Hukum dan Kemanfaatannya bagi Manusia
loading...
A
A
A
Romli Atmasasmita
HUKUM melampaui batas peradaban manusia sejak diturunkannya para nabi utusan Tuhan Yang Maha Esa, Allah Subhanahu wa ta'ala, dengan tujuan membawa kebaikan dan menurunkan suri tauladan kepada manusia untuk hidup rukun damai dan saling mengasihi satu sama lain.
Manusia dilahirkan kemudian setelah para nabi tidak dimaksudkan untuk berbuat malapetaka bagi sesamanya dan hukum berada di tengah-tengah peradaban manusia, itu pun bertujuan agar kehidupan manusia di dunia memperoleh kedamaian, saling menghasihi satu sama lain-berperikemanusiaan dan hidup tidak dalam ketakutan dan kekurangan serta mencegah dan mengatasi penindasan sesame manusia satu sama lain.
Hukum di dunia dan di tingkatan peradaban manusia memiliki berbagai bentuk/jenis mulai dari hukuman rajam sampai mati dan hukuman pembatasan kemerdekaan bergerak selama waktu tertentu bahkan seumur hidupnya. Untuk tujuan apa hukum memberikan hukuman kepada manusia dalam kehidupan manusia di dunia?
Hukum yang baik dan benar bertujuan menjaga agar manusia hidup tertib dan teratur dan memperoleh kepastian akan kebebasan dan ketidakbebasannya dalam lingkup kehidupan sesama manusia lain untuk mempertahankan kehidupan bersama keluarganya di tengah-tengah kehidupan masyarakat lingkungannya. Peradaban manusia dicirikan dengan kehidupan yang diatur dengan dan oleh hukum yang dipercaya mampu mengaturnya dan hukum dianggap mampu mengatur kehidupan manusia karena ia disepakati manusia sebagai senjata yang ampuh sehingga manusia tidak saling membunuh, mencederai, dan membuat cacat secara fisik manusia sesamanya. Semakin ampuh karena hukum disertai dan dilengkapi sanksi atau hukuman bagi siapa saja yang melanggarnya, sanksi hukum(an) itu juga telah disepakati bersama oleh manusia lingkungannya.
Peradaban manusia purba, hukuman dijatuhkan dengan mengasingkan/mengucilkan dari lingkungan kehidupan masyarakatnya atau jika seseorang membunuh mati orang lain maka hukumannya adalah dibunuh di depan masyarakat umum agar anggota masyarakat lainnya takut berbuat yang sama.
Peradaban manusia sejak akhir abad 5 SM sampai saat ini telah mengenal hukum dunia yang dikenal di berbagai negara sesuai tingkat peradaban masyarakatnya dan bersamaan hal tersebut terjadi pertukaran hukum dan saling mengenal hukum masing-masing bangsa yang berdampak terhadap perkembangan kemajuan berpikir manusia mengenai hukum, fungsi, dan peranannya di dalam masyarakat.
Perkembangan pemikiran manusia tentang hukum kini telah beralih terutama pascaglobalisasi dunia dan kesepakatan masyarakat internasional mengenai pentingnya perlindungan Hak Asasi Manusia yang diadopsi Majelis Umum PBB pada Tahun 1966. Dari fungsi dan peranan hukum sebagai alat saja kekuasaan untuk mengatur kepentingannya mencapai tujuan yang dikehendakinya kepada fungsi dan peranan hukum sebagai sarana untuk mengatur, melindungi, dan membawa kemajuan pemikiran manusia untuk menjadikan kehidupan yang lebih baik daripada sebelumnya.
Bertolak dari perubahan pergeseran pemikiran dan cara pandang manusia sejak akhir abad 19 memasuki abad 20 dan abad 21, maka para ahli hukum, ahli sosiologi, dan ahli filsafat khususnya filsafat hukum sudah seharusnya ikut aktif memberikan pencerahan kepada masyarakat Indonesia terutama masyarakat yang tuna hukum sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kedudukan hukum yang sama di dalam mengisi kemerdekaan RI membangun bangsa dan negara melalui pandangan kritis dan objektif ikut aktif bersama pemerintah menggapai cita-cita mengisi kemerdekaan yang bertujuan keadilan sosial serta turut serta membangun keamanan dunia.
