Pakar Hukum Sebut Penerbitan Perppu Cipta Kerja Tak Melanggar Konstitusi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang saat ini berlaku merupakan hasil proses yang berlangsung cukup panjang. Salah satu langkah dalam proses tersebut melibatkan prerogatif Presiden dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) .
Perppu Nomor 2 Tahun 2022 (Perppu Cipta Kerja) yang dikeluarkan oleh Presiden pada akhir Desember 2022 adalah implementasi dari wewenang yang telah diberikan oleh konstitusi.
Pakar Hukum Tata Negara Prof Ibnu Sina Chandranegara mengatakan penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh Presiden Jokowi adalah langkah yang penting. Untuk mencegah kekosongan dalam konstitusi yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di tengah tantangan yang dihadapi oleh Indonesia.
"Meskipun sebagian besar kelompok yang menentangnya menganggap Perppu sebagai pelanggaran konstitusi, sebenarnya dalam segi formil, Presiden memiliki kewenangan untuk menerbitkan Perppu ini, yang dijamin oleh Pasal 22 UUD 1945," ujar Ibnu dalam keterangannya, Jumat (29/9/2023).
Lebih lanjut, Prof Ibnu menekankan penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh Presiden juga merupakan tindak lanjut dari keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Dengan dikeluarkannya Perppu Cipta Kerja, maka Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang berwenang untuk menilai terkait dengan penerbitan Perppu Cipta Kerja. Oleh karena itu, keputusan ini seharusnya dipahami dan dihormati karena merupakan hak eksklusif yang dimiliki oleh Presiden.
"Selain itu, tindakan penerbitan Perppu ini tidak dapat dianggap sebagai pembangkangan konstitusi atau yang dikenal dengan istilah 'constitutional disobedience,' karena didasarkan pada kewenangan konstitusional yang dimiliki oleh Presiden," jelas dia.
Polemik terkait belum disahkannya Perppu Cipta Kerja sebagai undang-undang (UU) oleh DPR dalam sesi yang sama saat pengajuan tidak dapat membatalkan Perppu ini. Perppu yang telah diajukan ke DPR hanya dapat dicabut apabila tidak mendapatkan persetujuan yang secara resmi disampaikan oleh DPR.
Prof Ibnu juga menjelaskan bahwa dalam prinsipnya penyusunan Perppu Cipta Kerja telah memperhatikan prinsip partisipasi yang bermakna.
Namun, ia menegaskan bahwa karena Perppu merupakan hak prerogatif Presiden, maka keputusan mengenai pihak-pihak yang akan dimintai masukan berada di tangan Presiden.
"Presiden memiliki hak untuk menentukan siapa yang harus didengarkan dan dipertimbangkan (choose to be heard dan choose to be considered), bahkan hingga menentukan siapa yang harus memberikan penjelasan (choose the explainer)," tutup Ibnu.
Perppu Nomor 2 Tahun 2022 (Perppu Cipta Kerja) yang dikeluarkan oleh Presiden pada akhir Desember 2022 adalah implementasi dari wewenang yang telah diberikan oleh konstitusi.
Pakar Hukum Tata Negara Prof Ibnu Sina Chandranegara mengatakan penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh Presiden Jokowi adalah langkah yang penting. Untuk mencegah kekosongan dalam konstitusi yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di tengah tantangan yang dihadapi oleh Indonesia.
"Meskipun sebagian besar kelompok yang menentangnya menganggap Perppu sebagai pelanggaran konstitusi, sebenarnya dalam segi formil, Presiden memiliki kewenangan untuk menerbitkan Perppu ini, yang dijamin oleh Pasal 22 UUD 1945," ujar Ibnu dalam keterangannya, Jumat (29/9/2023).
Lebih lanjut, Prof Ibnu menekankan penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh Presiden juga merupakan tindak lanjut dari keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Dengan dikeluarkannya Perppu Cipta Kerja, maka Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang berwenang untuk menilai terkait dengan penerbitan Perppu Cipta Kerja. Oleh karena itu, keputusan ini seharusnya dipahami dan dihormati karena merupakan hak eksklusif yang dimiliki oleh Presiden.
"Selain itu, tindakan penerbitan Perppu ini tidak dapat dianggap sebagai pembangkangan konstitusi atau yang dikenal dengan istilah 'constitutional disobedience,' karena didasarkan pada kewenangan konstitusional yang dimiliki oleh Presiden," jelas dia.
Polemik terkait belum disahkannya Perppu Cipta Kerja sebagai undang-undang (UU) oleh DPR dalam sesi yang sama saat pengajuan tidak dapat membatalkan Perppu ini. Perppu yang telah diajukan ke DPR hanya dapat dicabut apabila tidak mendapatkan persetujuan yang secara resmi disampaikan oleh DPR.
Prof Ibnu juga menjelaskan bahwa dalam prinsipnya penyusunan Perppu Cipta Kerja telah memperhatikan prinsip partisipasi yang bermakna.
Namun, ia menegaskan bahwa karena Perppu merupakan hak prerogatif Presiden, maka keputusan mengenai pihak-pihak yang akan dimintai masukan berada di tangan Presiden.
"Presiden memiliki hak untuk menentukan siapa yang harus didengarkan dan dipertimbangkan (choose to be heard dan choose to be considered), bahkan hingga menentukan siapa yang harus memberikan penjelasan (choose the explainer)," tutup Ibnu.
(kri)