Membangun Pertumbuhan Industri Kelapa Sawit yang Berkelanjutan
loading...
A
A
A
Dono Boestami
Ketua Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS)
INDUSTRI kelapa sawit memiliki peran yang sangat vital dalam perekonomian Indonesia. Sebagai salah satu produsen terbesar dan eksportir utama minyak kelapa sawit di dunia, industri ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan ekspor negara, menjaga keseimbangan perdagangan, dan mendorong penerimaan devisa pemerintah.
Sebagai sektor yang menghasilkan banyak lapangan kerja, industri kelapa sawit turut menyediakan pekerjaan bagi jutaan tenaga kerja. Baik di perkebunan maupun fasilitas pengolahan. Juga memberikan dampak positif terhadap pengurangan tingkat pengangguran di wilayah perdesaan.
Dari perspektif ekonomi sirkular, industri kelapa sawit juga berperan dalam memacu pertumbuhan ekonomi di sekitar wilayah perkebunan, melalui dorongan permintaan akan berbagai barang dan jasa.
Sebuah penelitian yang dilakukan Ryan B Edwards dari Stanford University mengungkapkan perkembangan industri kelapa sawit telah memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam dekade terakhir. Fokus penelitiannya meliputi aspek-aspek ekonomi dan dampak sosial dari pertumbuhan penanaman dan ekspor minyak kelapa sawit.
Penelitian ini mengidentifikasi manfaat yang dihasilkan dari komoditas ini, seperti peningkatan pendapatan bagi petani kecil dan perusahaan besar. Melalui pendekatan empiris, penelitian ini membandingkan daerah yang terpengaruh secara signifikan dengan daerah yang kurang terpengaruh, guna mengevaluasi dampaknya terhadap kemiskinan lokal dan pola pengeluaran rumah tangga.
Secara kuantitatif, sekitar 10 juta penduduk terlibat dalam perkebunan rakyat baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara lebih khusus, riset itu menyajikan data bahwa ada sekitar 1,3 juta orang di perdesaan yang terkait langsung dengan kegiatan usaha perkebunan rakyat dapat dibantu keluar dari garis kemiskinan.
Penelitian ini menegaskan pentingnya akses lahan, terutama bagi petani kecil, sebagai pendorong utama pertumbuhan sektor ini. Temuan lainnya juga mengindikasikan adanya efek positif berupa munculnya proto urbanisasi. Yakni timbulnya kota-kota kecil di sekitar fasilitas pengolahan, yang pada akhirnya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah yang sebelumnya memiliki keterbatasan peluang ekonomi.
Meskipun peran penting industri kelapa sawit dalam ekonomi Indonesia sudah sangat terasa, terutama dalam penciptaan lapangan kerja dan pembentukan komunitas, terdapat sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Khususnya terkait dengan peran petani kecil yang memiliki perkebunan kelapa sawit dengan luas kurang dari 4 hektare.
Para petani ini, yang memiliki peran sentral dalam pasokan bahan baku industri, menghadapi kendala seperti produktivitas yang rendah dan isu lingkungan. Dari hasil analisis INOBU dan Penelitian Pakar Perkebunan dari Institut Pertanian Bogor Prof Yanto Santosa, profil petani sawit ini rata-rata berada dalam usia produktif dengan luasan kebun yang dikelola tidak lebih dari 4 hektare dan mayoritas petani sudah menekuni usaha di perkebunan sawit sekitar 10 tahun.
Keberadaan kebun sawit rakyat memberikan pekerjaan yang layak bagi masyarakat. Sekalipun level pendidikan mereka relatif rendah, pendapatan petani sawit berada di atas rata-rata upah minimum nasional.
Mereka pun bisa menghidupi keluarganya dengan layak. Meski demikian, produktivitas kebun petani sawit ini masih sangat rendah pada kisaran 2 ton sampai 3 ton per hektar per tahun.
Bandingkan dengan produksi yang bisa dicapai perkebunan swasta yang mencapai 5-6 ton per hektare per tahun. Persoalan utama adalah usia pohon yang sudah tua, rata-rata di atas 25 tahun.
Di sisi lain, perkebunan rakyat cenderung menggunakan benih yang secara kualitas kurang baik dan belum menerapkan prinsip pertanian yang baiik. Produktivitas kebun yang rendah itu jelas berpengaruh terhadap pendapatan dari petani rakyat yang akhirnya berujung pada tingkat kesejahteraan keluarga mereka.