Jiwa hukum yang cocok dengan kondisi dan karakter sosial masyarakat Indonesia adalah bertolak dan bersandarkan pada Pancasila yang telah disepakati dan diakui oleh pendiri bangsa ini dan generasi selanjutnya sebagai filosofi bangsa Indonesia yang menghendaki kebebasan dari segala penindasan, kemiskinan dan ketakutandari dan karena implementasi kebijakan politik pemimpin-pemimpinnya.
Jiwa bangsa inilah yang sering kita dengar dan selalu diperdengarkan oleh para pemimpin bangsa, akan tetapi di saat yang sama hampir tidak pernah diwujudkan dengan baik dalam perkataan maupun perbuatan/sikap dan implementasi kebijakan negara. Contoh mutakhir tentang sidang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) tentang syarat batas usia calon presiden dan cawapres yang berakhir gaduh sampai saat ini. Selain itu, perlakuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas penerimaan permohonan pendaftaran capres dan cawapres yang belum final memenuhi syarat konstitusional, pernyataan presiden yang secara terang-terangan dan terbuka menyatakan bahwa seorang presiden boleh berkampanye tetapi mengabaikan ketentuan dalam UU Pemilu Tahun 2017 yang masih diperlukan syarat lain yaitu kewajiban untuk cuti dari dinas dan tidak menggunakan fasilitas negara, merupakan contoh diskriminasi perlakuan yang cenderung menyesatkan rakyat pemilih.
Contoh terakhir yang juga tidak kalah tragisnya adalah, Bawaslu mengumumkan bahwa proses penghitungan suara di 780 TPS harus dilakukan ulang dan 584 TPS harus dilakukan penghitungan susulan. Hal ini tidak akan terjadi jika penyelenggaraan penghitungan suara Pemilu 2024 berjalan lancar, bebas, rahasia, jujur, dan adil dan yang bertanggung jawab tidak hanya KPU, Bawaslu, dan KPPS semata-mata, akan tetapi juga Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kementerian yang tugas dan tanggung jawabnya membawahi kelancaran Pemilu 2024 . Qua Vadis Pemilu 2024?
HUKUM melampaui batas peradaban manusia sejak diturunkannya para nabi utusan Tuhan Yang Maha Esa, Allah Subhanahu wa ta'ala, dengan tujuan membawa kebaikan dan menurunkan suri tauladan kepada manusia untuk hidup rukun damai dan saling mengasihi satu sama lain.
Manusia dilahirkan kemudian setelah para nabi tidak dimaksudkan untuk berbuat malapetaka bagi sesamanya dan hukum berada di tengah-tengah peradaban manusia, itu pun bertujuan agar kehidupan manusia di dunia memperoleh kedamaian, saling menghasihi satu sama lain-berperikemanusiaan dan hidup tidak dalam ketakutan dan kekurangan serta mencegah dan mengatasi penindasan sesame manusia satu sama lain.
Hukum di dunia dan di tingkatan peradaban manusia memiliki berbagai bentuk/jenis mulai dari hukuman rajam sampai mati dan hukuman pembatasan kemerdekaan bergerak selama waktu tertentu bahkan seumur hidupnya. Untuk tujuan apa hukum memberikan hukuman kepada manusia dalam kehidupan manusia di dunia?
Hukum yang baik dan benar bertujuan menjaga agar manusia hidup tertib dan teratur dan memperoleh kepastian akan kebebasan dan ketidakbebasannya dalam lingkup kehidupan sesama manusia lain untuk mempertahankan kehidupan bersama keluarganya di tengah-tengah kehidupan masyarakat lingkungannya. Peradaban manusia dicirikan dengan kehidupan yang diatur dengan dan oleh hukum yang dipercaya mampu mengaturnya dan hukum dianggap mampu mengatur kehidupan manusia karena ia disepakati manusia sebagai senjata yang ampuh sehingga manusia tidak saling membunuh, mencederai, dan membuat cacat secara fisik manusia sesamanya. Semakin ampuh karena hukum disertai dan dilengkapi sanksi atau hukuman bagi siapa saja yang melanggarnya, sanksi hukum(an) itu juga telah disepakati bersama oleh manusia lingkungannya.
