjudul Scouting for Boy. Buku tersebut ternyata membangkitkan kesadaran gerakan kepanduan di dunia.
Di Indonesia secara resmi gerakan kepanduan ini masuk pada 1912 di Bandung melalui sebuah organisasi kepanduan yang diinisiasi oleh Pemerintah Hindia Belanda Bernama Nederlandesche Padvinders Organisatie (NPO) yang kemudian pada 1916 berubah menjadi Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV). Kata Pramuka sendiri dicetuskan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang berasal dari Bahasa Jawa 'Poromuko' yang berarti pasukan terdepan dalam perang. Secara resmi kata Pramuka adalah sebuah singkatan dari Praja Muda Karana yang berarti jiwa muda yang suka berkarya.
Gerakan pramuka yang berdasar pada kegiatan kepanduan dirasakan benar urgensinya sejak lama, bahkan sebelum bangsa ini Merdeka. Setelah Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV) berdiri, lalu berturut-turut muncul berbagai Gerakan kepanduan di Tanah Air, seperti Javaansche Padvinders Organisatie, Pandu Ansor, Padvinder Muhammadiyah (Hizbul Wathan), Nationale Padvinderij, Syarikat Islam Afdeling Pandu, Kepanduan Bangsa Indonesia, Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie, Pandu Indonesia, Padvinders Organisatie Pasundan, Pandu Kesultanan, El-Hilaal, Al Wathoni, Tri Darma (Kristen), Kepanduan Asas Katolik Indonesia, dan Kepanduan Masehi Indonesia.
Mereka menjadi penopang bagi survivalisme masyarakat atas keadaan yang ada. Tidak saja survival dalam konteks pasif bahkan untuk survival dalam konteks aktif. Organisasi-organisasi tersebut mewarnai jagad kepanduan sebelum semuanya menyatu dalam sebuah organisasi kepanduan Bernama Gerakan Pramuka yang diperingati hari kelahirannya pada 14 Agustus 1961. Jalan panjang gerakan kepanduan yang embrionya dimulai sejak tahun 1912.
Bahkan lebih jauh, gerakan kepanduan yang hadir memberikan kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk bangkit dari penjajahan dan mampu berdiri di atas kaki sendiri. Oleh karenanya gerakan-gerakan kepanduan saat itu banyak terlibat dalam gerakan kemerdekaan bangsa Indonesia dan bahkan menjadi cikal bakal bagi lahirnya tantara dan polisi di Indonesia.
Keadaan darurat bisa terjadi kapan saja dan bisa menimpa siapa saja. Apakah itu di bencana alam, bencana kemanusiaan, atau bahkan perang. Semua orang dapat mengalaminya tanpa terkecuali. Seringkali kesigapan secara mental dan pengetahuan teknis kita atas keadaan kedaruratan yang bisa saja terjadi akan menjadi penentu apakah kita dapat melewatinya atau tidak. Pramuka dibuat untuk menghadapi masa-masa itu. Masa-masa kedaruratan ini tentu bersifat lintas masa dan lintas tempat.
Gerakan pramuka mengambil inisiatif mempersiapkan mental mandiri yang tak tergantung pada alat yang kita gunakan sehari-hari, bisa membuat kemah dari barang seadanya, bisa mencari petunjuk arah tanpa kompas, dan bisa bertahan hidup tatkala persediaan makanan tak ada, dan kemampuan kemandirian lainnya. Kesemuanya diajarkan dalam Gerakan pramuka. Selain mengajarkan menyikapi keterbatasan, Pramuka juga terkenal dapat menggunakan alat-alat yang berkembang yang dibutuhkan pada masanya. Seperti Kompas, peralatan perkemahan, dan alat-alat lain yang berguna bagi kegiatan kepramukaan.
Saat ini, di masa di mana terdapat kecenderungan anak-anak sangat tergantung pada gadget, maka pramuka ini semakin terasa urgen untuk diberikan kepada para siswa sebagai jiwa kemandirian untuk berjaga-jaga jika semua alat-alat yang biasa digunakan tak lagi berfungsi. Sikap mental seperti ini penting agar generasi anak-anak kita tidak menjadi generasi strawberi yang kelihatan manis tapi rapuh dan mudah jatuh.
