Step by Step ala PT PAL Membangun Kompetensi Kapal Perang
loading...
A
A
A
AGUSTUS kemarin menjadi bulan bersejarah bagi PT PAL Indonesia (Persero). Untuk kali pertama perusahaan berbasis di Surabaya itu menggarap kapal perang real fregat. Seremoni keel laying yang menandai dimulainya produksi Fregat Merah Putih yang memiliki panjang 140 meter dan bobot 5.996 ton itu menjadi milestone bagi PT PAL memasuki babak baru dan mengindikasikan kepercayaan diri menerima tantangan lebih besar.
baca juga: Target Ekspor Kapal Selam 100% Lokal di 2045, PT PAL Harus Lewati Dulu 4 Fase
PT PAL menganggap kepercayaan yang diberikan untuk membangun dua unit kapal fregat sebagai wujud komitmen pemerintah melalui Kementerian Pertahanan (Kemenhan) memajukan dan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas industri pertahanan (inhan) dalam negeri. Kebijakan itu juga dianggap sebagai langkah nyata menggapai teknologi pertahanan dan kemandirian inhan agar bisa meminimalisir ketergantungan ekspor.
Berbeda dengan proyek kapal korvet Sigma pada 2005 yang terlebih dibangun di galangan kapal Damen Schelde Naval Shipbuilding (DSNS) Belanda-kemudian lazim dikenal sebagai kelas Diponegoro, konstruksi Fregat Merah Putih sejak awal sepenuhnya dibangun di Tanah Air. Indonesia hanya membeli desain kapal dari Babcock International dan selanjutnya pembangunan dilakukan PT PAL dengan asistensi perusahaan asal Inggris tersebut. Fregat jenis general purpose tersebut secara desain dikembangkan dari fregat Arrowhead Inggris 140 atau Fregat Iver Huitfeldt Denmark.
Yang menarik, bersamaan dengan pengerjaaan proyek besar, PT PAL juga memulai pengerjaan proyek lain yang tak kalah prestius, yakni dua kapal strategic sea vessel (SSV) untuk Filipina. Pembangunan kapal berukuran 124 meter itu merupakan pesanan kali kedua setelah sebelumnya Negeri Pinoi itu mengakuisisi dua kapal sejenis yang merupakan pengembangan KRI Makassar, yang kemudian disebut Tarlac kelas.
Selain menunjukkan kompetensi PT PAL menggarap kapal besar dan canggih serta menguatnya kepercayaan pemerintah Indonesia dan Filipina, pengerjaaan dua kapal berukuran besar yang hampir bersamaan tersebut bisa menjadi parameter besarnya kapasitas produksi yang dimiliki. Kapasitas PT PAL yang demikian tentu tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Apalagi yang digarap pada kapal perang yang sarat dengan teknologi.
Bagaimana PT PAL bisa menapak pada level ini? Prestasi tersebut jelas tidak datang seketika. Perusahaan yang terlahir di era penjajahan Belanda 1939 dengan nama Marine Establisment (ME) dan di jaman penjajahan Jepang berganti nama menjadi Kaigun SE 2124 itu harus melalui learning process panjang dan berliku.
baca juga: Menhan Prabowo Berkomitmen Hapus Budaya Korupsi di Industri Pertahanan
Sebagai bagian industri strategis kebanggaan Indonesia, tentu PT PAL diharapkan akan semakin maju dan bisa menggarap proyek lain yang lebih prestisius seperti kapal selam, kapal destroyer, helikopter (landing helicopter deck/LHD), hingga destroyer.
Melihat capaian yang telah disuguhkan, PT PAL bisa melompat lebih lagi menunjukkan sumbangsih dan prestasi untuk bangsa, terutama mendukung terwujudnya kemandirian alutsista untuk matra laut. Bahkan, mewujudkan diri sebagai perusahaan kelas global yang mampu membuat kapal perang untuk memenuhi kebutuhan internasional. Mampukah PT PAL meraihnya?
baca juga: Target Ekspor Kapal Selam 100% Lokal di 2045, PT PAL Harus Lewati Dulu 4 Fase
PT PAL menganggap kepercayaan yang diberikan untuk membangun dua unit kapal fregat sebagai wujud komitmen pemerintah melalui Kementerian Pertahanan (Kemenhan) memajukan dan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas industri pertahanan (inhan) dalam negeri. Kebijakan itu juga dianggap sebagai langkah nyata menggapai teknologi pertahanan dan kemandirian inhan agar bisa meminimalisir ketergantungan ekspor.
Berbeda dengan proyek kapal korvet Sigma pada 2005 yang terlebih dibangun di galangan kapal Damen Schelde Naval Shipbuilding (DSNS) Belanda-kemudian lazim dikenal sebagai kelas Diponegoro, konstruksi Fregat Merah Putih sejak awal sepenuhnya dibangun di Tanah Air. Indonesia hanya membeli desain kapal dari Babcock International dan selanjutnya pembangunan dilakukan PT PAL dengan asistensi perusahaan asal Inggris tersebut. Fregat jenis general purpose tersebut secara desain dikembangkan dari fregat Arrowhead Inggris 140 atau Fregat Iver Huitfeldt Denmark.
Yang menarik, bersamaan dengan pengerjaaan proyek besar, PT PAL juga memulai pengerjaan proyek lain yang tak kalah prestius, yakni dua kapal strategic sea vessel (SSV) untuk Filipina. Pembangunan kapal berukuran 124 meter itu merupakan pesanan kali kedua setelah sebelumnya Negeri Pinoi itu mengakuisisi dua kapal sejenis yang merupakan pengembangan KRI Makassar, yang kemudian disebut Tarlac kelas.
Selain menunjukkan kompetensi PT PAL menggarap kapal besar dan canggih serta menguatnya kepercayaan pemerintah Indonesia dan Filipina, pengerjaaan dua kapal berukuran besar yang hampir bersamaan tersebut bisa menjadi parameter besarnya kapasitas produksi yang dimiliki. Kapasitas PT PAL yang demikian tentu tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Apalagi yang digarap pada kapal perang yang sarat dengan teknologi.
Bagaimana PT PAL bisa menapak pada level ini? Prestasi tersebut jelas tidak datang seketika. Perusahaan yang terlahir di era penjajahan Belanda 1939 dengan nama Marine Establisment (ME) dan di jaman penjajahan Jepang berganti nama menjadi Kaigun SE 2124 itu harus melalui learning process panjang dan berliku.
baca juga: Menhan Prabowo Berkomitmen Hapus Budaya Korupsi di Industri Pertahanan
Sebagai bagian industri strategis kebanggaan Indonesia, tentu PT PAL diharapkan akan semakin maju dan bisa menggarap proyek lain yang lebih prestisius seperti kapal selam, kapal destroyer, helikopter (landing helicopter deck/LHD), hingga destroyer.
Melihat capaian yang telah disuguhkan, PT PAL bisa melompat lebih lagi menunjukkan sumbangsih dan prestasi untuk bangsa, terutama mendukung terwujudnya kemandirian alutsista untuk matra laut. Bahkan, mewujudkan diri sebagai perusahaan kelas global yang mampu membuat kapal perang untuk memenuhi kebutuhan internasional. Mampukah PT PAL meraihnya?