Rekonstruksi Sistem Kesehatan: Menanti Perdebatan Capres dan Cawapres 2024
loading...
A
A
A
Zaenal Abidin
Ketua Umum PB Ikatan Doter Indonesia (periode 2012-2015)
PERNYATAAN Kementerian Bappenas beberapa hari lalu tentu sangat mengagetkan. Apalagi pernyataan tersebut disampaikan pada saat Kementerian Kesehatan sedang getolnya mewacanakan program andalannya, “Enam Trasformasi Kesehatan.” Menurut Bappenas, “sembilan dari sepuluh target pembangunan kesehatan pada era Jokowi terancam gagal”.
Menjelang Pilpres 2024, mestinya target pembangunan di atas dapat menjadi diskursus di ruang publik. Apalagi kesehatan itu sangat terkait dengan ketahanan nasional. Memperbincangkan bagaimana mengonstruksi sistem kesehatan nasional agar kemudian menjadi unsur utama yang mengokohkan sistem ketahanan nasional. Penulis berharap agar kesisteman ini dapat menjadi perdebatan intelektual yang serius dan mengasyikkan bagi pasangan capres dan cawapres pada hari-hari mendatang.
Diskursus ini sangat penting dalam tiga hal. Pertama, penting untuk penyusunan agenda pembangunan kesehatan nasional ke depan.Kedua, penting bagi rakyat calon pemilih untuk dapat mereka-reka atau “mendiagnosis" isi otak pasangan capres dan cawapres. Ketiga, penting untuk mengetahui apakah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tersebut memiliki kepedulian terhadap kesehatan rakyat yang akan memilihnya.
Sistem Kesehatan
Konsep sistem kesehatan nasional (SKN) dan sistem kesehatan daerah (SKD) seharusnya merupakan suatu bangunan rumah, yang dirangkai, diregulasi secara terintergasidan menjadi bagian yang tidak terpisahkan satu sama lain. Karena itu SKD perlu dirancang dengan sebaik-baiknya, melibatkan berbagai unsur, keragaman, dan kearifan guna menjadi unsur utama dalam menyusun SKN.
Karena itu, SKN perlu dikonstruksi dari SKD yang berbasis data dan masalah kesehatan rakyat di akar rumput. Sebahagian orang berkata, “cara ini cukup menyulitkan?” Tentu saja penulis sepakat dengan perkataan tersebut.
Itulah sebabnya dalam penyusunan SKN diperlukan tim yang kuat, pemikiran cermat, matang dan penuh kehati-hatian. Tidak perlu terburu-buru, sehingga terkesan se-perti sopir angkot yang mengejar setoran.
Sistem kesehatan nasional hendaknya disusun sebagai suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya kesehatan bangsa Indonesia, dari berbagai daerah yang secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. SKN diharapkan memberikan arah dan pedoman dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan bagi seluruh penyelenggara pembangunan kesehatan.
Dalam menyusun SKN tidak ada salahnya bila kita belajar dari pembentukan NKRI yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia merupakan bangunan negara yang dirangkai dari puluhan ribu pulau, ratusan daerah/kerajaan lokal yang berdaulatdengan beragam kepercayaan dan budayanya, yang kemudian bersepakat membentuk NKRI.
SKN dan SKD yang kokoh serta dijalankan dengan baik seharusnya mampu memberi jawaban dan jalan keluar atas seluruh permasalahan kesehatan yang dialami seluruh rakyat Indonesia. Sebab SKD dan SKN dirancang berdasarkan masalah dan pemecahan masalah yang terjadi di akar rumput.
Ketua Umum PB Ikatan Doter Indonesia (periode 2012-2015)
PERNYATAAN Kementerian Bappenas beberapa hari lalu tentu sangat mengagetkan. Apalagi pernyataan tersebut disampaikan pada saat Kementerian Kesehatan sedang getolnya mewacanakan program andalannya, “Enam Trasformasi Kesehatan.” Menurut Bappenas, “sembilan dari sepuluh target pembangunan kesehatan pada era Jokowi terancam gagal”.
Menjelang Pilpres 2024, mestinya target pembangunan di atas dapat menjadi diskursus di ruang publik. Apalagi kesehatan itu sangat terkait dengan ketahanan nasional. Memperbincangkan bagaimana mengonstruksi sistem kesehatan nasional agar kemudian menjadi unsur utama yang mengokohkan sistem ketahanan nasional. Penulis berharap agar kesisteman ini dapat menjadi perdebatan intelektual yang serius dan mengasyikkan bagi pasangan capres dan cawapres pada hari-hari mendatang.
Diskursus ini sangat penting dalam tiga hal. Pertama, penting untuk penyusunan agenda pembangunan kesehatan nasional ke depan.Kedua, penting bagi rakyat calon pemilih untuk dapat mereka-reka atau “mendiagnosis" isi otak pasangan capres dan cawapres. Ketiga, penting untuk mengetahui apakah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tersebut memiliki kepedulian terhadap kesehatan rakyat yang akan memilihnya.
Sistem Kesehatan
Konsep sistem kesehatan nasional (SKN) dan sistem kesehatan daerah (SKD) seharusnya merupakan suatu bangunan rumah, yang dirangkai, diregulasi secara terintergasidan menjadi bagian yang tidak terpisahkan satu sama lain. Karena itu SKD perlu dirancang dengan sebaik-baiknya, melibatkan berbagai unsur, keragaman, dan kearifan guna menjadi unsur utama dalam menyusun SKN.
Karena itu, SKN perlu dikonstruksi dari SKD yang berbasis data dan masalah kesehatan rakyat di akar rumput. Sebahagian orang berkata, “cara ini cukup menyulitkan?” Tentu saja penulis sepakat dengan perkataan tersebut.
Itulah sebabnya dalam penyusunan SKN diperlukan tim yang kuat, pemikiran cermat, matang dan penuh kehati-hatian. Tidak perlu terburu-buru, sehingga terkesan se-perti sopir angkot yang mengejar setoran.
Sistem kesehatan nasional hendaknya disusun sebagai suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya kesehatan bangsa Indonesia, dari berbagai daerah yang secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. SKN diharapkan memberikan arah dan pedoman dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan bagi seluruh penyelenggara pembangunan kesehatan.
Dalam menyusun SKN tidak ada salahnya bila kita belajar dari pembentukan NKRI yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia merupakan bangunan negara yang dirangkai dari puluhan ribu pulau, ratusan daerah/kerajaan lokal yang berdaulatdengan beragam kepercayaan dan budayanya, yang kemudian bersepakat membentuk NKRI.
SKN dan SKD yang kokoh serta dijalankan dengan baik seharusnya mampu memberi jawaban dan jalan keluar atas seluruh permasalahan kesehatan yang dialami seluruh rakyat Indonesia. Sebab SKD dan SKN dirancang berdasarkan masalah dan pemecahan masalah yang terjadi di akar rumput.