Memastikan Calon Kepala Daerah Tak Gagap Digital

Sabtu, 16 Desember 2017 - 08:59 WIB
Memastikan Calon Kepala Daerah Tak Gagap Digital
Memastikan Calon Kepala Daerah Tak Gagap Digital
A A A
Husni Arifin
Penulis Lepas, Berminat pada Isu Industri Digital

PENETRASI
perusahaan-perusahaan layanan berbasis digital semakin meluas. Sebagai contoh, dalam hitungan 2-3 tahun terakhir layanan ojek online telah menguasai Jabodetabek dan kini secara cepat masuk ke kota-kota yang menjadi ibukota provinsi. Bahkan, di Jawa, mereka juga telah merambah kota/kabupaten. Sementara itu, layanan berbasis digital model e-commerce sudah pasti lebih cepat penetrasi ke daerah karena tanpa perlu hadir secara fisik ke setiap daerah. Konsumen di mana saja bisa secara mudah membeli barang melalui website atau aplikasi.

Seperti kita tahu, penetrasi berbagai layanan berbasis teknologi digital ke pelosok daerah ini tidak selalu tanpa hambatan. Penentangan hampir selalu terjadi. Maklum saja, kehadirannya juga mengancam pelaku usaha sejenis di daerah yang selama ini sudah sangat eksis. Pelaku usaha ojek tradisional, angkot, juga taksi lokal menjadi terancam oleh ojek online. Perselisihan pun terjadi. Hal ini pernah ramai saat ojek online pertama kali hadir di Jabodetabek.

Saat kondisi di Jabodetabek sudah semakin kondusif, kini perselisihan serupa terjadi di berbagai daerah. Bahkan sejumlah pemerintah daerah mengakomodir tuntutan untuk melarang ojek online. Pejabat setempat menyatakan sepakat bahwa kehadiran ojek online berpotensi memunculkan persoalan di daerahnya. Akhirnya, ojek online beroperasi secara kucing-kucingan karena warga justru memilih mereka.

Penetrasi layanan-layanan berbasis digital merupakan suatu keniscayaan. Tak bisa ditolak karena infrastrukturnya sangat memungkinkan, selain itu pasar juga membutuhkannya. Bagaimanapun juga era telah berganti seiring dengan regenerasi warga. Kaum milenial kini semakin menjadi kelompok produktif dan tak lama lagi akan menjadi penopang utama ekonomi masyarakat. Para milenial ini tumbuh bersama gadget dan piranti berteknologi digital lainnya, sehingga lebih terbiasa dan membutuhkan sarana digital sebagai penunjang aktivitasnya sehari-hari.

Perkembangan teknologi digital yang saat ini terjadi merupakan bagian dari perkembangan peradaban. Karena itu terlalu naif bagi siapapun termasuk pemerintah daerah untuk bisa menghadang atau menghalang-halangi jika hanya sekadar untuk mengakomodir kepentingan-kepentingan sesaat, misalnya menyenangkan kelompok warga agar mereka memberikan dukungan di pilkada mendatang. Sikap menghalangi perkembangan teknologi itu justru bisa menjerumuskan warga.

Karena sungguh akan sia-sia untuk melawan perkembangan teknologi, maka sebaiknya pemerintah daerah menyiapkan warganya untuk mampu beradaptasi dengan perubahan zaman yang terjadi. Hal ini pula yang saat ini sedang dilakukan oleh para pelaku bisnis di berbagai bidang. Mereka sadar, jika melawan maka bisnisnya akan mati. Satu-satunya jalan agar setidaknya bisa bertahan adalah beradaptasi dengan melakukan transformasi bisnis ke arah digital.

