Gugatan Batas Usia Capres, Jimly: Tak Usah Dipolitisasi, Bikin Malu Jokowi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai gugatan batas usia capres dan cawapres di MK tidak perlu dipolitisasi. Politisasi justru membuat malu Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Saya rasa enggak usah dipolitisasi. Itu bikin malu Pak Jokowi,” kata Jimly kepada wartawan, Selasa (26/9/2023).
Jimly menilai gugatan batas usia capres dan cawapres yang sedang ramai diperbincangkan saat ini adalah masalah sepele. Masalah itu, menurutnya, hanya terkait persyaratan teknis dan tidak perlu dipolitisasi seperti sekarang ini.
Dia juga menegaskan jika persoalan itu sebenarnya bukan masalah yang berat. Sebab, terkait batasan usia capres dan cawapres itu dasarnya adalah UU. “Itu kan soal masalah sepele, tetek bengek, terserah pembentukan UU. Apa coba, mau 35, 30, 25, 40, 60? Dasarnya apa? Ya diatur di UU itu saja,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia Mahfud MD menegaskan MK tidak bisa mengubah aturan perundangan soal pembatasan usia minimal capres-cawapres. Proses pengubahan aturan, kata Mahfud, hanya dapat dilakukan lewat lembaga legislatif. “MK tidak boleh membatalkan atau mengubah sebuah aturan, tidak boleh,” kata Mahfud, Senin (25/9/2023).
Mantan ketua MK ini mengatakan, jika dalam konstitusi tidak ada aturan yang menyebut batas usia minimal capres-cawapres tertentu maka tidak ada pelanggaran. “Kalau tidak ada pengaturannya bahwa konstitusi itu tidak melarang atau menyuruh, berarti itu tidak melanggar konstitusi. Nah kalau mau diubah di mana, bukan MK yang mengubah itu DPR lembaga legislatif,” tandasnya.
Diketahui, aturan perundangan soal pembatasan usia minimal capres-cawapres digugat ke MK. Gugatannya agar aturan batasan usia minimal capres-cawapres diubah dari 40 tahun menjadi 35 tahun.
Aturan pembatasan usia minimal capres - cawapres ini tertuang dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Pasal tersebut berbunyi: “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: q. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”.
“Saya rasa enggak usah dipolitisasi. Itu bikin malu Pak Jokowi,” kata Jimly kepada wartawan, Selasa (26/9/2023).
Jimly menilai gugatan batas usia capres dan cawapres yang sedang ramai diperbincangkan saat ini adalah masalah sepele. Masalah itu, menurutnya, hanya terkait persyaratan teknis dan tidak perlu dipolitisasi seperti sekarang ini.
Dia juga menegaskan jika persoalan itu sebenarnya bukan masalah yang berat. Sebab, terkait batasan usia capres dan cawapres itu dasarnya adalah UU. “Itu kan soal masalah sepele, tetek bengek, terserah pembentukan UU. Apa coba, mau 35, 30, 25, 40, 60? Dasarnya apa? Ya diatur di UU itu saja,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia Mahfud MD menegaskan MK tidak bisa mengubah aturan perundangan soal pembatasan usia minimal capres-cawapres. Proses pengubahan aturan, kata Mahfud, hanya dapat dilakukan lewat lembaga legislatif. “MK tidak boleh membatalkan atau mengubah sebuah aturan, tidak boleh,” kata Mahfud, Senin (25/9/2023).
Mantan ketua MK ini mengatakan, jika dalam konstitusi tidak ada aturan yang menyebut batas usia minimal capres-cawapres tertentu maka tidak ada pelanggaran. “Kalau tidak ada pengaturannya bahwa konstitusi itu tidak melarang atau menyuruh, berarti itu tidak melanggar konstitusi. Nah kalau mau diubah di mana, bukan MK yang mengubah itu DPR lembaga legislatif,” tandasnya.
Diketahui, aturan perundangan soal pembatasan usia minimal capres-cawapres digugat ke MK. Gugatannya agar aturan batasan usia minimal capres-cawapres diubah dari 40 tahun menjadi 35 tahun.
Aturan pembatasan usia minimal capres - cawapres ini tertuang dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Pasal tersebut berbunyi: “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: q. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”.
(poe)