Untuk meningkatkan pendapatan, para petani melakukan perluasan kebun dengan melakukan land clearing secara ilegal yang menyebabkan terjadi perubahan fungsi lahan dan hutan secara tidak terkendali. Itulah alasan utama mengapa intervensi kepada petani sawit ini sangat penting.
Dengan tekad yang kuat, pemerintah Indonesia telah meluncurkan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) pada 2017. Tujuan utama dari program ini adalah untuk meremajakan perkebunan kelapa sawit yang dimiliki oleh petani kecil, guna meningkatkan produktivitas secara berkelanjutan.
Menurut Tampubolon, Ginting, dkk (2021), program peremajaan kelapa sawit rakyat bertujuan mengatasi beberapa masalah dan tantangan yang dihadapi petani kecil di industri kelapa sawit. Salah satu tujuan utama dari program ini adalah untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi perkebunan kelapa sawit rakyat.
Petani kecil seringkali menghadapi kesulitan dalam mendapatkan bahan tanam berkualitas tinggi, menerapkan teknik pertanian yang efektif, dan mengelola perkebunan mereka secara efisien. Program PSR merupakan inisiatif langsung dari Presiden Joko Widodo.
Tujuannya sederhana namun mendalam yaitu meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit milik petani kecil melalui peremajaan pohon kelapa sawit, sehingga hasil buah sawit yang dihasilkan lebih melimpah. Untuk mencapai tujuan ini, program PSR dibangun di atas empat pilar utama, yakni legalitas kepemilikan lahan, keberlanjutan, sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO), serta peningkatan produktivitas.
Dalam hal legalitas dan keberlanjutan, Program PSR dapat memastikan keabsahan kepemilikan lahan, sehingga para petani yang terlibat memiliki dokumen resmi atas tanah yang mereka kelola. Prinsip-prinsip keberlanjutan turut diusung oleh program ini, dengan menemukan keseimbangan antara usaha peremajaan dan pelestarian lingkungan.
Pada saat panen pertama, program ini juga memiliki tujuan untuk meraih sertifikasi ISPO, sebagai bentuk komitmen terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan, serta sebagai bukti nyata komitmen terhadap praktik produksi minyak kelapa sawit yang etis dan bertanggung jawab. Inti dari Program PSR adalah peningkatan produktivitas.
Program ini memiliki ambisi untuk meningkatkan produktivitas hingga mencapai 10 metrik ton tandan buah segar per hektar setiap tahunnya. Dengan demikian, program ini bukan hanya berupaya meningkatkan jumlah produksi, tetapi juga berusaha melakukannya pada lahan yang sudah ada, menghindari perluasan lahan baru.
Jika berhasil dijalankan dengan baik, Program PSR akan memberikan sejumlah manfaat yang signifikan bagi kehidupan petani kecil, industri kelapa sawit, dan lingkungan. Melalui penggantian pohon-pohon tua dengan varietas tanaman yang menghasilkan lebih banyak tandan buah segar, program ini akan mendorong efisiensi produksi dan potensi pendapatan petani.
Upaya peremajaan ini juga memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan lingkungan. Dapat mengurangi degradasi lahan dan mendorong praktik pertanian yang ramah lingkungan. Jika produktivitas dapat ditingkatkan, kesejahteraan petani kecil dapat meningkat secara otomatis melalui hasil panen yang lebih baik dan pendapatan yang lebih stabil.
Program ini juga memberikan kontribusi pada upaya konservasi. Melalui peremajaan perkebunan yang sudah ada, program ini membantu meminimalisir tekanan untuk membuka lahan baru, yang pada akhirnya dapat berfungsi sebagai bentuk perlindungan terhadap risiko deforestasi.
Selain itu, Program PSR membuka peluang penggunaan teknologi pertanian canggih, dengan memperkenalkan varietas varietas kelapa sawit yang lebih unggul dan mengadopsi praktik Pertanian yang Baik (Good Agricultural Practice/GAP). Di luar wilayah perkebunan, Program PSR juga berpotensi mendorong perkembangan di pedesaan, dengan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan peluang mata pencaharian di daerah yang sangat bergantung pada produksi minyak kelapa sawit.
