MA Tolak PK KPK atas Putusan Bebas Syafruddin Arsjad Temenggung
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas putusan kasasi sebelumnya yang membebaskan Syafruddin Arsjad Temenggung. Syafruddin adalah Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)‎ periode 2002-2004 yang tersangkut perkara korupsi dalam penerbitan dan pemberian surat pemenuhan kewajiban pemegang saham (SPKPS) atau Surat Keterangan Lunas (SKL) ke Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI pada 2004 sehubungan dengan kewajiban penyerahan aset obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke BPPN.
Syafruddin diputus bebas oleh majelis hakim agung MA di tahap kasasi pada Juli 2019. Majelis hakim kasasi menyatakan, menerima kasasi yang diajukan Syafruddin melawan JPU pada KPK. Padahal di tahap banding, Syafruddin divonis dengan pidana penjara selama 15 tahun.
"Permohonan PK yang diajukan oleh Penuntut Umum pada KPK dalam perkara Syafruddin Arsjad Temenggung, setelah diteliti oleh hakim penelaah dan berdasarkan memorandum Kasubdit Perkara PK dan Grasi Pidana Khusus pada MA ternyata permohonan PK tersebut tidak memenuhi persyaratan formil. Jadi permohonan PK itu tidak diteruskan ke majelis hakim (hakim agung PK)," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat berbincang dengan SINDOnews di Jakarta, Senin (3/8/2020) sore.(Baca Juga: MA Bebaskan Terdakwa BLBI Syafruddin Temenggung)
Tidak memenuhinya syarat formil pengajuan PK itu, tutur Andi, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 33/PUU-XIV/2016, dan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 04 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar MA Tahun 2013 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.
"Berdasarkan hal tersebut, maka berkas perkara permohonan PK atas nama Syafruddin Arsjad Temenggung kita kirimkan kembali ke pengadilan asal, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Surat pengantar pengiriman berkas permohonan PK tersebut bertanggal 16 Juli 2020, suratnya ditandatangani sama Panitera Muda Pidana Khusus itu Pak Suharto," katanya.
Ketua Muda MA Bidang Pengawasan ini menjelaskan mengapa berkas PK sebuah perkara termasuk yang diajukan KPK bisa mentok hanya sampai hakim penelaah bukan diputuskan oleh majelis hakim agung PK. Hakim penelaah, kata Andi, merupakan hakim tinggi yang diperbantukan di MA dan masuk dalam kategori Tim Pemilah Perkara. Keberadaan dan fungsi Tim ini mencontoh dari Belanda.(Baca Juga: Soal PK Kasus BLBI, Pakar Hukum Minta KPK Perhatikan KUHAP)
"Nah hakim tinggi yang masuk Tim Pemilah Perkara ini yang bertugas melakukan telaah apakah pengajuan kasasi atau PK perlu sampai ke majelis hakim (hakim agung). Nah ini, PK yang dimohonkan KPK atas perkara Syafruddin disimpulkan tidak sampai ke majelis. Karena hakim penelaah melihat bahwa itu tidak memenuhi syarat secara formil," ujarnya.
Andi membeberkan, secara berurutan, berkas PK disampaikan atau dikirimkan oleh pengadilan asal atau pengadilan negeri ke MA. Dalam konteks PK yang diajukan KPK, berkasnya dikirimkan oleh PN Jakpus. Setiba di MA, berkas masuk di Bagian Umum Kepaniteraan MA. Dari sini, berkas disampaikan ke hakim penelaah atau Tim Pemilah Perkara yang terdiri dari hakim tinggi.
Setelah hakim penelaah merampungkan hasil telaah, kalau dinyatakan syarat formil kasasi atau PK pidana khusus terpenuhi kemudian diteruskan ke majelis hakim agung yang ditunjuk menangani perkara tersebut. Untuk perkara PK, jika dari hasil telaah hakim penelaah disimpulkan berkas tidak memenuhi syarat formil, maka berkas diberikan ke Kasubdit Perkara PK dan Grasi Pidana Khusus.
