Pengamat Hukum Tegaskan Putusan MKMK Jadi Penentu terkait Dinasti Politik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie, akan memutuskan dugaan pelanggaran kode etik terhadap hakim yang menyidangkan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, Selasa (7/11/2023) sore. Putusan tersebut menuai banyak kontroversi sebab diduga melahirkan dinasti politik.
Dalam putusan itu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan kepala daerah bisa ikut Pilpres 2024 walaupun belum berusia 40 tahun. Pascaputusan tersebut, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka langsung mengambil momentum untuk ikut berkontestasi di Pilpres 2024. Sebab, dia baru berusia 36 tahun namun memiliki pengalaman menjadi Wali Kota Solo.
Pengamat Hukum dan Tata Negara, Bivitri Susanti menyebutkan, jika putusan MKMK masih melenggangkan Gibran ikut Pilpres, hal tersebut menegaskan adanya politik dinasti di Republik ini. Sebab dalam persidangan, Anwar Usman selaku ketua MK, ikut sebagai majelis hakim dalam persidangan.
Hal tersebut dikatakan Bivitri dalam acara diskusi, bedah buku yang ditulis langsung oleh Jimly Asshiddiqie berjudul 'Oligarki dan totalitarianisme baru'. Buku itu terbitan LP3ES pada tahun 2022.
"Besok itu kalau putusannya ternyata tidak menimbulkan sesuatu yang baru, seakan-akan praktik dinasti politik itu dibenarkan, bahkan oleh Mahkamah Konstitusi, itu yang sebenarnya mengerikan," ucap Bivitri, Senin (6/11/2023).
Dalam buku tersebut, Bivitri melihat, Jimly menyoroti dua hal dalam politik dinasti, "Pertama menurut dia penentu yang melanggengkan oligarki, itu betul-betul dia (Jimly Asshiddiqie) tulis dia menyalahkan tiga hal itu kekuasaan politik, kekuasaan bisnis, dan budaya dinasti keluarga," sambungnya.
Selanjutnya, Bivitri mengatakan, Jimly menuliskan kalau totalitarianisme baru muncul gara-gara benturan kepentingan yang luar biasa. Benturan kepentingan itu dihasilkan salah satunya dari politik dinasti.
"Karena itu sebenernya gagasan dia (Jimly) cukup detail tuh soal benturan kepentingan, makanya sesungguhnya kami punya harapan yang sangat besar, besok Pak Jimly dan Wahiduddin Adams dan juga Pak Bintan Saragih benar-benar bisa melihat benturan kepentingan itu," katanya.
Sebelumnya, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menyampaikan bukti tambahan dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim Anwar Usman Cs yang digelar MKMK. PBHI merujuk pada buku yang ditulis oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie yang berjudul oligarki dan totalitarianisme baru.
Buku tersebut dilampirkan sebagai rujukan untuk dugaan pelanggaran etik Ketua MK Anwar Usman Cs dalam putusan MK soal seseorang yang belum berusia 40 tahun, tetapi pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah bisa maju sebagai capres dan cawapres.
"Dalam buku ini disampaikan terkait bagaimana konflik kepentingan, bagaimana kenegarawanan dan juga bagaimana mempengaruhi tugas dan tanggung jawab pejabat negara," kata Ketua Badan Pengurus Nasional PHBI Julius Ibrani dalam sidang pemeriksaan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/11/2023).
Dalam putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu Anwar Usman dituding terlibat konflik kepentingan. Sebab, diduga perkara itu bertujuan agar Gibran Rakabuming Raka yang merupakan keponakan Anwar Usman maju sebagai cawapres.
"Termasuk dalam konteks kekuasaan politik pemerintahan baik itu eksekutif, legislatif, dan juga yudikatif," ucapnya dalam sidang MKMK hari ketiga yang dipimpin oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, serta anggota MKMK Wahiduddin Adams dan Bintan R Saragih.