Pendekatan perbaikan produktivitas melalui peremajaan juga dipandang cukup efektif sebagai strategi yang efektif dalam pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia. Menurut Hutasoit, Hutabarat, dan Muwardi (2015), program ini membawa beberapa manfaat bagi petani kecil dan berkontribusi terhadap pertumbuhan industri kelapa sawit secara keseluruhan.
Namun, dalam praktiknya, Pelaksanaan Program PSR menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya berkaitan dengan pencapaian target yang telah ditetapkan.
Selama periode 2016-2022, realisasi subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) mencapai jumlah yang signifikan, yaitu Rp 7,5 triliun. Dari alokasi dana subsidi tersebut, sejumlah rekomendasi teknis untuk program PSR sebanyak 278 ribu hektare telah dihasilkan, namun realisasi lapangan baru mencakup 2.73 ribu hektare.
Kritik terhadap pelaksanaan Program PSR ini juga datang dari Yohanis Fransiskus Lema, anggota dari Komisi IV DPR. Kritik yang disampaikannya berfokus pada implementasi Program PSR yang semula ditargetkan untuk mencakup luasan 180.000 hektare per tahun, dari total 540.000 hektare dalam periode 2017-2023, namun belum sepenuhnya tercapai hingga saat ini.
Persoalan legalitas lahan ternyata paling krusial. Kepemilikan sertifikat hak milik masih minim, serta adanya indikasi masuk kawasan hutan, ataupun tumpang tindih kebun rakyat dengan Hak Guna Usaha (HGU) dan hak tanah lainnya. Persoalan teknis lainnya meliputi pemilihan bibit yang tepat, pengelolaan lahan efisien, serta pengendalian hama dan penyakit.
Pemilihan bibit yang baik penting untuk hasil optimal. Pengelolaan lahan harus memperhatikan aspek pemupukan, irigasi, dan pemangkasan. Pengendalian hama dan penyakit juga penting untuk pertumbuhan tanaman yang sehat.
Solusinya adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani melalui pelatihan, pendampingan, dan dukungan teknis. Pemerintah perlu memberikan bantuan finansial, pupuk, pestisida, dan obat-obatan untuk mendukung keberlanjutan.
Program PSR juga harus mengawasi peredaran bibit berkualitas rendah atau terinfeksi. Dengan implementasi ini, program peremajaan sawit rakyat diharapkan berhasil memberikan manfaat maksimal bagi petani.
Selain soal target pelaksanaan yang belum sesuai, komitmen terhadap praktik berkelanjutan menjadi sangat penting untuk mencegah lebih lanjutnya kerusakan lingkungan. Tantangan lainnya melibatkan upaya memastikan hak kepemilikan lahan bagi petani kecil, di mana masih banyak lahan yang dimiliki oleh petani kecil belum memiliki legalitas yang sah.
Dalam hal ini, perlu dilakukan evaluasi cermat untuk menjamin keseimbangan antara biaya dan manfaat ekonomi dari program ini, guna memastikan kelangsungan jangka panjang. Namun, tantangan paling penting adalah menjaga prinsip distribusi manfaat yang adil, sehingga melibatkan seluruh petani kecil dan komunitas lokal.
Selain itu, kesinambungan program ini juga bergantung pada ketegasan dalam pengaturan dan penegakan hukum, untuk memastikan bahwa program ini berjalan selaras dengan prinsip-prinsip berkelanjutan dan regulasi lingkungan yang berlaku. Meskipun dianggap sebagai harapan baru, Program PSR mencerminkan komitmen Indonesia untuk menggabungkan kemakmuran ekonomi dengan tanggung jawab lingkungan dan sosial di sektor kelapa sawit.
Dalam konteks program ini, perhatian khusus diberikan pada petani kecil di perkebunan, dan keberhasilan program ini sangat tergantung pada respons pasar terhadap minyak kelapa sawit berkelanjutan, yang harus responsif terhadap perubahan preferensi konsumen yang semakin peduli terhadap lingkungan.
Ketua Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS)
INDUSTRI kelapa sawit memiliki peran yang sangat vital dalam perekonomian Indonesia. Sebagai salah satu produsen terbesar dan eksportir utama minyak kelapa sawit di dunia, industri ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan ekspor negara, menjaga keseimbangan perdagangan, dan mendorong penerimaan devisa pemerintah.
