Konsumsi Melonjak, BPOM Kawal Pengembangan Jamu dan Obat Herbal

Selasa, 11 Agustus 2020 - 13:34 WIB
loading...
Konsumsi Melonjak, BPOM...
Pembuatan jamu tradisional di dapur umum di halaman Kantor Pemerintah Kota Surabaya. Foto: dok.SINDOnews/Ali Masduki
A A A
JAKARTA - Belum ditemukannya obat atau vaksin Covid-19 mendorong masyarakat jamu sebagai salah satu upaya pencegahan. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengungkapkan, kebutuhan jamu melonjak selama masa pandemi Covid-19.

Hal ini terjadi seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya meningkatkan imunitas tubuh. Fenomena ini menjadi peluang untuk pengembangan produk herbal Indonesia yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, label dan iklan.

“Badan POM mengawal pengembangan obat herbal, terutama produk yang diperlukan untuk memelihara daya tahan tubuh selama pandemi. Badan POM memberikan pendampingan bagi para peneliti dan pelaku usaha sejak penyusunan protokol uji hingga pelaksanaan uji klinik sesuai good clinical practice agar menghasilkan data klinik yang valid dan kredibel,” jelas Penny dalam diskusi daring, Senin (10/8/2020).

(Baca: Jokowi Tinjau Fasilitas Produksi dan Pelaksanaan Uji Klinis Vaksin Covid-19)

Saat ini, BPOM tengah mendampingi delapan penelitian produk herbal untuk penanggulangan Covid-19. Penelitian ini melibatkan instansi terkait, rumah sakit, perguruan tinggi, asosiasi profesi, dan industri. Sinergi tersebut diharapkan akan mempercepat hilirisasi penelitian produk herbal menjadi produk komersial untuk dimanfaatkan oleh masyarakat.

Penny menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai upaya dalam rangka mendukung kemudahan berusaha dan pengembangan obat tradisional. Termasuk melakukan relaksasi dan percepatan perizinan pada masa sebelum pandemi.

“Pada masa pandemi, registrasi prioritas diberikan untuk perizinan obat tradisional dan suplemen kesehatan dengan klaim memelihara daya tahan tubuh. Dari Januari hingga Juli 2020, telah diterbitkan izin edar untuk 178 obat tradisional, 3 fitofarmaka, dan 149 suplemen kesehatan lokal dengan khasiat membantu memelihara daya tahan tubuh,” terang dia.

(Baca: Tingkatkan Pengawasan, BPOM Targetkan 33 Sentra Farmakovigilans Aktif pada 2022)

Meningkatnya kebutuhan jamu ini disinyalir telah dimanfaatkan oleh beberapa oknum tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan hoaks dan informasi menyesatkan terkait penggunaan obat herbal. Belakangan, banyak oknum yang mengklaim produk buatannya dapat menangkal bahkan menyembuhkan pasien COVID-19.

Penny menilai, informasi keliru tersebut jelas merugikan masyarakat. Karena itu, pihaknya telah menempuh berbagai langkah, antara lain dengan menindak oknum penyebar hoaks, melakukan edukasi baik daring maupun tatap muka, hingga penyebaran infografis di berbagai media sosial.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1777 seconds (0.1#10.140)