Rekonstruksi Sistem Kesehatan: Menanti Perdebatan Capres dan Cawapres 2024

Kamis, 21 September 2023 - 15:48 WIB
loading...
Rekonstruksi Sistem Kesehatan: Menanti Perdebatan Capres dan Cawapres 2024
Zaenal Abidin, Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (periode 2012-2015). Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Zaenal Abidin
Ketua Umum PB Ikatan Doter Indonesia (periode 2012-2015)

PERNYATAAN Kementerian Bappenas beberapa hari lalu tentu sangat mengagetkan. Apalagi pernyataan tersebut disampaikan pada saat Kementerian Kesehatan sedang getolnya mewacanakan program andalannya, “Enam Trasformasi Kesehatan.” Menurut Bappenas, “sembilan dari sepuluh target pembangunan kesehatan pada era Jokowi terancam gagal”.

Menjelang Pilpres 2024, mestinya target pembangunan di atas dapat menjadi diskursus di ruang publik. Apalagi kesehatan itu sangat terkait dengan ketahanan nasional. Memperbincangkan bagaimana mengonstruksi sistem kesehatan nasional agar kemudian menjadi unsur utama yang mengokohkan sistem ketahanan nasional. Penulis berharap agar kesisteman ini dapat menjadi perdebatan intelektual yang serius dan mengasyikkan bagi pasangan capres dan cawapres pada hari-hari mendatang.

Diskursus ini sangat penting dalam tiga hal. Pertama, penting untuk penyusunan agenda pembangunan kesehatan nasional ke depan.Kedua, penting bagi rakyat calon pemilih untuk dapat mereka-reka atau “mendiagnosis" isi otak pasangan capres dan cawapres. Ketiga, penting untuk mengetahui apakah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tersebut memiliki kepedulian terhadap kesehatan rakyat yang akan memilihnya.

Sistem Kesehatan
Konsep sistem kesehatan nasional (SKN) dan sistem kesehatan daerah (SKD) seharusnya merupakan suatu bangunan rumah, yang dirangkai, diregulasi secara terintergasidan menjadi bagian yang tidak terpisahkan satu sama lain. Karena itu SKD perlu dirancang dengan sebaik-baiknya, melibatkan berbagai unsur, keragaman, dan kearifan guna menjadi unsur utama dalam menyusun SKN.

Karena itu, SKN perlu dikonstruksi dari SKD yang berbasis data dan masalah kesehatan rakyat di akar rumput. Sebahagian orang berkata, “cara ini cukup menyulitkan?” Tentu saja penulis sepakat dengan perkataan tersebut.

Itulah sebabnya dalam penyusunan SKN diperlukan tim yang kuat, pemikiran cermat, matang dan penuh kehati-hatian. Tidak perlu terburu-buru, sehingga terkesan se-perti sopir angkot yang mengejar setoran.

Sistem kesehatan nasional hendaknya disusun sebagai suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya kesehatan bangsa Indonesia, dari berbagai daerah yang secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. SKN diharapkan memberikan arah dan pedoman dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan bagi seluruh penyelenggara pembangunan kesehatan.

Dalam menyusun SKN tidak ada salahnya bila kita belajar dari pembentukan NKRI yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia merupakan bangunan negara yang dirangkai dari puluhan ribu pulau, ratusan daerah/kerajaan lokal yang berdaulatdengan beragam kepercayaan dan budayanya, yang kemudian bersepakat membentuk NKRI.

SKN dan SKD yang kokoh serta dijalankan dengan baik seharusnya mampu memberi jawaban dan jalan keluar atas seluruh permasalahan kesehatan yang dialami seluruh rakyat Indonesia. Sebab SKD dan SKN dirancang berdasarkan masalah dan pemecahan masalah yang terjadi di akar rumput.

Terutama SKD yang dirumuskan secara spesifik menurut masalah dan kebutuhan masing-masing daerah, seharusnya lebih peka dan tanggap atas penyelesaiaan masalah kesehatan di daerah tersebut. Bila di suatu daerah, misal banyak kasus stunting, angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), balita wasting, scabies, kusta, angka merokok anak dan remaja yang tinggi, tuberkulose, malaria, diare, obesitas, stroke, gagagal ginjal, sakit jantung, dan sterusnya, tentu akan terekam di dalam SKD-nya masing-masing.

Begitu pula bila daerah yang mengalami masalah air bersih, sanitasi, dan jamban, fasilitas kesehatan tidak mencukupi atau belum terstandar dan terakreditasi, serta masalah lain yang berpotensi menyebabkan bertambah sakitnya penduduk serta tidak tercapainya target pembangungan nasional, tentu dapat dipantau melalui SKD-nya.

SKD suatu daerah bukan copy dan paste dari SKD daerah lain. SKD pun bukan diturunkan dari SKN. Tetapi SKN-lah yang dikonstruksi berdasarkan data masukan dari SKD. SKN tidak dirumuskan di atas meja berdasarkan keinginan para elite penguasa atau titipan kelompok tertentu.

