Kasus Djoko Tjandra, Polri Janji Usut Tuntas Keterlibatan Pihak Lain
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penangkapan Djoko Tjandra mendapat apresiasi dan pujian dari sejumlah kalangan. Namun, Bareskrim Polri diminta jangan berhenti sampai di situ. Lebih dari itu, kasus ini diharapkan bisa menguak pihak lain yang terlibat dalam pelarian buron kasus Bank Bali tersebut.
Seperti diketahui, kasus mondar-mandirnya Djoko Tjandra ke Indonesia menyeret sejumlah jenderal di kepolisian dan jaksa di Kejaksaan Agung (Kejagung). Pertama, Brigjen Prasetijo Utomo. Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri ini dicopot dari jabatannya karena membuat surat jalan kepada Djoko Tjandra. Selain dicopot, Prasetijo juga ditetapkan sebagai tersangka.
Kemudian Irjen Pol Napoleon Bonaparte. Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri ini juga dicopot dari jabatannya karena diduga ikut membantu pelarian Djoko Tjandra . Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis juga mencopot Brigjen Nugroho Slamet dari jabatannya sebagai Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol. Nugroho diduga menghapus red notice buronan Djoko Tjandra. Teranyar, polisi menetapkan pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolipaking, sebagai tersangka terkait skandal surat jalan Djoko Tjandra. (Baca: Bareskrim Serahkan Djoko Tjandra ke Kejagung Malam Ini)
Selain dari oknum kepolisian dan pengacara, Kejaksaan Agung juga membebastugaskan Pinangki Sirna Malasari dari jabatannya sebagai Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembina. Surat pencopotan itu diteken langsung Wakil Jaksa Agung. Jaksa Pinangki diduga melakukan perjalanan ke luar negeri sebanyak sembilan kali tanpa izin pimpinan dalam kurun waktu tahun 2019.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad berharap momentum ini mampu mengungkap tabir di internal Polri dan lembaga penegak hukum lainnya yang membantu meloloskan Djoko Tjandra. “Pimpinan DPR mengapresiasi kepolisian RI yang telah berhasil menangkap buron Djoko Tjandra di Malaysia dan semoga ini bisa mengungkap tabir lainnya,” kata Dasco, kemarin.
Pada Kamis (30/7/2020) lalu, Bareskrim Polri berhasil menangkap Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia. Penangkapan ini merupakan bentuk komitmen Polri membantu pemerintah menangkap sejumlah buronan kakap. Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis bercerita bagaimana proses penangkapan Djoko Tjandra. Menurut dia, dua pekan lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahnya untuk mencari sekaligus menangkap Djoko Tjandra.
Dengan sigap dan cepat, perintah itu langsung dilaksanakan dengan membuat tim kecil. "Perintah itu kemudian kami laksanakan. Kita bentuk tim kecil karena infonya yang bersangkutan berada di Malaysia," ujar Idham.
Setelah tim terbentuk, pihaknya langsung mengirimkan surat kepada kepolisian Malaysia. Surat tersebut berisi permintaan kerja sama antara police to police untuk menangkap Djoko Tjandra yang ketika itu terdeteksi berada di Kuala Lumpur, Malaysia. (Baca juga: Bill Clinton Terseret Skandal Kasus Budak Seks Epstein)
Proses kerja sama dan kerja keras tim membuah hasil. Sampai akhirnya keberadaan Djoko Tjandra diketahui. Kemudian hari Kamis (30/7/2020), Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo berangkat ke Malaysia untuk memimpin proses penangkapan. Turut mendampingi Kadiv Propam Polri Irjen Pol Sigit.
"Djoko Tjandra ini memang licik dan sangat pandai. Dia kerap berpindah-pindah tempat. Tapi, Alhamdulillah berkat kesabaran dan kerja keras tim, Djoko Tjandra berhasil diamankan," ungkap mantan Kapolda Metro Jaya ini.
Menurut Idham, penangkapan Djoko Tjandra merupakan komitmen Polri untuk menjawab keraguan publik bahwa Polri bisa menangkap yang bersangkutan. Dia mengatakan proses hukum Djoko Tjandra akan terus dikawal. Terbuka dan transparan serta tidak akan ditutup-tutupi.
Artinya, siapa pun yang terlibat dalam pelarian Djoko akan disikat dan proses hukum. Ini juga sebagai upaya bersih-bersih Polri terhadap oknum nakal. "Sekali lagi, ini bentuk komitmen kami. Kami akan transparan dan objektif untuk usut tuntas apa yang terjadi," tandas jenderal bintang empat ini.
Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto mengungkapkan, kasus masuk-keluarnya Djoko Tjandra secara bebas dengan dibantu sejumlah oknum di institusi penegak hukum dan pemerintahan juga harus ditelusuri dan segera dibenahi sistemnya. (Baca juga: Tukang Jagal tewas di Atas Domba yang Akan Disembelihnya)
Menurut Didik, sejumlah lembaga pemerintahan dan aparatnya yang berkaitan dengan kasus ini harus segera melakukan pembenahan dan perbaikan, mulai dari sistem, aparat, dan sarananya. Bahkan, kalau perlu, lakukan audit untuk menemukan kerusakannya agar tidak akan terulang lagi di kemudian hari. “Apa yang dilakukan Djoko Tjandra sangat jelas merusak sistem, aparat dan sarana kelembagaan yang dikendalikan atau setidak-tidaknya dipergunakan untuk melakukan kejahatan,” katanya.
Ketua Komisi III DPR Herman Herry mengapresiasi gerak cepat Bareskrim Polri yang menangkap Djoko Tjandra. Penangkapan Djoko Tjandra membuktikan negara tak kalah dengan penjahat kerah putih. “Angkat topi untuk Kabareskrim Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo dan jajaran yang telah membuktikan bahwa negara tidak kalah oleh seorang Djoko Tjandra,” kata Herman.
Herman mengaku yakin Korps Bhayangkara itu dinilai tak pandang bulu menindak pelaku tindak kejahatan, termasuk koruptor kelas kakap tersebut. “Saya melihat bahwa Kabareskrim sejak awal sangat responsif dan tidak pandang bulu dalam mengusut kasus ini,” ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Herman menyebut penangkapan Djoko Tjandra telah menjawab keraguan warga Indonesia atas kasus buronan negara yang menjerat tiga petinggi Polri itu. Komisi III DPR, kata Herman, bakal mengawal pengusutan kasus ini hingga tuntas. “Ini merupakan jawaban atas keraguan publik. Kami di Komisi III berkomitmen untuk selalu melaksanakan hak pengawasan kami untuk memastikan kasus ini bisa diusut hingga tuntas,” tandas politikus asal Nusa Tenggara Timur itu. (Lihat videonya: Puluhan Orang Terjaring Razia Masker di Jakarta Pusat)
Pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin menegaskan eksekusi pidana Djoko Tjandra tidak memiliki kekuatan konstitusional. Oleh karenanya, Djoko Tjandra harus lepas dari segala tuntutan hukum. Irman menjelaskan bahwa putusan MA No 12/PK/Pid.Sus/2009 pada 11 Juni 2009 yang mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus Cessie Bank Bali, di mana putusan itu akhirnya memutuskan bahwa Djoko Tjandra bersalah dan memutus hukuman penjara dua tahun sejatinya tidak memiliki kekuatan konstitusional. (M Yamin/Kiswondari/Abdul Rochim)
Seperti diketahui, kasus mondar-mandirnya Djoko Tjandra ke Indonesia menyeret sejumlah jenderal di kepolisian dan jaksa di Kejaksaan Agung (Kejagung). Pertama, Brigjen Prasetijo Utomo. Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri ini dicopot dari jabatannya karena membuat surat jalan kepada Djoko Tjandra. Selain dicopot, Prasetijo juga ditetapkan sebagai tersangka.
Kemudian Irjen Pol Napoleon Bonaparte. Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri ini juga dicopot dari jabatannya karena diduga ikut membantu pelarian Djoko Tjandra . Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis juga mencopot Brigjen Nugroho Slamet dari jabatannya sebagai Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol. Nugroho diduga menghapus red notice buronan Djoko Tjandra. Teranyar, polisi menetapkan pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolipaking, sebagai tersangka terkait skandal surat jalan Djoko Tjandra. (Baca: Bareskrim Serahkan Djoko Tjandra ke Kejagung Malam Ini)
Selain dari oknum kepolisian dan pengacara, Kejaksaan Agung juga membebastugaskan Pinangki Sirna Malasari dari jabatannya sebagai Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembina. Surat pencopotan itu diteken langsung Wakil Jaksa Agung. Jaksa Pinangki diduga melakukan perjalanan ke luar negeri sebanyak sembilan kali tanpa izin pimpinan dalam kurun waktu tahun 2019.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad berharap momentum ini mampu mengungkap tabir di internal Polri dan lembaga penegak hukum lainnya yang membantu meloloskan Djoko Tjandra. “Pimpinan DPR mengapresiasi kepolisian RI yang telah berhasil menangkap buron Djoko Tjandra di Malaysia dan semoga ini bisa mengungkap tabir lainnya,” kata Dasco, kemarin.
Pada Kamis (30/7/2020) lalu, Bareskrim Polri berhasil menangkap Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia. Penangkapan ini merupakan bentuk komitmen Polri membantu pemerintah menangkap sejumlah buronan kakap. Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis bercerita bagaimana proses penangkapan Djoko Tjandra. Menurut dia, dua pekan lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahnya untuk mencari sekaligus menangkap Djoko Tjandra.
