Atikoh Ganjar Ungkap Pengalaman Hidupnya terkait Kemandirian Perempuan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Istri calon presiden (Capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo, Siti Atikoh Suprianti , berbicara kemampuan dan kekuatan seorang perempuan. Hal ini disampaikannya dalam acara curhat perempuan bersama Bunda Atikoh Ganjar dan Bunda Novita Hardini di Alun-Alun Trenggalek, Senin (18/12/2023) malam.
Saat itu Novita menanyakan soal bagaimana menjadi sosok yang cerdas dan bertalenta seperti dirinya saat ini dan menjadi pendamping Ganjar.
Istri Bupati Trenggalek itu pun juga menanyakan cara mendidik Muhammad Zinedine Alam Ganjar, yang dikenal juga sebagai sosok muda yang tak kalah cerdasnya.
Atikoh pun menjawab seraya mengingatkan, dirinya tak luput dari kekurangan. Dia menuturkan, setiap capaian yang dilalui karena proses pembelajaran, realita yang dihadapi, adaptasi, dan pengaturan.
Atikoh menerangkan, kehidupan ini bagai naik sepeda. Kadang rodanya bisa di atas tapi bisa juga berada di bawah, sehingga agar tak jatuh maka perlu dikayuh.
Pengalaman hidupnya yang berkesan adalah ketika ibunda tercinta, kakak sulung, serta ayahnya meninggalkan dunia selama-lamanya dalam waktu berdekatan, membuatnya kehilangan tulang punggung keluarga.
"Ini yang membalikkan kita menjadi sosok yang mental pejuang. Mulai saat itu saya mengatakan, saya menjadi perempuan harus mandiri," cerita Atikoh.
Ketidaktahuan akan masa depan, lanjut dia, membuatnya harus tetap menjadi diri sendiri dan terus bekerja, meskipun anak masih kecil dan suami sudah bekerja.
"Perempuan itu kan perannya banyak sekali. Banyak sekali, bagaimana menjadi diri sendiri, kemudian menjadi pendamping suami, bagaimana kita bisa mensupport suami tetap dalam bekerja, dalam tanggung jawabnya sebagai seorang suami dan anggota masyarakat, belum lagi tanggung jawab kita menjadi sosok sosial," ungkap Atikoh.
Bahkan, ketika sudah menikah, dia tetap tak putus sekolah. Yang menarik, Atikoh kala itu bekerja sebagai ASN dan ada peluang untuk meraih beasiswa ke luar negeri. Ganjar sebagai suami, lanjut dia, mendukung dirinya bahkan hingga berangkat ke Jepang untuk bisa menuntut ilmu ke Tokyo University.
"Awalnya waktu mau diberangkat ke Jepang, saya mau mengundurkan diri (membatalkan beasiswanya) karena Alam masih kecil, masih TK. Tapi justru Mas Ganjar (yang meminta untuk tidak dibatalkan)," ungkap Atikoh.
"Ini kalau kita mau memperdayakan perempuan, tidak bisa hanya diperjuangkan perempuan. Tetapi, laki-laki yang memiliki perspektif gender itu sangat penting. Karena laki-laki itu mitra," sambungnya.
Sebab itu, penting bagi perempuan untuk terdidik. Pasalnya, orang tua itu sebagai madrasah pertama untuk anak dengan kemampuan yang dimiliki. "Karena menjadi orang tua itu pembelajaran seumur hidup. Learning by doing," tutur Atikoh.
Novita pun menimpali, jika ingin mendidik bangsa, melahirkan anak-anak yang berkualitas tanpa peran perempuan.
"Kita tidak mungkin mendidik bangsa, melahirkan anak-anak yang berkualitas kalau orang tua tidak cakap dalam keterampilan dan pengetahuan," ungkap Novita.
Karenanya, demi mempersiapkan keluarga yang baik, maka orang tua harus terlebih dahulu terdidik. Sehingga dalam program pendidikan yang ditawarkan Ganjar-Mahfud, ada program wajib belajar 12 tahun. Bahkan ada satu keluarga satu sarjana, bagi mereka yang tidak mampu.