Peradaban manusia purba, hukuman dijatuhkan dengan mengasingkan/mengucilkan dari lingkungan kehidupan masyarakatnya atau jika seseorang membunuh mati orang lain maka hukumannya adalah dibunuh di depan masyarakat umum agar anggota masyarakat lainnya takut berbuat yang sama.
Peradaban manusia sejak akhir abad 5 SM sampai saat ini telah mengenal hukum dunia yang dikenal di berbagai negara sesuai tingkat peradaban masyarakatnya dan bersamaan hal tersebut terjadi pertukaran hukum dan saling mengenal hukum masing-masing bangsa yang berdampak terhadap perkembangan kemajuan berpikir manusia mengenai hukum, fungsi, dan peranannya di dalam masyarakat.
Perkembangan pemikiran manusia tentang hukum kini telah beralih terutama pascaglobalisasi dunia dan kesepakatan masyarakat internasional mengenai pentingnya perlindungan Hak Asasi Manusia yang diadopsi Majelis Umum PBB pada Tahun 1966. Dari fungsi dan peranan hukum sebagai alat saja kekuasaan untuk mengatur kepentingannya mencapai tujuan yang dikehendakinya kepada fungsi dan peranan hukum sebagai sarana untuk mengatur, melindungi, dan membawa kemajuan pemikiran manusia untuk menjadikan kehidupan yang lebih baik daripada sebelumnya.
Bertolak dari perubahan pergeseran pemikiran dan cara pandang manusia sejak akhir abad 19 memasuki abad 20 dan abad 21, maka para ahli hukum, ahli sosiologi, dan ahli filsafat khususnya filsafat hukum sudah seharusnya ikut aktif memberikan pencerahan kepada masyarakat Indonesia terutama masyarakat yang tuna hukum sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kedudukan hukum yang sama di dalam mengisi kemerdekaan RI membangun bangsa dan negara melalui pandangan kritis dan objektif ikut aktif bersama pemerintah menggapai cita-cita mengisi kemerdekaan yang bertujuan keadilan sosial serta turut serta membangun keamanan dunia.
Jiwa hukum yang cocok dengan kondisi dan karakter sosial masyarakat Indonesia adalah bertolak dan bersandarkan pada Pancasila yang telah disepakati dan diakui oleh pendiri bangsa ini dan generasi selanjutnya sebagai filosofi bangsa Indonesia yang menghendaki kebebasan dari segala penindasan, kemiskinan dan ketakutandari dan karena implementasi kebijakan politik pemimpin-pemimpinnya.
Jiwa bangsa inilah yang sering kita dengar dan selalu diperdengarkan oleh para pemimpin bangsa, akan tetapi di saat yang sama hampir tidak pernah diwujudkan dengan baik dalam perkataan maupun perbuatan/sikap dan implementasi kebijakan negara. Contoh mutakhir tentang sidang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) tentang syarat batas usia calon presiden dan cawapres yang berakhir gaduh sampai saat ini. Selain itu, perlakuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas penerimaan permohonan pendaftaran capres dan cawapres yang belum final memenuhi syarat konstitusional, pernyataan presiden yang secara terang-terangan dan terbuka menyatakan bahwa seorang presiden boleh berkampanye tetapi mengabaikan ketentuan dalam UU Pemilu Tahun 2017 yang masih diperlukan syarat lain yaitu kewajiban untuk cuti dari dinas dan tidak menggunakan fasilitas negara, merupakan contoh diskriminasi perlakuan yang cenderung menyesatkan rakyat pemilih.
Contoh terakhir yang juga tidak kalah tragisnya adalah, Bawaslu mengumumkan bahwa proses penghitungan suara di 780 TPS harus dilakukan ulang dan 584 TPS harus dilakukan penghitungan susulan. Hal ini tidak akan terjadi jika penyelenggaraan penghitungan suara Pemilu 2024 berjalan lancar, bebas, rahasia, jujur, dan adil dan yang bertanggung jawab tidak hanya KPU, Bawaslu, dan KPPS semata-mata, akan tetapi juga Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kementerian yang tugas dan tanggung jawabnya membawahi kelancaran Pemilu 2024 . Qua Vadis Pemilu 2024?
(zik)