MK Tegaskan Pilkada 2024 Harus Digelar November, PKB: Kalau Ada Upaya Lain Berarti Gugur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai Kebangkitan Bangsa ( PKB ) merespons Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak untuk memajukan jadwal pelaksanaan Pilkada 2024 . PKB menyebut apa yang menjadi pertimbangan MK itu sudah menjadi landasan hukum baru sehingga tidak bisa ada upaya lain untuk menggugurkannya.
"PKB menyikapi keputusan dari MK yang menurut kami sudah final dan mengikat. Artinya dengan fokus delik atau fokus isu yang sama menyangkut soal pelaksanaan (pilkada) dengan sendirinya gugur kalau ada upaya lain menyangkut soal apa yang sudah diputuskan oleh MK ini," kata Wakil Sekretaris Jenderal PKB Syaiful Huda, Senin (4/3/2024).
Huda menyebut bahwa putusan ini sesuai dengan harapan PKB bersama Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sejak awal tidak setuju bahwa pelaksanaan pilkada dimajukan pada bulan September. Hal itu merespons adanya inisiasi dari DPR untuk melakukan revisi Undang-Undang Pilkada.
"Ini perlu kami respons cepat karena situasinya DPR beberapa waktu yang lalu sudah menginisiasi revisi terkait dengan UU Pilkada yang ada dua substansi salah satu substansinya yang sudah disepakati oleh DPR yang waktu itu PKB Nasdem dan PKS pada posisi tidak setuju untuk dimajukannya pilkada pada bulan September," ujarnya.
PKB, kata Huda, menyiapkan langkah-langkah khusus dalam menyongsong Pilkada Serentak 2024. Salah satunya ialah untuk tetap mempersiapkan agenda perubahan sesuai dengan apa yang disongsong pada Pilpres 2024.
"PKB juga bersemangat, PKB juga membangun komitmen akan menjadi hajat pilkada serentak tahun 2024 ini sebagai strategi melanjutkan mengubah Indonesia terutama dari desa. Jadi tema kami menyangkut soal Pilkada ini adalah mengubah Indonesia dari daerah," tegasnya.
Diketahui, saat pengucapan Putusan Nomor 12/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK pada Kamis (29/2/2024), Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh mengatakan, mengingat pentingnya tahapan penyelenggaraan Pilkada 2024 yang telah ditentukan yang ternyata membawa implikasi terhadap makna keserentakan pilkada secara nasional, Mahkamah perlu menegaskan kembali berdasarkan Pasal 201 ayat (8) UU Pilkada yang menyatakan, "Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024".
Oleh karena itu, sambung Daniel, pilkada harus dilakukan sesuai dengan jadwal dimaksud secara konsisten untuk menghindari adanya tumpang tindih tahapan-tahapan krusial Pilkada Serentak 2024 dengan tahapan Pemilu 2024 yang belum selesai. Dengan kata lain, mengubah jadwal dapat mengganggu dan mengancam konstitusionalitas penyelenggaraan pilkada serentak.
"PKB menyikapi keputusan dari MK yang menurut kami sudah final dan mengikat. Artinya dengan fokus delik atau fokus isu yang sama menyangkut soal pelaksanaan (pilkada) dengan sendirinya gugur kalau ada upaya lain menyangkut soal apa yang sudah diputuskan oleh MK ini," kata Wakil Sekretaris Jenderal PKB Syaiful Huda, Senin (4/3/2024).
Huda menyebut bahwa putusan ini sesuai dengan harapan PKB bersama Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sejak awal tidak setuju bahwa pelaksanaan pilkada dimajukan pada bulan September. Hal itu merespons adanya inisiasi dari DPR untuk melakukan revisi Undang-Undang Pilkada.
"Ini perlu kami respons cepat karena situasinya DPR beberapa waktu yang lalu sudah menginisiasi revisi terkait dengan UU Pilkada yang ada dua substansi salah satu substansinya yang sudah disepakati oleh DPR yang waktu itu PKB Nasdem dan PKS pada posisi tidak setuju untuk dimajukannya pilkada pada bulan September," ujarnya.
PKB, kata Huda, menyiapkan langkah-langkah khusus dalam menyongsong Pilkada Serentak 2024. Salah satunya ialah untuk tetap mempersiapkan agenda perubahan sesuai dengan apa yang disongsong pada Pilpres 2024.
"PKB juga bersemangat, PKB juga membangun komitmen akan menjadi hajat pilkada serentak tahun 2024 ini sebagai strategi melanjutkan mengubah Indonesia terutama dari desa. Jadi tema kami menyangkut soal Pilkada ini adalah mengubah Indonesia dari daerah," tegasnya.
Diketahui, saat pengucapan Putusan Nomor 12/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK pada Kamis (29/2/2024), Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh mengatakan, mengingat pentingnya tahapan penyelenggaraan Pilkada 2024 yang telah ditentukan yang ternyata membawa implikasi terhadap makna keserentakan pilkada secara nasional, Mahkamah perlu menegaskan kembali berdasarkan Pasal 201 ayat (8) UU Pilkada yang menyatakan, "Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024".
Oleh karena itu, sambung Daniel, pilkada harus dilakukan sesuai dengan jadwal dimaksud secara konsisten untuk menghindari adanya tumpang tindih tahapan-tahapan krusial Pilkada Serentak 2024 dengan tahapan Pemilu 2024 yang belum selesai. Dengan kata lain, mengubah jadwal dapat mengganggu dan mengancam konstitusionalitas penyelenggaraan pilkada serentak.
(zik)