Lebaran Fitri dan Keserakahan Kekuasaan

Minggu, 31 Maret 2024 - 11:59 WIB
loading...
A A A
Nietzsche mengatakan apakah manusia itu pada dasarnya tidak peduli terhadap kekuasaaan ataukah pada dasarnya suka berkuasa? Manusia pada dasarnya baik ataukah jahat? Nietzsche sepanjang kariernya mengeksplorasi gagasan tentang ‘kehendak untuk berkuasa’ (will to power), dan menurutnya kehendak untuk berkuasa, adalah energi atau dasar pendorong manusia untuk bertindak.

Dalam bukunya Thus Spoke Zarathustra, Nietzche menggunakan terminologi will to power sebagai konsep sentral untuk menjelaskan kenapa semua individu lebih senang memerintah daripada diperintah. Apa yang disampaikan Nietzche menurut saya bahwa semua individu, umumnya lebih senang dalam posisi superior dan memiliki kekuasaan yang bisa dimanfaatkan untuk memerintah orang lain, dan apa yang terjadi saat ini ketika ambisi dan keserakahan berkuasa ini tidak terkendali.

Dampak negatifnya dapat merugikan masyarakat dan sistem politik itu sendiri, yang kita lihat beberapa pemimpin menggunakan ambisi mereka untuk mencapai tujuan personal dengan tindakan yang tidak etis dan tidak bermoral.

Sebagai contoh, dalam banyak kasus dan terlihat dengan jelas oleh kasat mata, para pemimpin politik maupun pemerintahan yang ambisius cenderung mengabaikan prinsip-prinsip moral dan etika dalam upaya mencapai tujuan mereka, bahkan merubah regulasi ibaratnya saat puasa minum es cao atau dawet disaat adzan Maghrib berkumandang.

Mereka mungkin terlibat dalam praktik-praktik korupsi, nepotisme, atau penyalahgunaan kekuasaan demi memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok mereka atau bahkan yang lebih geli adalah keluarga mereka. Fenomena ini tidak hanya merugikan masyarakat secara umum, tetapi juga merusak fondasi moralitas dan kepercayaan publik terhadap institusi politik maupun pemerintahan.

Mawas diri

Lebaran fitri adalah momen yang penting dalam agama Islam di mana umat Muslim merayakan berakhirnya bulan Ramadan. Selain menyambut kemenangan pribadi dalam menahan diri dari makan, minum, dan hawa nafsu selama Ramadan, Lebaran juga menjadi waktu refleksi dan introspeksi diri.

Mawas diri dari kekuasaan dan keserakahan adalah nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam, termasuk selama bulan Ramadan dan perayaan Lebaran. Islam mengajarkan pentingnya mengendalikan hawa nafsu dan menghindari sifat-sifat serakah, terutama dalam konteks kekuasaan. Kekuasaan yang disalahgunakan atau digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok dapat mengganggu keseimbangan dan keadilan dalam masyarakat.

Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazali dalam kitabnya Al-Munqizh Min Al-Dhalal yang diterjemaahkan KH. R. Abdullah Bin Nuh dengan judul 'Tafakur Sesaat Lebih Baik Daripada Ibadah Setahun' mengatakan, sifat gila kedudukan dan harta takkan dapat dihilangkan hingga ke akar-akarnya kecuali dengan uzlah.

Yakni membebaskan diri dari segala yang akan mempengaruhinya. Dengan mawas diri dari kekuasaan dan keserakahan, umat Muslim khususnya para pemimpin diharapkan dapat menjalankan kehidupan yang lebih bermanfaat dan berkontribusi positif terhadap masyarakat.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1502 seconds (0.1#10.140)