Resiliensi Ekonomi Dalam Negeri Melalui UMKM

Senin, 20 November 2023 - 12:12 WIB
loading...
Resiliensi Ekonomi Dalam Negeri Melalui UMKM
Candra Fajri Ananda, Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI

MENUJU akhir 2023, perekonomian dunia kembali dihadapkan pada risiko geopolitik yang meningkat. Setidaknya, hingga saat ini, negara-negara dengan ekonomi yang besar seperti Amerika Serikat, China, dan Eropa juga mengalami dinamika yang penuh tekanan.

Di Amerika serikat, volatilitas pasar keuangannya mengalami lonjakan yield hingga di atas 5%, di mana kondisi tersebut adalah kali pertama terjadi sejak tahun 2007. Dampaknya tentu saja tidak hanya untuk Amerika Serikat sendiri, tetapi juga seluruh dunia.

Diperkirakan Amerika Serikat masih cenderung akan menaikkan suku bunga, untuk menarik banyak investor membeli surat berharganya. Aliran arus modal asing akan lebih banyak mengarah ke Amerika Serikat.

Situasi yang penuh tekanan juga membayangi zona ekonomi di kawasan Eropa. Tekanan geopolitik seperti konflik antara Ukraina dan Rusia, saat ini perang antara Israel dan Palestina memberikan efek negatif terutama dari harga energi. Efek dominonya adalah dari sisi suku bunga di Eropa yang akan dinaikkan dalam periode yang lama (higher for longer).

Berdasarkan laporan World Economic Outlook (WEO) edisi Oktober 2023, International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global akan melambat dari 3,5% pada 2022, menjadi 3% pada 2023, dan turun lagi jadi 2,9% pada 2024. Adapun ramalan pertumbuhan tahun 2024 tersebut lebih rendah dibanding proyeksi sebelumnya. Begitu juga dalam laporan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) juga memangkas proyeksi pertumbuhan pada 2024 menjadi 2,7% dari 2,9% sebelumnya.

Bagi Indonesia, tantangan yang dihadapi pun tak mudah lantaran bukan hanya berasal dari kondisi global semata, melainkan juga berasal dari faktor domestik. Tantangan yang dihadapi Indonesia dari sisi domestik saat ini akibat terjadinya pelambatan ekspor, kenaikan suku bunga dalam negeri, pelemahan nilai tukar rupiah, hingga pemilu pun diprediksi akan menjadi tantangan makro perekonomian Indonesia pada 2024 mendatang.

Meski demikian, di tengah berbagai guncangan tersebut, OECD memperkirakan bahwa ekonomi Indonesia masih cukup cerah dan mampu tumbuh 4,7% pada 2023 dan 5,1% pada 2024.

Di tengah turbulensi ekonomi dunia dan tantangan ekonomi domestik yang diprediksi kian berlanjut di tahun tahun mendatang, Indonesia sejatinya memiliki kunci kekuatan yang dapat menjadi pilar utama dalam menjaga stabilitas ekonomi, yaitu dengan mendorong sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Sebagai tulang punggung ekonomi nasional, UMKM mutlak memiliki potensi besar untuk menjadi katalisator pertumbuhan dan penopang ekonomi di tengah ketidakpastian.

Sejarah mencatat bahwa UMKM terbukti cukup tangguh dan kerap mampu menjadi dewa penyelamat bagi perekonomian Indonesia di tengah menghadapi berbagai hantaman berbagai krisis ekonomi yang pernah terjadi di Tanah Air. UMKM terbukti kuat saat menghadapi krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 dan 2008.

Pada dua krisis itu, sebagian besar UMKM relatif tak mengalami masalah serius. Kala itu, UMKM justru berorientasi ekspor dan menggunakan bahan baku dalam negeri dapat meraih keuntungan. Hasilnya, UMKM mampu menjadi katup pengaman perekonomian nasional saat krisis.

