Romo Magnis Ibaratkan Presiden Mirip Mafia Jika Gunakan Kekuasaan Untungkan Pihak Tertentu
loading...
A
A
A
Maka, kata Magnis, seorang presiden harus menjadi milik semua, bukan hanya milik para memilihnya. Kalaupun presiden berasal dari satu partai, maka seluruh tindakannya harus demi keselamatan semua pihak.
"Memakai kekuasaan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu membuat presiden menjadi mirip menjadi dengan pimpinan organisasi mafia. Di sini dapat diingatkan bahwa wawasan etis Presiden Indonesia dirumuskan dengan bagus dalam pembukaan UUD 1945," tegasnya.
Catatan lainnya, kata Magnis, bahwa seluruh proses, persiapan, pelaksanaan, serta pemastian hasil pemilu menjamin bahwa setiap warga dapat memilih apa yang mau dipilihnya. Serta hasil pemilu memang persis apa yang dipilih oleh para pemilihnya sendiri.
"Tujuh, kegawatan pelanggaran etika. Filosofi Immanuel Kant memperlihatkan bahwa masyarakat akan menaati pemerintah dengan senang apabila pemerintah bertindak atas dasar hukum yang berlaku, dan hukum yang berlaku adalah adil dan bijaksana. Apabila penguasa bertindak tidak atas dasar hukum dan tidak demi kepentingan seluruh masyarakat, melainkan memakai kuasanya untuk menguntungkan kelompok, kawan, keluarganya sendiri, motivasi masyarakat untuk menaati hukum akan hilang."
"Akibatnya, hidup dalam masyarakat tidak lagi aman. Negara hukum akan merosot menjadi negara kekuasaan dan mirip dengan wilayah kekuasaan sebuah mafia," pungkasnya.
Lihat Juga: PDIP Anggap Janggal Hakim PTUN Tak Menerima Gugatan Pencalonan Gibran: Kita Menang Dismissal
"Memakai kekuasaan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu membuat presiden menjadi mirip menjadi dengan pimpinan organisasi mafia. Di sini dapat diingatkan bahwa wawasan etis Presiden Indonesia dirumuskan dengan bagus dalam pembukaan UUD 1945," tegasnya.
Catatan lainnya, kata Magnis, bahwa seluruh proses, persiapan, pelaksanaan, serta pemastian hasil pemilu menjamin bahwa setiap warga dapat memilih apa yang mau dipilihnya. Serta hasil pemilu memang persis apa yang dipilih oleh para pemilihnya sendiri.
"Tujuh, kegawatan pelanggaran etika. Filosofi Immanuel Kant memperlihatkan bahwa masyarakat akan menaati pemerintah dengan senang apabila pemerintah bertindak atas dasar hukum yang berlaku, dan hukum yang berlaku adalah adil dan bijaksana. Apabila penguasa bertindak tidak atas dasar hukum dan tidak demi kepentingan seluruh masyarakat, melainkan memakai kuasanya untuk menguntungkan kelompok, kawan, keluarganya sendiri, motivasi masyarakat untuk menaati hukum akan hilang."
"Akibatnya, hidup dalam masyarakat tidak lagi aman. Negara hukum akan merosot menjadi negara kekuasaan dan mirip dengan wilayah kekuasaan sebuah mafia," pungkasnya.
Lihat Juga: PDIP Anggap Janggal Hakim PTUN Tak Menerima Gugatan Pencalonan Gibran: Kita Menang Dismissal
(kri)