Hak Angket Selalu Ada dalam Sejarah Bangsa, Jubir TPN: Kenapa Sekarang Dinilai Salah?

Minggu, 03 Maret 2024 - 14:40 WIB
loading...
Hak Angket Selalu Ada dalam Sejarah Bangsa, Jubir TPN: Kenapa Sekarang Dinilai Salah?
Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud, Deddy Sitorus menyampaikan hak angket bukanlah bentuk drama yang menakutkan, Minggu (3/3/2024). Foto/DPR
A A A
JAKARTA - Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Deddy Sitorus menyampaikan hak angket bukanlah bentuk drama yang menakutkan. Terlebih, ia menilai, tidak perlu hak angket DPR di-framing seolah-olah seperti momok yang menakutkan, terlebih tentang Pemilu 2024.

Deddy menjelaskan, dirinya bingung atas banyaknya bentuk penolakan hak angket, yang terkesan menjadi ancaman menakutkan. Padahal sejatinya, hak angket sudah lumrah diajukan di tingkat parlemen DPR RI.

"Dalam sejarah bangsa ini dari zaman Bung Karno sudah ada hak angket tentang penggunaan devisa, itu tahun 50-an. Tapi sekarang ada framing seolah-olah hak angket ini sesuatu yang salah, bertentangan dengan konstitusi, bertentangan dengan nalar publik, dan sesuatu yang haram," kata Deddy, seperti dikutip Minggu (3/3/2024).



Deddy menjelaskan, hak angket sudah biasa digunakan dalam sejarah pemerintahan Indonesia sejak zaman pemerintahan Presiden Soekarno hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Semisal pada tahun 1950-an, ada hak angket tentang penggunaan devisa yang diajukan saat pemerintahan Presiden Soekarno.

"Kemudian pada zaman Presiden Soeharto, ada hak angket tentang Pertamina," ungkap Deddy dalam acara Indonesia Lawyers Club, pada Kamis (29/2/2024) yang mengangkat tema "Hak angket DPR Seampuh Apa: Bisakah Hak Angket Membatalkan Pemilu?

Kemudian, pada zaman pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), lanjut Deddy, ada hak angket tentang Bulog Gate dan Brunei Gate. Selanjutnya, di zaman pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri ada hak angket tentang Dana Nonbudgeter Bulog.

"Sementara itu, di zaman Presiden SBY tercatat ada banyak hak angket yang dilakukan DPR, antara lain hak angket tentang Pertamina, hak angket impor beras, hak angket penyelesaian kasus BLBI, hak angket DPT Pemilu Tahun 2009, hak angket Bank Century, serta hak angket tentang KPK pada tahun 2017," jelas Deddy.

Dia mengatakan, hak angket tentang penyelenggaraan Pemilu 2024 seharusnya tidak mendapat penolakan oleh partai peserta pemilu, bahkan pasangan calon (paslon) di Pilpres 2024.

"Ini disebabkan penyelenggaraan Pemilu 2024 menimbulkan banyak pertanyaan di masyarakat terkait berbagai kejanggalan dan kecurangan yang terjadi secara telanjang serta mudah diketahui melalui media sosial (medsos) dan media mainstream tanpa perlu melakukan investigasi," tutur Deddy.

Dia menuturkan bentuk kecurangan itu, antara lain terkait politisasi bansos, money politic, pengerahan aparat, intimidasi, quick count, hingga Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU yang error.

"Pertanyaan-pertanyaan ini yang membutuhkan hak angket agar bisa menyelidiki dan membuka persoalan. Mempercakapkan masalah ini dalam forum DPR melalui hak angket adalah hal yang konstitusional, meskipun saat ini yang sangat gerah justru orang yang di-framing menjadi pemenang Pemilu," tutup Deddy.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1494 seconds (0.1#10.140)