"Baru setelah itu ke Panitera Muda Pidana Khusus. Nah dia Panmud Pidana Khusus itu tandatangani surat untuk dikembalikan ke pengadilan negeri," ucapnya.
Syafruddin diputus bebas oleh majelis hakim agung MA di tahap kasasi pada Juli 2019. Majelis hakim kasasi menyatakan, menerima kasasi yang diajukan Syafruddin melawan JPU pada KPK. Padahal di tahap banding, Syafruddin divonis dengan pidana penjara selama 15 tahun.
"Permohonan PK yang diajukan oleh Penuntut Umum pada KPK dalam perkara Syafruddin Arsjad Temenggung, setelah diteliti oleh hakim penelaah dan berdasarkan memorandum Kasubdit Perkara PK dan Grasi Pidana Khusus pada MA ternyata permohonan PK tersebut tidak memenuhi persyaratan formil. Jadi permohonan PK itu tidak diteruskan ke majelis hakim (hakim agung PK)," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat berbincang dengan SINDOnews di Jakarta, Senin (3/8/2020) sore.(Baca Juga: MA Bebaskan Terdakwa BLBI Syafruddin Temenggung)
Tidak memenuhinya syarat formil pengajuan PK itu, tutur Andi, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 33/PUU-XIV/2016, dan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 04 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar MA Tahun 2013 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.
"Berdasarkan hal tersebut, maka berkas perkara permohonan PK atas nama Syafruddin Arsjad Temenggung kita kirimkan kembali ke pengadilan asal, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Surat pengantar pengiriman berkas permohonan PK tersebut bertanggal 16 Juli 2020, suratnya ditandatangani sama Panitera Muda Pidana Khusus itu Pak Suharto," katanya.
Ketua Muda MA Bidang Pengawasan ini menjelaskan mengapa berkas PK sebuah perkara termasuk yang diajukan KPK bisa mentok hanya sampai hakim penelaah bukan diputuskan oleh majelis hakim agung PK. Hakim penelaah, kata Andi, merupakan hakim tinggi yang diperbantukan di MA dan masuk dalam kategori Tim Pemilah Perkara. Keberadaan dan fungsi Tim ini mencontoh dari Belanda.(Baca Juga: Soal PK Kasus BLBI, Pakar Hukum Minta KPK Perhatikan KUHAP)
"Nah hakim tinggi yang masuk Tim Pemilah Perkara ini yang bertugas melakukan telaah apakah pengajuan kasasi atau PK perlu sampai ke majelis hakim (hakim agung). Nah ini, PK yang dimohonkan KPK atas perkara Syafruddin disimpulkan tidak sampai ke majelis. Karena hakim penelaah melihat bahwa itu tidak memenuhi syarat secara formil," ujarnya.
Andi membeberkan, secara berurutan, berkas PK disampaikan atau dikirimkan oleh pengadilan asal atau pengadilan negeri ke MA. Dalam konteks PK yang diajukan KPK, berkasnya dikirimkan oleh PN Jakpus. Setiba di MA, berkas masuk di Bagian Umum Kepaniteraan MA. Dari sini, berkas disampaikan ke hakim penelaah atau Tim Pemilah Perkara yang terdiri dari hakim tinggi.
Setelah hakim penelaah merampungkan hasil telaah, kalau dinyatakan syarat formil kasasi atau PK pidana khusus terpenuhi kemudian diteruskan ke majelis hakim agung yang ditunjuk menangani perkara tersebut. Untuk perkara PK, jika dari hasil telaah hakim penelaah disimpulkan berkas tidak memenuhi syarat formil, maka berkas diberikan ke Kasubdit Perkara PK dan Grasi Pidana Khusus.
"Baru setelah itu ke Panitera Muda Pidana Khusus. Nah dia Panmud Pidana Khusus itu tandatangani surat untuk dikembalikan ke pengadilan negeri," ucapnya.
(abd)