Resiliensi Ekonomi Dalam Negeri Melalui UMKM
loading...
A
A
A
Laporan tersebut mencatat jumlah UMKM di Indonesia pada tahun 2021 mencapai sekitar 65,46 juta unit. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding negara-negara tetangga. Selain itu, data juga menunjukkan bahwa proporsi serapan tenaga kerja UMKM Indonesia pun sejatinya merupakan yang paling besar di ASEAN.
Di negara-negara tetangga, UMKM hanya menyerap tenaga kerja di kisaran 35%-85%. Akan tetapi, jika dilihat dari kinerjanya, Indonesia masih kalah dari Myanmar yang UMKM-nya mampu menyumbang hingga 69,3% terhadap PDB setempat.
Selain itu, berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM), kontribusi UMKM terhadap ekspor non migas juga masih berada di level 15,7%. Angka tersebut sangat rendah dibandingkan beberapa negara lainnya seperti Singapura 41%, Thailand 29%, atau Tiongkok yang mencapai 60%.
Adapun salah satu alasan ekspor UMKM Indonesia sangat rendah karena kelayakan produk Indonesia dinilai belum mumpuni dalam memenuhi kebutuhan ekspor.
Masih rendahnya kontribusi produk UMKM Indonesia di pasar global tak lain akibat daya saing yang masih rendah sehingga tidak mampu mencapai kapabilitasnya dalam perekonomian negara. Selama ini, sebagian besar UMKM cenderung tetap pada model bisnis yang konvensional tanpa mengadopsi inovasi yang dapat meningkatkan kualitas dan daya tarik produk mereka.
Seringkali UMKM menghadapi keterbatasan sumber daya, baik dalam hal keuangan, tenaga kerja terampil, ataupun teknologi. Alhasil, keterbatasan tersebut membuat sulit bagi UMKM untuk melibatkan diri dalam aktivitas riset dan pengembangan yang mendukung inovasi.
Tak sedikit UMKM memiliki keterbatasan modal, teknologi, dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat membatasi kemampuan UMKM dalam berinovasi dan bersaing di pasar yang luas. Artinya, tanpa dukungan sumber daya yang memadai, maka UMKM sulit untuk memulai atau mengembangkan upaya inovatif.
Mendorong Kualitas SDM dan Teknologi
Selama ini kebijakan pemerintah terkait UMKM lebih banyak menggunakan pendekatan yang bersifat kesejahteraan sosial daripada pendekatan bisnis. UMKM dianggap sebagai entitas bisnis yang vulnerable dan memerlukan proteksi sehingga banyak kebijakan pemerintah terkait UMKM yang bersifat pemberian perlindungan yang ”memagari” UMKM dari persaingan.
Padahal, persaingan merupakan lingkungan yang diperlukan untuk tumbuh kembang perusahaan yang berdaya saing. Oleh sebab itu, dalam meningkatkan daya saing UMKM, maka diperlukan pendekatan kebijakan menyeluruh yang dapat mendukung pengembangan keterampilan, akses pasar, dan promosi inovasi.
Selain itu, peningkatan kualitas SDM melalui perbaikan pada tingkat pendidikan dan keahlian manajerial sangat penting diupayakan untuk mendorong peningkatan produktivitas UMKM di Indonesia. Hal ini lantaran kualitas SDM memainkan peran kunci dalam menentukan daya saing.
Di negara-negara tetangga, UMKM hanya menyerap tenaga kerja di kisaran 35%-85%. Akan tetapi, jika dilihat dari kinerjanya, Indonesia masih kalah dari Myanmar yang UMKM-nya mampu menyumbang hingga 69,3% terhadap PDB setempat.
Selain itu, berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM), kontribusi UMKM terhadap ekspor non migas juga masih berada di level 15,7%. Angka tersebut sangat rendah dibandingkan beberapa negara lainnya seperti Singapura 41%, Thailand 29%, atau Tiongkok yang mencapai 60%.
Adapun salah satu alasan ekspor UMKM Indonesia sangat rendah karena kelayakan produk Indonesia dinilai belum mumpuni dalam memenuhi kebutuhan ekspor.
Masih rendahnya kontribusi produk UMKM Indonesia di pasar global tak lain akibat daya saing yang masih rendah sehingga tidak mampu mencapai kapabilitasnya dalam perekonomian negara. Selama ini, sebagian besar UMKM cenderung tetap pada model bisnis yang konvensional tanpa mengadopsi inovasi yang dapat meningkatkan kualitas dan daya tarik produk mereka.
Seringkali UMKM menghadapi keterbatasan sumber daya, baik dalam hal keuangan, tenaga kerja terampil, ataupun teknologi. Alhasil, keterbatasan tersebut membuat sulit bagi UMKM untuk melibatkan diri dalam aktivitas riset dan pengembangan yang mendukung inovasi.
Tak sedikit UMKM memiliki keterbatasan modal, teknologi, dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat membatasi kemampuan UMKM dalam berinovasi dan bersaing di pasar yang luas. Artinya, tanpa dukungan sumber daya yang memadai, maka UMKM sulit untuk memulai atau mengembangkan upaya inovatif.
Mendorong Kualitas SDM dan Teknologi
Selama ini kebijakan pemerintah terkait UMKM lebih banyak menggunakan pendekatan yang bersifat kesejahteraan sosial daripada pendekatan bisnis. UMKM dianggap sebagai entitas bisnis yang vulnerable dan memerlukan proteksi sehingga banyak kebijakan pemerintah terkait UMKM yang bersifat pemberian perlindungan yang ”memagari” UMKM dari persaingan.
Padahal, persaingan merupakan lingkungan yang diperlukan untuk tumbuh kembang perusahaan yang berdaya saing. Oleh sebab itu, dalam meningkatkan daya saing UMKM, maka diperlukan pendekatan kebijakan menyeluruh yang dapat mendukung pengembangan keterampilan, akses pasar, dan promosi inovasi.
Selain itu, peningkatan kualitas SDM melalui perbaikan pada tingkat pendidikan dan keahlian manajerial sangat penting diupayakan untuk mendorong peningkatan produktivitas UMKM di Indonesia. Hal ini lantaran kualitas SDM memainkan peran kunci dalam menentukan daya saing.