RPP Kesehatan Harus Merangkul Seluruh Pemangku Kepentingan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum DPP Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Trubus Rahardiansyah mengatakan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan harus merangkul seluruh pemangku kepentingan. Hal itu diungkapkan dalam webinar Indonesia Policy Analyst Forum bertajuk “Adopsi Ideal UU Kesehatan Beserta Aturan Turunannya” yang digelar AAKI pada Jumat (27/10/2023).
“Dalam sebuah kebijakan publik, itu harus melibatkan pentahelix. Semuanya itu harus dilibatkan, dan tentu ini membutuhkan proses yang panjang karena UU dan aturan turunannya harus dipahami industri terdampak dan juga setiap daerah,” ujar Trubus dikutip Senin (30/10/2023).
Trubus juga menggarisbawahi mengenai dampak RPP Kesehatan terhadap industri. Ia menyoroti beberapa industri yang akan terkena dampak dalam aturan tersebut, misalnya farmasi, tembakau, dan telemedisin.
Dirinya mendorong agar perancangan aturan memperhatikan masukan masyarakat dan industri. “Termasuk di dalamnya terkait dengan persoalan pertembakauan. Ekosistem tembakau yang marah. Di satu sisi juga ada industri-industri yang lain di situ, misalnya farmasi,” kata Trubus.
Hal senada dikatakan Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia Mahesa Pranadipa. Ia menuturkan sebelum muncul draf RPP Kesehatan, polemik pengamanan zat adiktif di RUU Kesehatan juga menimbulkan kontroversi, yakni dengan menyatukan zat narkotika dengan tembakau, walaupun akhirnya dibuat terpisah.
Dia pun memperingatkan agar RPP Kesehatan tidak menimbulkan dampak negatif bagi industri. “UU Kesehatan ini berangkat dari keinginan industri, jadi jangan sampai industri malah jadi korban. Kalau kita lihat ada pasal mengenai tindak pidana korporasi, menurut saya ini perlu didiskusikan lebih lanjut, walaupun ada keuntungannya, tetapi jangan sampai salah dalam prosedur,” kata Mahesa.
Beberapa asosiasi industri memberikan tanggapannya terhadap RPP Kesehatan. Perwakilan Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Rudy memberikan pandangan mengenai minimnya ruang partisipasi yang diberikan kepada industri.
Rudy menyampaikan bahwa industri tembakau siap diatur, tetapi ia menyarankan agar RPP untuk membahas pengamanan zat adiktif dibahas terpisah serta melibatkan industri dalam penyusunan. "Industri ini tidak diberikan kesempatan untuk terlibat dalam penyusunannya. Untuk zat adiktif, waktunya sempit sekali sehingga kami tidak diberikan kesempatan untuk menyampaikan masukan," ujar Rudy.
Menanggapi masukan industri, Mahesa juga menyampaikan dampak negatif bila semua poin-poin amanah UU Kesehatan dijadikan dalam satu RPP. Ia menyampaikan bahwa aturan yang khusus dan detail akan memberi dampak yang maksimal.
"Kalau semua diatur dalam PP yang sama, itu akan susah banget untuk merevisinya. Padahal yang mau direvisi beberapa pasal saja, tapi kan harus ada harmonisasi segala macam. Berbeda kalau (PP) khusus, itu akan mudah," kata Mahesa.
Mahesa berharap pemerintah dapat mempertimbangkan masukan publik terkait RPP Kesehatan. Menurutnya, masyarakat berhak tahu apakah masukannya diterima atau tidak.
Pemerintah, kata dia, harus memberikan alasannya secara jelas bila memang tidak. Trubus juga menyampaikan hal yang sama dan mendorong masyarakat agar tidak ragu menyampaikan masukannya.
“Dalam sebuah kebijakan publik, itu harus melibatkan pentahelix. Semuanya itu harus dilibatkan, dan tentu ini membutuhkan proses yang panjang karena UU dan aturan turunannya harus dipahami industri terdampak dan juga setiap daerah,” ujar Trubus dikutip Senin (30/10/2023).
Trubus juga menggarisbawahi mengenai dampak RPP Kesehatan terhadap industri. Ia menyoroti beberapa industri yang akan terkena dampak dalam aturan tersebut, misalnya farmasi, tembakau, dan telemedisin.
Dirinya mendorong agar perancangan aturan memperhatikan masukan masyarakat dan industri. “Termasuk di dalamnya terkait dengan persoalan pertembakauan. Ekosistem tembakau yang marah. Di satu sisi juga ada industri-industri yang lain di situ, misalnya farmasi,” kata Trubus.
Hal senada dikatakan Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia Mahesa Pranadipa. Ia menuturkan sebelum muncul draf RPP Kesehatan, polemik pengamanan zat adiktif di RUU Kesehatan juga menimbulkan kontroversi, yakni dengan menyatukan zat narkotika dengan tembakau, walaupun akhirnya dibuat terpisah.
Dia pun memperingatkan agar RPP Kesehatan tidak menimbulkan dampak negatif bagi industri. “UU Kesehatan ini berangkat dari keinginan industri, jadi jangan sampai industri malah jadi korban. Kalau kita lihat ada pasal mengenai tindak pidana korporasi, menurut saya ini perlu didiskusikan lebih lanjut, walaupun ada keuntungannya, tetapi jangan sampai salah dalam prosedur,” kata Mahesa.
Beberapa asosiasi industri memberikan tanggapannya terhadap RPP Kesehatan. Perwakilan Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Rudy memberikan pandangan mengenai minimnya ruang partisipasi yang diberikan kepada industri.
Rudy menyampaikan bahwa industri tembakau siap diatur, tetapi ia menyarankan agar RPP untuk membahas pengamanan zat adiktif dibahas terpisah serta melibatkan industri dalam penyusunan. "Industri ini tidak diberikan kesempatan untuk terlibat dalam penyusunannya. Untuk zat adiktif, waktunya sempit sekali sehingga kami tidak diberikan kesempatan untuk menyampaikan masukan," ujar Rudy.
Menanggapi masukan industri, Mahesa juga menyampaikan dampak negatif bila semua poin-poin amanah UU Kesehatan dijadikan dalam satu RPP. Ia menyampaikan bahwa aturan yang khusus dan detail akan memberi dampak yang maksimal.
"Kalau semua diatur dalam PP yang sama, itu akan susah banget untuk merevisinya. Padahal yang mau direvisi beberapa pasal saja, tapi kan harus ada harmonisasi segala macam. Berbeda kalau (PP) khusus, itu akan mudah," kata Mahesa.
Mahesa berharap pemerintah dapat mempertimbangkan masukan publik terkait RPP Kesehatan. Menurutnya, masyarakat berhak tahu apakah masukannya diterima atau tidak.
Pemerintah, kata dia, harus memberikan alasannya secara jelas bila memang tidak. Trubus juga menyampaikan hal yang sama dan mendorong masyarakat agar tidak ragu menyampaikan masukannya.
(rca)