Dengan sigap dan cepat, perintah itu langsung dilaksanakan dengan membuat tim kecil. "Perintah itu kemudian kami laksanakan. Kita bentuk tim kecil karena infonya yang bersangkutan berada di Malaysia," ujar Idham.
Setelah tim terbentuk, pihaknya langsung mengirimkan surat kepada kepolisian Malaysia. Surat tersebut berisi permintaan kerja sama antara police to police untuk menangkap Djoko Tjandra yang ketika itu terdeteksi berada di Kuala Lumpur, Malaysia. (Baca juga: Bill Clinton Terseret Skandal Kasus Budak Seks Epstein)
Proses kerja sama dan kerja keras tim membuah hasil. Sampai akhirnya keberadaan Djoko Tjandra diketahui. Kemudian hari Kamis (30/7/2020), Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo berangkat ke Malaysia untuk memimpin proses penangkapan. Turut mendampingi Kadiv Propam Polri Irjen Pol Sigit.
"Djoko Tjandra ini memang licik dan sangat pandai. Dia kerap berpindah-pindah tempat. Tapi, Alhamdulillah berkat kesabaran dan kerja keras tim, Djoko Tjandra berhasil diamankan," ungkap mantan Kapolda Metro Jaya ini.
Menurut Idham, penangkapan Djoko Tjandra merupakan komitmen Polri untuk menjawab keraguan publik bahwa Polri bisa menangkap yang bersangkutan. Dia mengatakan proses hukum Djoko Tjandra akan terus dikawal. Terbuka dan transparan serta tidak akan ditutup-tutupi.
Artinya, siapa pun yang terlibat dalam pelarian Djoko akan disikat dan proses hukum. Ini juga sebagai upaya bersih-bersih Polri terhadap oknum nakal. "Sekali lagi, ini bentuk komitmen kami. Kami akan transparan dan objektif untuk usut tuntas apa yang terjadi," tandas jenderal bintang empat ini.
Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto mengungkapkan, kasus masuk-keluarnya Djoko Tjandra secara bebas dengan dibantu sejumlah oknum di institusi penegak hukum dan pemerintahan juga harus ditelusuri dan segera dibenahi sistemnya. (Baca juga: Tukang Jagal tewas di Atas Domba yang Akan Disembelihnya)
Menurut Didik, sejumlah lembaga pemerintahan dan aparatnya yang berkaitan dengan kasus ini harus segera melakukan pembenahan dan perbaikan, mulai dari sistem, aparat, dan sarananya. Bahkan, kalau perlu, lakukan audit untuk menemukan kerusakannya agar tidak akan terulang lagi di kemudian hari. “Apa yang dilakukan Djoko Tjandra sangat jelas merusak sistem, aparat dan sarana kelembagaan yang dikendalikan atau setidak-tidaknya dipergunakan untuk melakukan kejahatan,” katanya.
Ketua Komisi III DPR Herman Herry mengapresiasi gerak cepat Bareskrim Polri yang menangkap Djoko Tjandra. Penangkapan Djoko Tjandra membuktikan negara tak kalah dengan penjahat kerah putih. “Angkat topi untuk Kabareskrim Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo dan jajaran yang telah membuktikan bahwa negara tidak kalah oleh seorang Djoko Tjandra,” kata Herman.
Herman mengaku yakin Korps Bhayangkara itu dinilai tak pandang bulu menindak pelaku tindak kejahatan, termasuk koruptor kelas kakap tersebut. “Saya melihat bahwa Kabareskrim sejak awal sangat responsif dan tidak pandang bulu dalam mengusut kasus ini,” ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Herman menyebut penangkapan Djoko Tjandra telah menjawab keraguan warga Indonesia atas kasus buronan negara yang menjerat tiga petinggi Polri itu. Komisi III DPR, kata Herman, bakal mengawal pengusutan kasus ini hingga tuntas. “Ini merupakan jawaban atas keraguan publik. Kami di Komisi III berkomitmen untuk selalu melaksanakan hak pengawasan kami untuk memastikan kasus ini bisa diusut hingga tuntas,” tandas politikus asal Nusa Tenggara Timur itu. (Lihat videonya: Puluhan Orang Terjaring Razia Masker di Jakarta Pusat)
Pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin menegaskan eksekusi pidana Djoko Tjandra tidak memiliki kekuatan konstitusional. Oleh karenanya, Djoko Tjandra harus lepas dari segala tuntutan hukum. Irman menjelaskan bahwa putusan MA No 12/PK/Pid.Sus/2009 pada 11 Juni 2009 yang mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus Cessie Bank Bali, di mana putusan itu akhirnya memutuskan bahwa Djoko Tjandra bersalah dan memutus hukuman penjara dua tahun sejatinya tidak memiliki kekuatan konstitusional. (M Yamin/Kiswondari/Abdul Rochim)
(ysw)