Hal yang sama untuk perencananan nasional tenaga kesehatan semestinya di konstruksi berdasarkan data kebutuhan dari daerah. Misalnya, daerah butuh dokter atau dokter gigi spesialis, seharusnya jelas spesialisasi apa? Sehingganya semua orang, terutama pengambil kebijakan dapat mengetahui jenis dan tingkat kompetensi tenaga kesehatan yang dibutuhkannya.

Hal di atas sangat penting sebab berkaitan dengan banyak hal, seperti penganggaran, jaminan kesejehteraannya, ja-minan kesehatannya, penyediaan fasilitas pelayanan, distribusi tenaga kesehatan, dan tentu saja pendidikannya. Dan yang tak kalah pentingnya adalah setelah tenaga kesehatan tersebut terdistribusikan, dapat berperan secara optimal untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat di daerah terse-but.

Ketahanan Nasional sebagai Tujuan Negara
Ketahanan nasional, merupakan konsepsi nasional dalam pencapaian tujuan nasional. Inti dari Kehatanan nasional ialah tercapainya keamanan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, yang menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintahan Indonesia.

Rumusan tujuan nasional yang akan dicapai di atas telah diamanatkan di dalam pembukaan UUD 1945, ialah “membentuk suatu Pemerintahan Negara yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.

Karena itu dibutuhkan pula konsep ketahanan nasional yang disusun atau menjadi sistem kesehatan sebagai struktur utamanya. Ketahanan nasional hanya dapat menjadi kokoh bila ditopang oleh penduduk yang sehat.

Hemat penulis ada lima alasan mengapa kesehatan perlu menjadi penopang utama ketahahan nasional. Pertama, kesehatan adalah unsur utama ketahanan nasional. Kedua, kesehatan merupakan anak tangga pertama utama bagi rakyat untuk menapaki jalan menuju kesejahteraannya.

Ketiga, kesehatan adalah pendorong utama dalam meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Keempat. kesehatan adalah HAM. Kelima, kesehatan adalah investasi.

Dengan demikian, dapat dipahami mengapa konstruksi sistem ketahanan nasional harus menjadikan sistem kesehatan nasional sebagai unsur utama dalam pembentukannya. Secara praktis sangat mudah dipahami bahwa tidak ada negara bangsa yang dapat berdiri kokoh dan berdaulat bila rakyatnya loyo dan sakit-sakitan.

Bila rakyat sakit fisik, mengidap gangguan jiwa dan spiritual, serta asosial atau antisosial, tentu dalam keseharian dan jangka panjang hanya menjadi beban negara. Karena itu agar tidak membebani negara maka rakyat wajib disehatkan.

Untuk lebih memahami arti penting kesehatan bagi suatu negara bangsa, berikut ini penulis ingin mengutip pendapat Dr Haridadi Sudjono, SE (mantan Dubes RI untuk Kuba) dalam bukunya, “Globalisasi Perkembangan Serta Kemungkinan Bencana Bagi Indonesia”, berikut ini.

”Sejak awal berdirinya, Kuba sudah banyak menyerap pelajaran berharga dari Indonesia, khususnya dalam pembangunan politik dan ekonomi, karena itu negara yang dipimpin Fidel Castro tersebut membebaskan semua investasi asing ke negerinya, hal: pendidikan, kesehatan, dan keamanan.” Alasannya sangat jelas, karena ketiga sektor tersebut sangat sensitif dan menyangkut nasib negara serta masa depan masyarakat Kuba.

Catatan Akhir
Penulis berharap agar dalam beberapa bulan menjelang Pilpres 2024, ruang publik dapat diisi dengan diskursus yang lebih mencerdaskan. Diskursus yang menyangkut kondisi kesehatan rakyat bangsa Indonesia serta bagaimana mengonstruksi SKN dan menyusun agenda pembangunan kesehatan ke depan.

Mengapa ini penting? Sebab, kondisi rakyat yang lemah, lumpuh, dan sakit adalah awal dari kemiskinan dan kebodohan, yang mestinya dapat diselesaikan dengan pendekatan yang lebih sistematis sesuai kebutuhan kesehatannya.

Francis Fukuyama mengatakan, “kemiskinan merupakan faktor penyumbang terbesar bagi terjadinya guncangan sosial di berbagai negara miskin dan sedang berkem-bang…” Artinya, bila rakyat dan bangsa dalam kondisi sakit sehingga tidak mampu belajar (bodoh) maka tentu kemiskinan semakin bertambah. Guncangan sosial yang akan mengancam ketahanan dan kelangsungan bangsa-pun makin mendekati kenyataan.

Karena itu, tidak berlebihan bila penulis mengatakan, “tidak ada negara yang dapat bertahan bila rakyatnya sakit-sakitan, bodoh dan miskin”. Sepadan dengan kalimat, “tidak ada bangsa yang dapat berdaulat tanpa ditopang oleh sistem kesehatan nasional dan ketahahan nasional yang kokoh.” Wallahu a'lam bishawab.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1037 seconds (0.1#10.140)