Pramuka dan Karakter Bangsa
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa gerakan kepanduan di Indonesia banyak melahirkan kesadaran atas masalah kebangsaan negeri ini dan sampai saat ini Pramuka mewarisi semangat tersebut melalui dua jenis kode kehormatan pramuka, yakni Satya Pramuka (Dwisatya dan Trisatya) dan Darma Pramuka (Dwidarma dan Dasadarma). Satya Pramuka berisikan janji anggota pramuka. Sedangkan Darma Pramuka berisikan tentang ketentuan moral.Kode Kehormatan Pramuka ini merupakan norma yang berlaku dalam kehidupan Pramuka dan menjadi standar tingkah laku pramuka di lingkungan masyarakat. Kode ini merupakan janji dan komitmen diri dalam pendidikan kepramukaan.
Jika karakter ini menjadi karakter komunal yang dimiliki oleh bangsa ini, tentu bangsa kita akan memiliki modal besar untuk terus maju bersama menjadi negara yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa ini, yaitu bangsa yang berkarakter yang berdiri sama tinggi dengan bangsa lain dan sebagai bangsa yang berani menegakkan keadilan dan menentang kedzaliman.
Menggagas Pramuka Masa Depan
Atas hal itu, Pramuka idealnya tak lagi menjadi rutinitas nirmakna apalagi hanya diartikan peraturan baris berbaris (PBB) yang tak lagi urgen kecuali Gerakan Pramuka dimaknai sebagai paramiliter sebuah negeri. Baris berbaris jikapun diadakan harusnya dipahami sebagai melatih kedisiplinan anggotanya. Sehingga kegiatan kepramukaan juga harus berkembang. Apa yang diajarkan pada masa lalu bisa jadi tak lagi cukup untuk diajarkan dalan Gerakan Pramuka.Atas hal ini, Pramuka harus memiliki fleksibilitas dan kontekstualisasi sehingga dapat menghindarkan para anggota Pramuka dari kejenuhan. Hanya saja, hal tersebut harus digali dengan lebih beragam lagi untuk kegiatan-kegiatan yang dibutuhnkan dalam konteks lokal, nasional hingga global. Tentu 'kurikulum kepramukaan' harus didesain secara komprehensif yang melibatkan para pengurus dan pemerhati Pramuka hingga para ahli pendidikan di Indonesia.
Gerakan Pramuka sendiri sudah membuktikan diri sebagai sebuah organisasi dinamis. Dasa darma Pramuka sendiri misalnya sebagai sebuah pedoman berprilaku bagi anggota Pramuka juga telah mengalami perubahan sebanyak empat kali. Sekali ia dibuat pada Orde Lama, dua kali pada masa Orde Baru, dan sekali pada masa reformasi.
Pramuka idealnya bermetamorfosis sebagai sikap literate atas perkembangan zaman. Para murid dalam kepramukaan juga harus mengembangkan sikap nasionalisme yang berakar pada budaya bangsa dan memiliki wawasan global secara bersamaan. Globalitas adalah sesuatu yang tak terhindarkan dan berpikir global adalah salah satu ciri khas Pramuka sejak awal mula berdirinya.
Kegiatan Pramuka pun mencerminkan bahwa kegiatan ini memiliki jejaring global yang baik untuk saling mengenal dan bertukar cerita tentang budaya masing-masing dengan kegiatan jambore internasional yang diadakan secara rutin misalnya. Gerakan pramuka bisa menjadi dialog kebudayaan untuk membangun peradaban yang lebih terbuka yang berasaskan keadilan, kesetaraan dan saling menghormati. Akhirnya, Pramuka haruslah menjadi gerakan yang mampu menciptakan generasi unggul, berwawasan global dan pembentuk karakter bangsa.
(abd)