Sebagai sektor yang menghasilkan banyak lapangan kerja, industri kelapa sawit turut menyediakan pekerjaan bagi jutaan tenaga kerja. Baik di perkebunan maupun fasilitas pengolahan. Juga memberikan dampak positif terhadap pengurangan tingkat pengangguran di wilayah perdesaan.
Dari perspektif ekonomi sirkular, industri kelapa sawit juga berperan dalam memacu pertumbuhan ekonomi di sekitar wilayah perkebunan, melalui dorongan permintaan akan berbagai barang dan jasa.
Sebuah penelitian yang dilakukan Ryan B Edwards dari Stanford University mengungkapkan perkembangan industri kelapa sawit telah memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam dekade terakhir. Fokus penelitiannya meliputi aspek-aspek ekonomi dan dampak sosial dari pertumbuhan penanaman dan ekspor minyak kelapa sawit.
Penelitian ini mengidentifikasi manfaat yang dihasilkan dari komoditas ini, seperti peningkatan pendapatan bagi petani kecil dan perusahaan besar. Melalui pendekatan empiris, penelitian ini membandingkan daerah yang terpengaruh secara signifikan dengan daerah yang kurang terpengaruh, guna mengevaluasi dampaknya terhadap kemiskinan lokal dan pola pengeluaran rumah tangga.
Secara kuantitatif, sekitar 10 juta penduduk terlibat dalam perkebunan rakyat baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara lebih khusus, riset itu menyajikan data bahwa ada sekitar 1,3 juta orang di perdesaan yang terkait langsung dengan kegiatan usaha perkebunan rakyat dapat dibantu keluar dari garis kemiskinan.
Penelitian ini menegaskan pentingnya akses lahan, terutama bagi petani kecil, sebagai pendorong utama pertumbuhan sektor ini. Temuan lainnya juga mengindikasikan adanya efek positif berupa munculnya proto urbanisasi. Yakni timbulnya kota-kota kecil di sekitar fasilitas pengolahan, yang pada akhirnya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah yang sebelumnya memiliki keterbatasan peluang ekonomi.
Meskipun peran penting industri kelapa sawit dalam ekonomi Indonesia sudah sangat terasa, terutama dalam penciptaan lapangan kerja dan pembentukan komunitas, terdapat sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Khususnya terkait dengan peran petani kecil yang memiliki perkebunan kelapa sawit dengan luas kurang dari 4 hektare.
Para petani ini, yang memiliki peran sentral dalam pasokan bahan baku industri, menghadapi kendala seperti produktivitas yang rendah dan isu lingkungan. Dari hasil analisis INOBU dan Penelitian Pakar Perkebunan dari Institut Pertanian Bogor Prof Yanto Santosa, profil petani sawit ini rata-rata berada dalam usia produktif dengan luasan kebun yang dikelola tidak lebih dari 4 hektare dan mayoritas petani sudah menekuni usaha di perkebunan sawit sekitar 10 tahun.
Keberadaan kebun sawit rakyat memberikan pekerjaan yang layak bagi masyarakat. Sekalipun level pendidikan mereka relatif rendah, pendapatan petani sawit berada di atas rata-rata upah minimum nasional.
Mereka pun bisa menghidupi keluarganya dengan layak. Meski demikian, produktivitas kebun petani sawit ini masih sangat rendah pada kisaran 2 ton sampai 3 ton per hektar per tahun.
Bandingkan dengan produksi yang bisa dicapai perkebunan swasta yang mencapai 5-6 ton per hektare per tahun. Persoalan utama adalah usia pohon yang sudah tua, rata-rata di atas 25 tahun.
Di sisi lain, perkebunan rakyat cenderung menggunakan benih yang secara kualitas kurang baik dan belum menerapkan prinsip pertanian yang baiik. Produktivitas kebun yang rendah itu jelas berpengaruh terhadap pendapatan dari petani rakyat yang akhirnya berujung pada tingkat kesejahteraan keluarga mereka.
Untuk meningkatkan pendapatan, para petani melakukan perluasan kebun dengan melakukan land clearing secara ilegal yang menyebabkan terjadi perubahan fungsi lahan dan hutan secara tidak terkendali. Itulah alasan utama mengapa intervensi kepada petani sawit ini sangat penting.