Berangkat dari berbagai persoalan yang muncul sebagai dampak perkembangan teknologi digital terhadap masyarakat seperti yang tersebut di atas, kini sangat perlu bagi publik untuk memastikan kepekaan kepala daerah atas perkembangan yang terjadi ini. Untuk itu, bertepatan dengan masa menjelang pemilihan kepala daerah tahun depan, maka publik perlu memastikan siapa pun yang menjadi kepala daerah harus memiliki rencana terkait isu ini.

Setidaknya, para calon kepala daerah harus memiliki rencana mengenai, pertama, bagaimana menyiapkan warganya menghadapi era digital. Termasuk dalam menyiapkan itu adalah melakukan edukasi membangun kesadaran warga atas apa yang saat ini terjadi. Mengenai mengapa ada ojek online, toko online, bayar ini itu juga online, media sosial, dan lain-lain.

Selain itu juga mengidentifikasi potensi-potensi dampak penetrasi teknologi digital pada warganya, baik dampak buruk atau sebaliknya manfaat yang bisa diambil. Hal ini misal terkait dengan keberadaan tukang ojek, angkutan kota, UKM, pasar tradisonal, hotel, petani/nelayan, dan lain-lain. Bagaimana pula pengaruh pada anak-anak dan remaja usia sekolah, juga bagi lingkungan sosial.

Dengan memiliki data yang cukup di atas, maka pemerintah daerah bisa menyusun rencana bagaimana membuat warganya mampu beradaptasi. Misalnya dengan menyelenggarakan pelatihan-pelatihan pemanfaatan teknologi digital untuk berbagai sektor produktif dan sosial. Untuk hal ini, pemerintah daerah juga sebaiknya memiliki rencana terkait penyiapan materi edukasi yang relevan bagi warganya.

Kedua, menyiapkan berbagai infrastruktur digital yang perlu. Infrastruktur di sini bisa dengan mencontoh dengan yang tersedia di dalam program smartcity. Misalnya, menyediakan hotspot internet cepat di lokasi-lokasi yang menjadi pusat usaha/bisnis, misalnya pasar, lokasi wisata, sekolah, pemerintahan.

Perlu juga bagi pemerintah daerah memiliki rencana untuk membangun sistem digital atau e-government untuk memperbaiki kinerja dalam melayani masyarakat. Misalnya pelayanan untuk berbagai perizinan, retrisbusi dan pajak, pengaduan, laporan, dan lainnya. Sistem e-government ini sekaligus akan menjadi sarana bagi aparatur di pemerintah daerah dalam beradaptasi dengan perkembangan yang ada.

Ketiga, menyiapkan kebijakan pemerintah daerah yang adaptif dengan era digital. Saat ini, banyak pemerintah daerah yang beralasan karena tidak diatur peraturan daerah, maka upaya warganya untuk pemanfaatan teknologi terhambat. Sebut saja seperti dalam menyikapi keberadaan ojek online, pemerintah daerah beralasan aturan yang ada hanya menyebutkan angkutan umum konvensional saja. Padahal, keberadaan aturan-aturan yang menghambat pemanfaatan layanan digital sama saja dengan menghalangi warga untuk menjadi lebih produktif.

Tentunya masih banyak aspek lain yang perlu diperhatikan jika kita bicara mengenai suatu daerah berbasis digital yang ideal. Setidaknya ketiga hal di atas harus sudah menjadi perhatian para calon kepala daerah jika memang punya kesadaran untuk menyiapkan warganya memasuki era digital.

Mengingat urgensi warga masyarakat untuk mampu beradaptasi dengan era digital, maka seharusnya setiap kepala daerah yang terpilih di Pilkada 2018 memiliki roadmap mengenai hal ini. Program-program yang disusun ke depan semestinya disesuaikan dengan kebutuhan adaptasi warga di era digital ini. Akan sangat naif jika seorang kepala daerah yang terpilih tidak memiliki visi digital sementara dia menjabat di era digital dengan warga yang sebagian besar adalah generasi milenial yang sangat bergantung pada sarana serba digital.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9920 seconds (0.1#10.140)