Jadi Ketua Komisi III, KPK Tetap Usut 2 Kasus terkait Kahar Muzakir

Selasa, 30 Januari 2018 - 08:38 WIB
Jadi Ketua Komisi III, KPK Tetap Usut 2 Kasus terkait Kahar Muzakir
Jadi Ketua Komisi III, KPK Tetap Usut 2 Kasus terkait Kahar Muzakir
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi ‎(KPK) tetap mengusut dua kasus yang diduga ada dugaan keterlibatan Kahar Muzakir meski dirinya kini menjabat sebagai Ketua Komisi III DPR.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, ‎pihaknya menghormati terpilih dan dilantikanya Kahar Muzakir sebagai Ketua Komisi III DPR pada Rabu (24/1/2018) lalu. Dia mengungkapkan, memang kalau dilihat nama Kahar ada keterkaitannya dengan dua kasus yang ditangani KPK.

Pertama, kasus PON XVIII Riau tahun 2012 sehubungan dengan pengajuan ke DPR untuk peningkatan dan penambahan anggaran PON sebesar Rp290 miliar dari APBN Perubahan 2012. Para pelakunya ada yang sudah diputus bersalah dan putusannya sudah berkekuatan hukum tetap (inkract).‎

Kedua, kasus dugaan suap penyusunan dan pengajuan anggaran satelit monitoring dan drone Badan Keamanan Laut (Bakamla) dari APBN Perubahan 2016 yang dibahas di DPR. "Penanganan perkara di KPK tentu tetap akan terus berjalan. Fakta-fakta yang muncul di persidangan selalu dicermati," tegas Febri saat dikonfirmasi, Senin (29/1/2018)‎

Mantan pegawai fungsional Direktorat Gratifikasi KPK ini membeberkan, dalam konteks lebih luas khususnya penanganan perkara di KPK tidak pernah melihat posisi seseorang. KPK tetap berjalan secara proporsional dan pada koridor hukum. Keterpilihan Kahar menjadi Ketua Komisi III DPR tidak akan dicampuri KPK.

‎"Pemilihan unsur pimpinan DPR ataupun komisi dan fraksi itu menjadi domain DPR. Sedangkan untuk penanganan perkara tetap berjalan di koridor hukum. Kita posisikan saja secara proporsional," tegasnya.

Febri mengaku belum mendapatkan informasi apakah KPK di era pimpinan KPK periode 2015-2019 di bawah komando Agus Rahardjo pernah membahas tentang perkara suap PON Riau yang sudah ada terpidana dan eks terpidana (bebas). Karena secara spesifik bagaimana perkembangan dan posisi kelanjutan perkara tersebut belum bisa disampaikan.

Tapi Febri menjaminkan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani perkara suap PON Riau sudah pernah menyampaikan analisis ke pimpinan KPK. "Prinsip dasarnya tentu penanganan perkara berjalan terpisah dengan proses politik. Ini berlaku untuk semua, tidak spesifik pada orang-orang tertentu. Pembahasan sejumlah kasus-kasus lama dilakukan dalam bentuk evaluasi dan berdasarkan analisis dari JPU," ungkap Febri.

Dia menambahkan, untuk kasus suap yang terjadi di Bakamla memang saat ini KPK mulai fokus menelusuri dan mendalami tentang proses penggarap satelit monitoring dan drone di DPR pada 2016. Bahkan sejak beberapa bulan lalu sudah ada penyelidikan baru terkait hal tersebut.

"Di kasus Bakamla, pengembangan (pada tahap penyelidikan) sedang dilakukan, terutama untuk aspek penganggaran," ucapnya.

Berdasarkan keterangan para saksi, terpidana, dan mantan terpidana kasus suap PON Riau di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Provinsi bahwa ada bantuan pengurusan penambahan dan peningkatan anggaran PON Riau 2012 dari APBN Perubahan 2012 sebesar Rpp290 miliar.

Keterangan para saksi terpidana, dan eks terpidana juga tercantum surat tuntutan yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK dan putusan yang diputusan majelis hakim.

Dalam fakta persidangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru serta pertimbangan surat tuntutan dan putusan juga tertuang bahwa dalam proses tersebut Kahar juga meminta disediakan uang 'gondrong' atau uang 'jenggot' yang bermakna uang dollar Amerika Serikat. Akhirnya ada realisasi USD1,05 juta (setara Rp9 miliar saat itu) untuk Kahar. Saat suap PON Riau bergulir, Kahar merupakan anggota Komisi X DPR.

Kahar sebelumnya sudah membantah terlibat dalam suap PON Riau, apalagi sampai meminta dan menerima uang.‎

Untuk kasus dugaan suap satelit monitoring dan drone Bakamla tahun anggaran 2016, nama Kahar Muzakir muncul dalam pesan WhatsApp dari anggota Komisi I DPR sekaligus Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta Fayakhun Andriadi ke Managing Director PT Rohde & Schwarz Indonesia Erwin S Arif tertanggal 30 April 2016.

‎Pesan WA tersebut sudah dibuka JPU pada KPK dan dikonfirmasi ke Erwin S Arif dalam persidangan Nofel Hasan selaku kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla, di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (24/1/2018).

Nama Kahar pernah dimunculkan persidangan terdakwa yang kini menjadi terpidana yakni pemberi suap pemilik dan pengendali PT Meria Esa dan PT Melati Technofo Indonesia (MTI) ‎Fahmi Darmawansyah alias Emi (divonis 2 tahun 8 bulan)‎ dan ‎pemberi suap keponakan Emi yang juga pegawai Bagian Operasional Merial Esa Muhammad Adami Okta (divonis 1 tahun 6 bulan), di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Mei 2017.

Fahmi Darmawansyah elias Emi saat diperiksa sebagai terdakwa pada 2017 silam memastikan bahwa Emi pernah mengubungi Kahar Muzakir selaku Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR saat itu. Emi meminta tolong Kahar untuk bisa membuka anggaran drone yang masih dibintangi. Pasalnya, mintra Banggar yakni Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Kemudian untuk kepentingan, Emi tidak langsung bertemu Kahar. Emi mengutus tiga orang yakni Arif, Tamam, dan Danang Sri Radityo (pegawai PT Melati Technofo Indonesia, pernah ditangkap KPK saat OTT bersama Adami dkk). Permintaan bantuan Emi ke Kahar dilakukan karena keduanya sama-sama punya background pernah di Himpunan Mahasiswa Islam.

"Saya coba ke Pak Kahar, Ketua Banggar. Karena mitranya Departemen Keuangan. Tanya (ke Kahar) ini kok ada tanda bintang, minta tolong ini ada masalah apa kok udah menang tender anggarannnya dibintangi. Beliau (Kahar) background-nya HMI sama kayak saya, saya minta orang HMI juga," tegas Emi di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu, 3 Mei 2017 lalu.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5650 seconds (0.1#10.140)