Bivitri Susanti Minta Masyarakat Tak Termakan Narasi Pemilu Tidak Bisa Diulang

Senin, 01 April 2024 - 17:48 WIB
loading...
Bivitri Susanti Minta Masyarakat Tak Termakan Narasi Pemilu Tidak Bisa Diulang
Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Bivitri Susanti mengajak masyarakat untuk cerdas dalam membaca peristiwa hukum. Foto/Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Bivitri Susanti mengajak masyarakat untuk cerdas dalam membaca peristiwa hukum. Bivitri meminta masyarakat tidak termakan narasi yang menyebutkan pilpres tidak bisa diulang.

“Jangan terkunci oleh supaya war advokat di MK yang mulai mengatakan enggak mungkin KPU segera pemilu ulang. Kalau saya, ya, kalau berbicara keadilan substantif itu, janganlah kita dikerangkeng duluan oleh asumsi-asumsi,” kata Bivitri dalam acara diskusi bertajuk Arah Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Sengketa Pemilu Presiden 2024 di Jalan Cemara Nomor 19, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (1/4/2024).

“Kita bicara bukan enam minggu enam hari, lho, teman-teman. Enam bulan lagi, kok, 20 Oktober. Enggak ada yang mau presiden diperpanjang, enggak ada, tetap 20 Oktober kita akan melantik presiden baru. Enam bulan itu waktu yang cukup," sambung Bivitri dalam diskusi yang dihadiri juga oleh Guru Besar Bidang Hukum Prof. Romli Atmasasmita, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, dan Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat.





Bivitri menilai hukum acara sengketa Pilpres 2024 terkesan mengkerangkeng para pihak agar kebenaran substansif tidak terkuak. Menurutnya, hukum acara yang saat ini sulit bagi para pihak di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memaparkan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

"Menurut saya, kalau Mahkamah Konstitusi masih dikerangkeng oleh hukum acara, yang sebenarnya membatasi pencarian keadilan yang substantif, maka jawabannya tidak," kata Bivitri.

Bivitri mengetahui para pihak yang menggugat, yakni paslon urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD sedang mencari keadilan. Bivitri juga merasakan adanya kejahatan Pilpres 2024 yang bersifat TSM. Hukum acara yang ada dalam MK saat ini semakin sulit bagi para pihak untuk membuktikan itu.

"Jeruji itu salah satunya adalah waktu, pembatasan waktu. Yang implikasinya kepada pembatasan jumlah saksi, cari saksi diperiksa. Jadi, banyak implikasinya," jelas dia.

Menurut dia, sidang sengketa Pilpres 2024 hanya 14 hari, sedangkan untuk pileg 30 hari kerja. Dia mengingatkan pada Pilpres 2019, Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden sampai subuh.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1808 seconds (0.1#10.140)