Terhalang Restu Masuk TNI, Panglima dari Bandung Selatan Ini Minta Bantuan Kiai Luluhkan Hati Ibunya
loading...
A
A
A
"Agus pulang," kata Agus kepada ibu.
Saat itu pula sang ibu pun membuka matanya. Ia lihat anaknya telah kembali. Sejak saat itu, kesehatan sang ibu berangsur membaik.
Beberapa hari setelah peristiwa itu, sepucuk surat sampai ke rumahnya. Surat itu dikirim Gubernur Akabri dari Magelang. Surat itu berisi ajakan untuk mengikuti lagi seleksi Akabri di tahun depan.
Karena tidak lolos seleksi calon taruna Akabri, Agus berkuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Nusantara. Ia merasa bahwa kuliahnya hanyalah untuk mengisi waktu luang. Ia tidak menjiwai kuliahnya. Hari-hari kuliah ia lewatkan begitu saja. Ia sadar bahwa tempatnya bukanlah di ruang kuliah. Ia hanya ingin menjadi tentara.
Kerap kali ibu menitahnya untuk bekerja, "Cepat kerja atuh, Jang."
Namun, setiap Agus muda menyampaikan bahwa dirinya ingin menjadi tentara, Siti Rohmah Latifah selalu teringat kematian saudara kandungnya. Itulah hal yang membuat dirinya tidak merestui keinginan anaknya. Meski ibunya tetap tidak rida, Agus tetap kukuh dengan pendiriannya. Tentara bukan lagi menjadi cita-cita, melainkan panggilan.
Cibaduyut tahun 1983. Pagi itu, Agus terbangun dari tidurnya setelah ibu membangunkannya. Ia terkejut ketika melihat jam. Seharusnya, ia sudah siap berangkat menuju tempat seleksi di Kodam III Siliwangi.
Agus sadar bahwa ia akan terlambat. Buru-buru ia mempersiapkan dirinya. Hari itu adalah hari seleksi tahap awal. Ia tidak ingin gagal di tahun ini walaupun rida sang ibu tidak kunjung ia dapatkan. Jika ia gagal, ia harus kembali lagi ke bangku kuliah dan menjalani kuliah yang tidak dijiwainya.
Siti Rohmah Latifah menyuruh Agus muda untuk minum susu. Namun, Agus muda menolak susu itu karena ia takut terlambat. Yang ada dalam pikirannya ialah bahwa ia harus lulus tahun ini.
Saat itu pula sang ibu pun membuka matanya. Ia lihat anaknya telah kembali. Sejak saat itu, kesehatan sang ibu berangsur membaik.
Beberapa hari setelah peristiwa itu, sepucuk surat sampai ke rumahnya. Surat itu dikirim Gubernur Akabri dari Magelang. Surat itu berisi ajakan untuk mengikuti lagi seleksi Akabri di tahun depan.
Karena tidak lolos seleksi calon taruna Akabri, Agus berkuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Nusantara. Ia merasa bahwa kuliahnya hanyalah untuk mengisi waktu luang. Ia tidak menjiwai kuliahnya. Hari-hari kuliah ia lewatkan begitu saja. Ia sadar bahwa tempatnya bukanlah di ruang kuliah. Ia hanya ingin menjadi tentara.
Kerap kali ibu menitahnya untuk bekerja, "Cepat kerja atuh, Jang."
Namun, setiap Agus muda menyampaikan bahwa dirinya ingin menjadi tentara, Siti Rohmah Latifah selalu teringat kematian saudara kandungnya. Itulah hal yang membuat dirinya tidak merestui keinginan anaknya. Meski ibunya tetap tidak rida, Agus tetap kukuh dengan pendiriannya. Tentara bukan lagi menjadi cita-cita, melainkan panggilan.
Cibaduyut tahun 1983. Pagi itu, Agus terbangun dari tidurnya setelah ibu membangunkannya. Ia terkejut ketika melihat jam. Seharusnya, ia sudah siap berangkat menuju tempat seleksi di Kodam III Siliwangi.
Agus sadar bahwa ia akan terlambat. Buru-buru ia mempersiapkan dirinya. Hari itu adalah hari seleksi tahap awal. Ia tidak ingin gagal di tahun ini walaupun rida sang ibu tidak kunjung ia dapatkan. Jika ia gagal, ia harus kembali lagi ke bangku kuliah dan menjalani kuliah yang tidak dijiwainya.
Siti Rohmah Latifah menyuruh Agus muda untuk minum susu. Namun, Agus muda menolak susu itu karena ia takut terlambat. Yang ada dalam pikirannya ialah bahwa ia harus lulus tahun ini.
Baca Juga