Lihat Juga: Menteri Rosan Harap Investasi ke Indonesia Meningkat usai Donald Trump Menangi Pilpres AS 2024
Saat itu Novita menanyakan soal bagaimana menjadi sosok yang cerdas dan bertalenta seperti dirinya saat ini dan menjadi pendamping Ganjar.
Istri Bupati Trenggalek itu pun juga menanyakan cara mendidik Muhammad Zinedine Alam Ganjar, yang dikenal juga sebagai sosok muda yang tak kalah cerdasnya.
Atikoh pun menjawab seraya mengingatkan, dirinya tak luput dari kekurangan. Dia menuturkan, setiap capaian yang dilalui karena proses pembelajaran, realita yang dihadapi, adaptasi, dan pengaturan.
Atikoh menerangkan, kehidupan ini bagai naik sepeda. Kadang rodanya bisa di atas tapi bisa juga berada di bawah, sehingga agar tak jatuh maka perlu dikayuh.
Pengalaman hidupnya yang berkesan adalah ketika ibunda tercinta, kakak sulung, serta ayahnya meninggalkan dunia selama-lamanya dalam waktu berdekatan, membuatnya kehilangan tulang punggung keluarga.
"Ini yang membalikkan kita menjadi sosok yang mental pejuang. Mulai saat itu saya mengatakan, saya menjadi perempuan harus mandiri," cerita Atikoh.
Ketidaktahuan akan masa depan, lanjut dia, membuatnya harus tetap menjadi diri sendiri dan terus bekerja, meskipun anak masih kecil dan suami sudah bekerja.
"Perempuan itu kan perannya banyak sekali. Banyak sekali, bagaimana menjadi diri sendiri, kemudian menjadi pendamping suami, bagaimana kita bisa mensupport suami tetap dalam bekerja, dalam tanggung jawabnya sebagai seorang suami dan anggota masyarakat, belum lagi tanggung jawab kita menjadi sosok sosial," ungkap Atikoh.
Bahkan, ketika sudah menikah, dia tetap tak putus sekolah. Yang menarik, Atikoh kala itu bekerja sebagai ASN dan ada peluang untuk meraih beasiswa ke luar negeri. Ganjar sebagai suami, lanjut dia, mendukung dirinya bahkan hingga berangkat ke Jepang untuk bisa menuntut ilmu ke Tokyo University.
"Awalnya waktu mau diberangkat ke Jepang, saya mau mengundurkan diri (membatalkan beasiswanya) karena Alam masih kecil, masih TK. Tapi justru Mas Ganjar (yang meminta untuk tidak dibatalkan)," ungkap Atikoh.
"Ini kalau kita mau memperdayakan perempuan, tidak bisa hanya diperjuangkan perempuan. Tetapi, laki-laki yang memiliki perspektif gender itu sangat penting. Karena laki-laki itu mitra," sambungnya.
Sebab itu, penting bagi perempuan untuk terdidik. Pasalnya, orang tua itu sebagai madrasah pertama untuk anak dengan kemampuan yang dimiliki. "Karena menjadi orang tua itu pembelajaran seumur hidup. Learning by doing," tutur Atikoh.
Novita pun menimpali, jika ingin mendidik bangsa, melahirkan anak-anak yang berkualitas tanpa peran perempuan.
"Kita tidak mungkin mendidik bangsa, melahirkan anak-anak yang berkualitas kalau orang tua tidak cakap dalam keterampilan dan pengetahuan," ungkap Novita.
Karenanya, demi mempersiapkan keluarga yang baik, maka orang tua harus terlebih dahulu terdidik. Sehingga dalam program pendidikan yang ditawarkan Ganjar-Mahfud, ada program wajib belajar 12 tahun. Bahkan ada satu keluarga satu sarjana, bagi mereka yang tidak mampu.
Lihat Juga: Menteri Rosan Harap Investasi ke Indonesia Meningkat usai Donald Trump Menangi Pilpres AS 2024
(maf)