Ganjar Kagumi Perjuangan Bung Hatta pada Pendidikan di Rumah Pengasingan Banda Neira
loading...
A
A
A
MALUKU - Calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo menjadi capres pertama yang berkunjung ke Banda Neira, pulau kecil di Maluku. Dalam kunjungannya, Ganjar menyempatkan diri bertandang ke rumah pengasingan Bung Hatta.
Di rumah pengasingan Wakil Presiden (Wapres) Pertama RI itu, Ganjar berkeliling ke komplek dan ruangan rumah. Termasuk ke ruang tamu dan ruang kerja, juga taman dan bangunan di bagian belakang.
Mantan Gubernur Jawa Tengah dua periode itu mengaku kagum karena dapat berkeliling di rumah pengasingan Bung Hatta, terutama karena dapat belajar perjuangan di bidang pendidikan dari Bapak Penggagas Koperasi Indonesia tersebut.
“Ini adalah tempat bersejarah, saat itu Bung Hatta diasingkan oleh penjajah. Dan ini masih ada bangku untuk sekolah anak-anak sekitar sini,” jelas Ganjar.
Ayah dari Muhammad Zinedine Alam Ganjar itu menyampaikan hal tersebut saat menemui bangunan yang berlokasi di bagian belakang rumah pengasingan Bung Hatta. Dirinya mendapati masih terdapat bangku-bangku kelas lengkap dengan papan tulis warga hitam. Konon, bangunan itu dijadikan sekolahan bagi warga sekitar oleh Bung Hatta.
“Luar biasa semangatnya. Tentu itu harus menjadi inspirasi dan semangat orang-orang sekarang bahwa pendidikan bagi Bung Hatta sangat penting,” ujar Ganjar.
Capres yang berpasangan dengan Mahfud MD itu semakin bersemangat dalam pembangunan pendidikan di Indonesia. Di dalam programnya, Ganjar berfokus memberikan akses pendidikan bagi warga miskin melalui program Satu Keluarga Miskin Satu Sarjana.
Selain itu, juga dengan Program Internet Gratis dan Merata sebagai media pendukung belajar bagi pelajar. “Saat itu Bung Hatta memberi akses bagi masyarakat, satu keluarga satu orang bisa sekolah di situ. Rasa-rasanya itu bagus untuk terus diterapkan saat ini,” tutur Ganjar.
Sekadar informasi, Pulau Banda Neira pernah menjadi pusat perdagangan pala dan fuli (bunga pala) dunia. Banda Neira menjadi satu-satunya pulau penghasil rempah-rempah bernilai tinggi hingga pertengahan abad ke-19. Itulah yang membuat bangsa Eropa kepincut untuk menguasai.
Pulau yang berpenduduk 14.000 jiwa itu juga dijadikan tempat pengasingan pejuang nasional pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Beberapa di antaranya Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, dan Cipto Mangunkusumo.
Di rumah pengasingan Wakil Presiden (Wapres) Pertama RI itu, Ganjar berkeliling ke komplek dan ruangan rumah. Termasuk ke ruang tamu dan ruang kerja, juga taman dan bangunan di bagian belakang.
Mantan Gubernur Jawa Tengah dua periode itu mengaku kagum karena dapat berkeliling di rumah pengasingan Bung Hatta, terutama karena dapat belajar perjuangan di bidang pendidikan dari Bapak Penggagas Koperasi Indonesia tersebut.
“Ini adalah tempat bersejarah, saat itu Bung Hatta diasingkan oleh penjajah. Dan ini masih ada bangku untuk sekolah anak-anak sekitar sini,” jelas Ganjar.
Ayah dari Muhammad Zinedine Alam Ganjar itu menyampaikan hal tersebut saat menemui bangunan yang berlokasi di bagian belakang rumah pengasingan Bung Hatta. Dirinya mendapati masih terdapat bangku-bangku kelas lengkap dengan papan tulis warga hitam. Konon, bangunan itu dijadikan sekolahan bagi warga sekitar oleh Bung Hatta.
“Luar biasa semangatnya. Tentu itu harus menjadi inspirasi dan semangat orang-orang sekarang bahwa pendidikan bagi Bung Hatta sangat penting,” ujar Ganjar.
Capres yang berpasangan dengan Mahfud MD itu semakin bersemangat dalam pembangunan pendidikan di Indonesia. Di dalam programnya, Ganjar berfokus memberikan akses pendidikan bagi warga miskin melalui program Satu Keluarga Miskin Satu Sarjana.
Selain itu, juga dengan Program Internet Gratis dan Merata sebagai media pendukung belajar bagi pelajar. “Saat itu Bung Hatta memberi akses bagi masyarakat, satu keluarga satu orang bisa sekolah di situ. Rasa-rasanya itu bagus untuk terus diterapkan saat ini,” tutur Ganjar.
Sekadar informasi, Pulau Banda Neira pernah menjadi pusat perdagangan pala dan fuli (bunga pala) dunia. Banda Neira menjadi satu-satunya pulau penghasil rempah-rempah bernilai tinggi hingga pertengahan abad ke-19. Itulah yang membuat bangsa Eropa kepincut untuk menguasai.
Pulau yang berpenduduk 14.000 jiwa itu juga dijadikan tempat pengasingan pejuang nasional pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Beberapa di antaranya Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, dan Cipto Mangunkusumo.
(cip)