Angka Perkawinan di Indonesia Menurun: Gak Bahaya Tah?!
loading...
A
A
A
Dalam pandangan masyarakat Indonesia umumnya, tidak ada keluarga tanpa rumah tangga, dan tidak ada rumah tangga tanpa perkawinan. Dengan kata lain perkawinan menjadi pintu gerbang utama untuk mengakses potret keluarga sebagai miniatur masyarakat yang tidak hanya one-way street (jalan satu arah).
Keluarga (family) menggambarkan unit terkecil dalam kehidupan sosial yang terjalin interaksi dan komunikasi secara harmonis, serta hidup sejahtera baik jasmani maupun rohani yang diperoleh secara halal dan legal. Halal dan legal adalah penciri keluarga Indonesia yang terbentuk dari ikatan perkawinan yang sah secara hokum dan agama.
Dalam administrasi kependudukan yang diterapkan di Indonesia, hampir mustahil unit keluarga tanpa ada dasar hubungan perkawinan. Hal ini tentu berbeda dengan kondisi di luar negeri yang membolehkan masyarakatnya membangun keluarga tanpa ikatan perkawinan.
Fenomena penurunan angka perkawinan akan berdampak pada ciri keluarga Indonesia ke depannya. Apakah masyarakat Indonesia ingin berkeluarga tanpa proses perkawinan?
Gak Bahaya Tah?!
Kekhawatiran timbulnya generasi keluarga baru Indonesia tanpa ikatan perkawinan merupakan sesuatu yang wajar. Pasalnya, dalam sepuluh tahun terakhir ini juga sedang booming isu seputar child-free dan childless yaitu pasangan yang mendeklarasikan tidak ingin punya anak.
Tak mustahil, kalau sudah menyatakan diri hidup tanpa anak maka buat apa melangsungkan perkawinan secara sah? Keluarga menjadi tidak penting dalam pandangan mereka. Faktor lainnya seperti kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kasus konflik rumah tangga dan perceraian juga memicu orang tidak tertarik melangsungkan perkawinan.
Berdasarkan fenomena yang kini terjadi di masyarakat itu diperlukan langkah-langkah konstruktif, yaitu: Pertama, mengampanyekan isu perkawinan secara proporsional. Sejauh ini kebanyakan yang dikampanyekan adalah stop menikah usia muda dengan narasi yang membuat ciut hati orang yang melihat dan membacanya. Sebaiknya ke depan dirubah menjadi kampanye pendewasaan usia perkawinan yang lebih moderat dan maslahat.
Kedua, kebijakan ketahanan keluarga tidak hanya dilakukan BKKBN akan tetapi diintegrasikan dalam semua program lembaga pemerintahan dari pusat sampai daerah, seperti halnya program kesetaraan gender yang menyasar ke semua lembaga pemerintahan.
Ketiga, pemerintah perlu menggandeng organisasi kemasyarakatan, lembaga adat dan sebagainya untuk merevitalisasi lembaga keluarga sebagai ciri khas ketimuran bangsa Indonesia.
Keluarga (family) menggambarkan unit terkecil dalam kehidupan sosial yang terjalin interaksi dan komunikasi secara harmonis, serta hidup sejahtera baik jasmani maupun rohani yang diperoleh secara halal dan legal. Halal dan legal adalah penciri keluarga Indonesia yang terbentuk dari ikatan perkawinan yang sah secara hokum dan agama.
Dalam administrasi kependudukan yang diterapkan di Indonesia, hampir mustahil unit keluarga tanpa ada dasar hubungan perkawinan. Hal ini tentu berbeda dengan kondisi di luar negeri yang membolehkan masyarakatnya membangun keluarga tanpa ikatan perkawinan.
Fenomena penurunan angka perkawinan akan berdampak pada ciri keluarga Indonesia ke depannya. Apakah masyarakat Indonesia ingin berkeluarga tanpa proses perkawinan?
Gak Bahaya Tah?!
Kekhawatiran timbulnya generasi keluarga baru Indonesia tanpa ikatan perkawinan merupakan sesuatu yang wajar. Pasalnya, dalam sepuluh tahun terakhir ini juga sedang booming isu seputar child-free dan childless yaitu pasangan yang mendeklarasikan tidak ingin punya anak.
Tak mustahil, kalau sudah menyatakan diri hidup tanpa anak maka buat apa melangsungkan perkawinan secara sah? Keluarga menjadi tidak penting dalam pandangan mereka. Faktor lainnya seperti kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kasus konflik rumah tangga dan perceraian juga memicu orang tidak tertarik melangsungkan perkawinan.
Berdasarkan fenomena yang kini terjadi di masyarakat itu diperlukan langkah-langkah konstruktif, yaitu: Pertama, mengampanyekan isu perkawinan secara proporsional. Sejauh ini kebanyakan yang dikampanyekan adalah stop menikah usia muda dengan narasi yang membuat ciut hati orang yang melihat dan membacanya. Sebaiknya ke depan dirubah menjadi kampanye pendewasaan usia perkawinan yang lebih moderat dan maslahat.
Kedua, kebijakan ketahanan keluarga tidak hanya dilakukan BKKBN akan tetapi diintegrasikan dalam semua program lembaga pemerintahan dari pusat sampai daerah, seperti halnya program kesetaraan gender yang menyasar ke semua lembaga pemerintahan.
Ketiga, pemerintah perlu menggandeng organisasi kemasyarakatan, lembaga adat dan sebagainya untuk merevitalisasi lembaga keluarga sebagai ciri khas ketimuran bangsa Indonesia.