Pada pengalaman krisis ekonomi moneter dan politik Indonesia tahun 1998, tatkala perusahaan besar bertumbangan karena terjadinya pelemahan nilai rupiah hampir 208%, sehingga berdampak pada pemutusan hubungan kerja di banyak sektor usaha. Kala itu, perekonomian Indonesia dalam titik nadir.

Pertumbuhan ekonominya terkontraksi sangat dalam sampai minus 13,1% pada tahun 1998 dari positif 4,7% tahun 1997. Akan tetapi, ketika sektor formal tiarap, sektor informal dan usaha mikro justru menjamur dan membawa perekonomian Indonesia dapat bangkit kembali.

Alhasil, tercatat penyerapan tenaga kerja informal pun meningkat signifikan dan bisa tumbuh positif 8,7% pada 1998, sehingga dapat menampung sebagian besar para pekerja yang dirumahkan. Begitu pula di tahun 2020 tatkala terjadi pandemi, UMKM telah menjelma sebagai salah satu pilar vital perekonomian Indonesia yang telah terbukti tahan terhadap resesi ekonomi akibat pandemi.

Bahkan UMKM berhasil menjadi booster pemulihan ekonomi pada saat terjadi resesi. Berdasarkan berbagai catatan sejarah tersebut, maka sejatinya dapat diakui bahwa kekuatan UMKM tersebut tidak terlepas dari perputaran transaksi yang cepat, serta menggunakan produksi domestik dan bersentuhan langsung dengan kebutuhan primer masyarakat, sehingga fondasi ekonomi pun dapat terjaga dengan kuat.

Hingga saat ini, UMKM masih menjadi pilar terpenting dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM saat ini mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61,07% atau senilai 8.573,89 triliun rupiah.

Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia meliputi kemampuan menyerap 97% dari total tenaga kerja yang ada serta dapat menghimpun sampai 60,4% dari total investasi. Artinya, kontribusi UMKM sangat penting dalam menjaga perputaran roda ekonomi bangsa karena tidak hanya mampu mendukung pertumbuhan ekonomi semata, namun juga berkontribusi besar dalam mengurangi tingkat pengangguran dan mendorong inklusivitas ekonomi.

Meski demikian, tingginya jumlah UMKM di Indonesia juga tidak terlepas dari berbagai tantangan yang ada. Kendala tersebut berupa masih belum mampu menembus pasar internasional, transfer teknologi, dan pelatihan kerja yang rendah. Kendala tersebut menegaskan bahwa UMKM Indonesia masih memiliki daya saing rendah di pasar global.

Tantangan UMKM di Indonesia
Secara umum, produktivitas UMKM Indonesia masih relatif rendah dibandingkan negara-negara ASEAN dengan tingkat pembangungan yang relatif sama, termasuk dari segi kontribusi ekspor, partisipasi untuk produksi global dan regional serta kontribusi terhadap nilai tambah. Padahal, berdasarkan ASEAN Investment Report yang dirilis September 2022, Indonesia memiliki UMKM terbanyak di kawasan ASEAN.

Laporan tersebut mencatat jumlah UMKM di Indonesia pada tahun 2021 mencapai sekitar 65,46 juta unit. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding negara-negara tetangga. Selain itu, data juga menunjukkan bahwa proporsi serapan tenaga kerja UMKM Indonesia pun sejatinya merupakan yang paling besar di ASEAN.

Di negara-negara tetangga, UMKM hanya menyerap tenaga kerja di kisaran 35%-85%. Akan tetapi, jika dilihat dari kinerjanya, Indonesia masih kalah dari Myanmar yang UMKM-nya mampu menyumbang hingga 69,3% terhadap PDB setempat.

Selain itu, berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM), kontribusi UMKM terhadap ekspor non migas juga masih berada di level 15,7%. Angka tersebut sangat rendah dibandingkan beberapa negara lainnya seperti Singapura 41%, Thailand 29%, atau Tiongkok yang mencapai 60%.

