Lebaran Fitri dan Keserakahan Kekuasaan

Minggu, 31 Maret 2024 - 11:59 WIB
loading...
Lebaran Fitri dan Keserakahan Kekuasaan
Salim Kandidat Doktor Sumberdaya Manusia Universitas Airlangga. Foto/istimewa
A A A
Salim
Kandidat Doktor Sumberdaya Manusia Universitas Airlangga

MAKNA lebaran fitri merupakan perayaan yang dilakukan oleh umat muslim yang sebagian besar penduduk Indonesia termasuk juga para pemimpinnya, di mana momen ini dijadikan ajang silahturahmi keluarga, kerabat untuk saling mengucap maaf dan berbagi kebahagiaan.

Sementara keserakahan kekuasaan merupakan dorongan yang kuat atau nafsu seseorang untuk mendapatkan, mempertahankan atau memperluas kekuasaan mereka atas orang lain, lantas apa kaitan kedua konsep tersebut?

Puasa memiliki tujuan utama adalah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Sang Pencipta, mengasah kedisiplinan diri, meningkatkan kesadaran sosial terhadap masyarakat kita yang masih berjibaku dengan kemiskinan dan kekurangannya dalam menjalankan kehidupan yang sejatinya kita senantiasa harus tolong menolong yang berakhir dengan kemenangan Idulfitri. Kaitannya dengan keserakahan kekuasaan adalah lebaran fitri lebih berkaitan dengan nilai-nilai spiritual, persaudaraan, dan kepedulian terhadap sesama.

Ini adalah saat yang tepat untuk memperkuat persahabatan, memperbaiki hubungan yang putus, dan meningkatkan kepedulian sosial. Seperti halnya dengan perayaan agama ada baiknya mengingatkan bahwa keserakahan kekuasaan dapat hadir di berbagai lapisan masyarakat termasuk dikalangan pemimpin pemerintahan maupun pemimpin agama.

Nabi Muhammad SAW mengingatkan umatnya agar tidak haus dengan kekuasaan dan harta agar tidak menjadi orang munafik. Karena dua hal tersebut dapat membahayakan diri dan orang lain. Keserakahan kekuasaan dalam konteks ini mencakup penyalahgunaan kekuasaan dengan kebebasan berkuasa.

Islam mengajarkan bahwa kebebasan berkuasa adalah bahwa para pemimpin hendaknya melihat dan memahami bahwa kekuasaan adalah amanat yang harus dijalankan dengan tanggung jawab dan keadilan, bukan hanya bisa mengendalikan dahaga dan lapar akan makanan dan minuman namun yang terpenting adalah menahan dahaga, lapar dan ketamakan, keserakahan atas kepemimpinan maupun kekuasaannya.

Ada apa dengan Keserakahan Kekuasaaan?

Sejarah perpolitikan bangsa kita yang kelam diwarnai curang maupun tidak jujur dari zaman kerajaaan maupun setelah terbebas dari belenggu penjajahan, ambisi, dan keserakahan seringkali menjadi dua kekuatan yang dominan dalam pergerakan pemimpin.

Ambisi, sebagai dorongan positif untuk meraih prestasi dan mencapai perubahan yang baik dapat menjadi kekuatan yang membangun. Namun kalau kita memahami apa yang disampaikan Friedrich Nietzsche, seorang filsuf asal Jerman, maka jawabannya mungkin bisa dipakai untuk menjelaskan realitas politik yang kini tengah terjadi di Tanah Air.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1248 seconds (0.1#10.140)