Todung Yakin Pemungutan Suara Ulang di Seluruh TPS Tak Ganggu Agenda Ketatanegaraan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua tim hukum pasangan capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Todung Mulya Lubis menyebut agenda ketatanegaraan tidak akan terganggu jika digelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) Indonesia.
Hal tersebut ditegaskan Todung membantah argumen anggota Tim Hukum Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan dalan persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2024).
"Dikatakan juga bahwa kalau kita tidak melantik Prabowo dan Gibran pada bulan Oktober itu mengganggu agenda ketatanegaraan," kata Todung kepada wartawan usai persidangan.
Todung melihat Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara pemilu juga telah merancang, pilpres 2 putaran, yang akan dilakukan pemungutan suara pada 26 Juni 2024. Oleh sebab itu, adanya PSU tak akan mengganggu proses pelantikan presiden dan wakil presiden.
"Lah waktu kita merencanakan pemilu dan pilpres kita kan merencanakan dua putaran, jadi tidak ada yang terganggu. Kalau dibikin dua putaran atau pun putar suara ulang, kita tetap bisa akan melantik pada bulan Oktober," ujarnya.
Ia menyebut pernyataan Otto soal agenda ketatanegaraan merupakan alasan yang tidak mendasar. "Jadi menurut saya ini alasan yang dicari-cari, alasan yang mengada-ada saya menolak alasan itu," ucapnya.
Untuk diketahui, dalam persidangan PHPU, Otto Hasibuan menyebut jabatan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin akan berakhir pada Oktober 2024. Jika sengketa PHPU Pilpres terus dipaksa oleh para pemohon, maka hal tersebut akan menimbulkan kekosongan jabatan presiden dan wakil presiden.
"Perlu dihindari adanya kekosongan kekuasaan barang sedetikpun, maka presiden dan wapres terpilih bedasarkan 2024 harus dilantik sebagai presiden dan wapres Indonesia," katanya dalam persidangan.
"Namun demikian bilamana perselisihan hasil pemilu kemudian tidak kunjung berakhir, sebagaimana yang dipaksakan oleh pemohon, maka bukan tidak mungkin agenda ketatanegaraan yang terpenting bagi bangsa dan negara Republik Indonesia akan terlewatkan," sambungnya.
Otto juga menyinggung petitum pemohon yang meminta agar Pilpres 2024 bisa dilakukan ulang tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan. "Bila mana tahapan pemilu akan diulang sebagaimana dikehendaki oleh pemohon, maka pemilu ulang yang demikian tidak pula ada landasan hukumnya, baik dalam undang undang dasar 1945, maupun dan UU Pemilu. Hal-hal semacam ini sangat penting menjadi bahan perhatian kita bersama dalam membangun bangsa negara," katanya.
Hal tersebut ditegaskan Todung membantah argumen anggota Tim Hukum Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan dalan persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2024).
"Dikatakan juga bahwa kalau kita tidak melantik Prabowo dan Gibran pada bulan Oktober itu mengganggu agenda ketatanegaraan," kata Todung kepada wartawan usai persidangan.
Todung melihat Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara pemilu juga telah merancang, pilpres 2 putaran, yang akan dilakukan pemungutan suara pada 26 Juni 2024. Oleh sebab itu, adanya PSU tak akan mengganggu proses pelantikan presiden dan wakil presiden.
"Lah waktu kita merencanakan pemilu dan pilpres kita kan merencanakan dua putaran, jadi tidak ada yang terganggu. Kalau dibikin dua putaran atau pun putar suara ulang, kita tetap bisa akan melantik pada bulan Oktober," ujarnya.
Ia menyebut pernyataan Otto soal agenda ketatanegaraan merupakan alasan yang tidak mendasar. "Jadi menurut saya ini alasan yang dicari-cari, alasan yang mengada-ada saya menolak alasan itu," ucapnya.
Untuk diketahui, dalam persidangan PHPU, Otto Hasibuan menyebut jabatan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin akan berakhir pada Oktober 2024. Jika sengketa PHPU Pilpres terus dipaksa oleh para pemohon, maka hal tersebut akan menimbulkan kekosongan jabatan presiden dan wakil presiden.
"Perlu dihindari adanya kekosongan kekuasaan barang sedetikpun, maka presiden dan wapres terpilih bedasarkan 2024 harus dilantik sebagai presiden dan wapres Indonesia," katanya dalam persidangan.
"Namun demikian bilamana perselisihan hasil pemilu kemudian tidak kunjung berakhir, sebagaimana yang dipaksakan oleh pemohon, maka bukan tidak mungkin agenda ketatanegaraan yang terpenting bagi bangsa dan negara Republik Indonesia akan terlewatkan," sambungnya.
Otto juga menyinggung petitum pemohon yang meminta agar Pilpres 2024 bisa dilakukan ulang tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan. "Bila mana tahapan pemilu akan diulang sebagaimana dikehendaki oleh pemohon, maka pemilu ulang yang demikian tidak pula ada landasan hukumnya, baik dalam undang undang dasar 1945, maupun dan UU Pemilu. Hal-hal semacam ini sangat penting menjadi bahan perhatian kita bersama dalam membangun bangsa negara," katanya.
(abd)