Adapun salah satu alasan ekspor UMKM Indonesia sangat rendah karena kelayakan produk Indonesia dinilai belum mumpuni dalam memenuhi kebutuhan ekspor.

Masih rendahnya kontribusi produk UMKM Indonesia di pasar global tak lain akibat daya saing yang masih rendah sehingga tidak mampu mencapai kapabilitasnya dalam perekonomian negara. Selama ini, sebagian besar UMKM cenderung tetap pada model bisnis yang konvensional tanpa mengadopsi inovasi yang dapat meningkatkan kualitas dan daya tarik produk mereka.

Seringkali UMKM menghadapi keterbatasan sumber daya, baik dalam hal keuangan, tenaga kerja terampil, ataupun teknologi. Alhasil, keterbatasan tersebut membuat sulit bagi UMKM untuk melibatkan diri dalam aktivitas riset dan pengembangan yang mendukung inovasi.

Tak sedikit UMKM memiliki keterbatasan modal, teknologi, dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat membatasi kemampuan UMKM dalam berinovasi dan bersaing di pasar yang luas. Artinya, tanpa dukungan sumber daya yang memadai, maka UMKM sulit untuk memulai atau mengembangkan upaya inovatif.

Mendorong Kualitas SDM dan Teknologi
Selama ini kebijakan pemerintah terkait UMKM lebih banyak menggunakan pendekatan yang bersifat kesejahteraan sosial daripada pendekatan bisnis. UMKM dianggap sebagai entitas bisnis yang vulnerable dan memerlukan proteksi sehingga banyak kebijakan pemerintah terkait UMKM yang bersifat pemberian perlindungan yang ”memagari” UMKM dari persaingan.

Padahal, persaingan merupakan lingkungan yang diperlukan untuk tumbuh kembang perusahaan yang berdaya saing. Oleh sebab itu, dalam meningkatkan daya saing UMKM, maka diperlukan pendekatan kebijakan menyeluruh yang dapat mendukung pengembangan keterampilan, akses pasar, dan promosi inovasi.

Selain itu, peningkatan kualitas SDM melalui perbaikan pada tingkat pendidikan dan keahlian manajerial sangat penting diupayakan untuk mendorong peningkatan produktivitas UMKM di Indonesia. Hal ini lantaran kualitas SDM memainkan peran kunci dalam menentukan daya saing.

Pendidikan dalam hal ini meliputi pendidikan formal dan non-formal yang dapat meningkatkan keahlian pekerja UMKM. Sementara, keahlian manajerial sangat penting agar sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara efisien dan membantu meningkatkan skala usaha.

Begitu juga dengan transfer maupun pengembagan teknologi yang juga sangat penting dioptimlkan lantaran teknologi adalah kunci keberhasilan dalam mendorong UMKM yang saat ini sedang memasuki era digital dengan penuh semangat. Pelatihan teknologi dapat membuka pintu menuju efisiensi produksi yang lebih besar dan manajemen yang lebih baik.

Subsidi teknologi dari pemerintah dan sektor swasta mempercepat adopsi solusi inovatif yang mengubah cara UMKM beroperasi. Lebih lanjut, dengan melibatkan teknologi dalam menjalankan UMKM juga dapat memperluas sayap UMKM ke pasar yang lebih luas dan beragam. Hal ini dapat dilakukan melalui bantuan pemasaran digital dan ekspansi pasar sehingga produk dan layanan UMKM mencapai audiens yang lebih besar.

Lebih lanjut, peningkatan daya saing UMKM di Indonesia memerlukan upaya bersama dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Dukungan yang komprehensif dalam bentuk pelatihan, akses ke pasar, adopsi teknologi, dan perbaikan regulasi dapat membantu UMKM menjadi lebih tangguh dan berdaya saing di panggung ekonomi yang semakin kompleks.

Sehingga, melalui langkah-langkah tersebut, UMKM diharapkan mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat di masa depan. Semoga.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1509 seconds (0.1#10.140)