Todung Mulya Lubis: Puncak Hancurnya MK Ketika Putusan Usia Capres-Cawapres Dilahirkan

Rabu, 27 Maret 2024 - 16:21 WIB
loading...
Todung Mulya Lubis:...
Ketua Tim Hukum Capres-Cawapres Nomor Urut 3 Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengungkapkan puncak hancurnya Mahkamah Konstitusi (MK) ketika putusan Nomor 90 tentang batas usia Capres-Cawapres disahkan. Foto/Arif Julianto
A A A
JAKARTA - Ketua Tim Hukum Capres-Cawapres Nomor Urut 3 Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengungkapkan puncak hancurnya Mahkamah Konstitusi (MK) ketika putusan Nomor 90 tentang batas usia Capres-Cawapres disahkan. Todung mulanya mengungkapkan bahwa MK lahir sebagai anak kandung reformasi yang dimaksudkan untuk menjaga konstitusi (the guardian of the constitution) dan untuk mencegah terulangnya pelanggaran konstitusi yang dilakukan pada zaman pemerintahan Orde Baru.

“MK karenanya memiliki tempat dan peran sangat strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebelum reformasi tidak ada MK, yang ada adalah Mahkamah Agung. Tetapi sejarah membuktikan bahwa Mahkamah Agung telah dibajak oleh pemerintah,” kata Todung pada sidang Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (27/3/2024).

Todung juga mengutip pernyataan seorang ilmuwan, Sebastian Pompe, yang mempelajari mengenai Mahkamah Agung untuk disertasi doktoralnya menyimpulkan bahwa Mahkamah Agung telah dirobohkan. Disertasinya berjudul “The Collapse of the Supreme Court”, Mahkamah Agung roboh karena dirobohkan oleh kekuasaan dan dirobohkan juga oleh kondisi internal yang inkompeten dan korup.



“Pada awal reformasi reputasi Mahkamah Agung sudah jatuh ke titik nadir. MK didirikan untuk mengisi kekosongan dalam mengawal konstitusi. Karena itu MK disebut sebagai the guardian of the constitution,” kata Todung.

Todung pun mengatakan bahwa masyarakat menaruh harapan sangat tinggi terhadap MK. Bahkan, dalam 10 tahun pertama Mahkamah Konstitusi mendapatkan trust dari masyarakat bahwa MK akan mampu mengawal perjalanan bangsa, menegakkan supremasi hukum, demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme, dan keadilan.

Akan tetapi, kata Todung, MK secara bertahap mengalami kemunduran, bukan saja karena putusan-putusan yang mencederai rasa keadilan tetapi juga karena korupsi yang melibatkan hakim konstitusi termasuk ketuanya, Akil Mochtar. “Puncak dari robohnya dan hancurnya kredibilitas dan integritas MK terjadi ketika Putusan MK Nomor 90 dilahirkan, di mana nepotisme dan kolusi tampil secara telanjang di depan mata kita,” ujar Todung.

Saat itu, Ketua MK Anwar Usman yang merupakan paman dari Gibran Rakabuming Raka memutuskan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 kemudian dijatuhi sanksi pelanggaran etik oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK). “Di mana seorang paman yang menjabat sebagai Ketua MK berhasil melahirkan putusan yang melanggar hukum dan etika, memberikan karpet merah kepada keponakannya, Gibran Rakabuming Raka, untuk menjadi calon wakil presiden dari Prabowo Subianto,” kata Todung.

“Tak berlebihan kalau disebutkan bahwa MK telah berubah menjadi mahkamah yang memalukan, a sham institution seperti yang ditudingkan kepada Mahkamah Konstitusi Belarus,” pungkasnya.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1704 seconds (0.1#10.140)