Lihat Juga: PDIP Anggap Janggal Hakim PTUN Tak Menerima Gugatan Pencalonan Gibran: Kita Menang Dismissal
Dalam putusan itu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan kepala daerah bisa ikut Pilpres 2024 walaupun belum berusia 40 tahun. Pascaputusan tersebut, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka langsung mengambil momentum untuk ikut berkontestasi di Pilpres 2024. Sebab, dia baru berusia 36 tahun namun memiliki pengalaman menjadi Wali Kota Solo.
Pengamat Hukum dan Tata Negara, Bivitri Susanti menyebutkan, jika putusan MKMK masih melenggangkan Gibran ikut Pilpres, hal tersebut menegaskan adanya politik dinasti di Republik ini. Sebab dalam persidangan, Anwar Usman selaku ketua MK, ikut sebagai majelis hakim dalam persidangan.
Hal tersebut dikatakan Bivitri dalam acara diskusi, bedah buku yang ditulis langsung oleh Jimly Asshiddiqie berjudul 'Oligarki dan totalitarianisme baru'. Buku itu terbitan LP3ES pada tahun 2022.
"Besok itu kalau putusannya ternyata tidak menimbulkan sesuatu yang baru, seakan-akan praktik dinasti politik itu dibenarkan, bahkan oleh Mahkamah Konstitusi, itu yang sebenarnya mengerikan," ucap Bivitri, Senin (6/11/2023).
Dalam buku tersebut, Bivitri melihat, Jimly menyoroti dua hal dalam politik dinasti, "Pertama menurut dia penentu yang melanggengkan oligarki, itu betul-betul dia (Jimly Asshiddiqie) tulis dia menyalahkan tiga hal itu kekuasaan politik, kekuasaan bisnis, dan budaya dinasti keluarga," sambungnya.
Selanjutnya, Bivitri mengatakan, Jimly menuliskan kalau totalitarianisme baru muncul gara-gara benturan kepentingan yang luar biasa. Benturan kepentingan itu dihasilkan salah satunya dari politik dinasti.
"Karena itu sebenernya gagasan dia (Jimly) cukup detail tuh soal benturan kepentingan, makanya sesungguhnya kami punya harapan yang sangat besar, besok Pak Jimly dan Wahiduddin Adams dan juga Pak Bintan Saragih benar-benar bisa melihat benturan kepentingan itu," katanya.
Sebelumnya, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menyampaikan bukti tambahan dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim Anwar Usman Cs yang digelar MKMK. PBHI merujuk pada buku yang ditulis oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie yang berjudul oligarki dan totalitarianisme baru.
Buku tersebut dilampirkan sebagai rujukan untuk dugaan pelanggaran etik Ketua MK Anwar Usman Cs dalam putusan MK soal seseorang yang belum berusia 40 tahun, tetapi pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah bisa maju sebagai capres dan cawapres.
"Dalam buku ini disampaikan terkait bagaimana konflik kepentingan, bagaimana kenegarawanan dan juga bagaimana mempengaruhi tugas dan tanggung jawab pejabat negara," kata Ketua Badan Pengurus Nasional PHBI Julius Ibrani dalam sidang pemeriksaan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/11/2023).
Dalam putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu Anwar Usman dituding terlibat konflik kepentingan. Sebab, diduga perkara itu bertujuan agar Gibran Rakabuming Raka yang merupakan keponakan Anwar Usman maju sebagai cawapres.
"Termasuk dalam konteks kekuasaan politik pemerintahan baik itu eksekutif, legislatif, dan juga yudikatif," ucapnya dalam sidang MKMK hari ketiga yang dipimpin oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, serta anggota MKMK Wahiduddin Adams dan Bintan R Saragih.
Lihat Juga: PDIP Anggap Janggal Hakim PTUN Tak Menerima Gugatan Pencalonan Gibran: Kita Menang Dismissal
(maf)