Dengan tekad yang kuat, pemerintah Indonesia telah meluncurkan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) pada 2017. Tujuan utama dari program ini adalah untuk meremajakan perkebunan kelapa sawit yang dimiliki oleh petani kecil, guna meningkatkan produktivitas secara berkelanjutan.
Menurut Tampubolon, Ginting, dkk (2021), program peremajaan kelapa sawit rakyat bertujuan mengatasi beberapa masalah dan tantangan yang dihadapi petani kecil di industri kelapa sawit. Salah satu tujuan utama dari program ini adalah untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi perkebunan kelapa sawit rakyat.
Petani kecil seringkali menghadapi kesulitan dalam mendapatkan bahan tanam berkualitas tinggi, menerapkan teknik pertanian yang efektif, dan mengelola perkebunan mereka secara efisien. Program PSR merupakan inisiatif langsung dari Presiden Joko Widodo.
Tujuannya sederhana namun mendalam yaitu meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit milik petani kecil melalui peremajaan pohon kelapa sawit, sehingga hasil buah sawit yang dihasilkan lebih melimpah. Untuk mencapai tujuan ini, program PSR dibangun di atas empat pilar utama, yakni legalitas kepemilikan lahan, keberlanjutan, sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO), serta peningkatan produktivitas.
Dalam hal legalitas dan keberlanjutan, Program PSR dapat memastikan keabsahan kepemilikan lahan, sehingga para petani yang terlibat memiliki dokumen resmi atas tanah yang mereka kelola. Prinsip-prinsip keberlanjutan turut diusung oleh program ini, dengan menemukan keseimbangan antara usaha peremajaan dan pelestarian lingkungan.
Pada saat panen pertama, program ini juga memiliki tujuan untuk meraih sertifikasi ISPO, sebagai bentuk komitmen terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan, serta sebagai bukti nyata komitmen terhadap praktik produksi minyak kelapa sawit yang etis dan bertanggung jawab. Inti dari Program PSR adalah peningkatan produktivitas.
Program ini memiliki ambisi untuk meningkatkan produktivitas hingga mencapai 10 metrik ton tandan buah segar per hektar setiap tahunnya. Dengan demikian, program ini bukan hanya berupaya meningkatkan jumlah produksi, tetapi juga berusaha melakukannya pada lahan yang sudah ada, menghindari perluasan lahan baru.
Jika berhasil dijalankan dengan baik, Program PSR akan memberikan sejumlah manfaat yang signifikan bagi kehidupan petani kecil, industri kelapa sawit, dan lingkungan. Melalui penggantian pohon-pohon tua dengan varietas tanaman yang menghasilkan lebih banyak tandan buah segar, program ini akan mendorong efisiensi produksi dan potensi pendapatan petani.
Upaya peremajaan ini juga memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan lingkungan. Dapat mengurangi degradasi lahan dan mendorong praktik pertanian yang ramah lingkungan. Jika produktivitas dapat ditingkatkan, kesejahteraan petani kecil dapat meningkat secara otomatis melalui hasil panen yang lebih baik dan pendapatan yang lebih stabil.
Program ini juga memberikan kontribusi pada upaya konservasi. Melalui peremajaan perkebunan yang sudah ada, program ini membantu meminimalisir tekanan untuk membuka lahan baru, yang pada akhirnya dapat berfungsi sebagai bentuk perlindungan terhadap risiko deforestasi.
Selain itu, Program PSR membuka peluang penggunaan teknologi pertanian canggih, dengan memperkenalkan varietas varietas kelapa sawit yang lebih unggul dan mengadopsi praktik Pertanian yang Baik (Good Agricultural Practice/GAP). Di luar wilayah perkebunan, Program PSR juga berpotensi mendorong perkembangan di pedesaan, dengan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan peluang mata pencaharian di daerah yang sangat bergantung pada produksi minyak kelapa sawit.
Pendekatan perbaikan produktivitas melalui peremajaan juga dipandang cukup efektif sebagai strategi yang efektif dalam pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia. Menurut Hutasoit, Hutabarat, dan Muwardi (2015), program ini membawa beberapa manfaat bagi petani kecil dan berkontribusi terhadap pertumbuhan industri kelapa sawit secara keseluruhan.
Namun, dalam praktiknya, Pelaksanaan Program PSR menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya berkaitan dengan pencapaian target yang telah ditetapkan.
Selama periode 2016-2022, realisasi subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) mencapai jumlah yang signifikan, yaitu Rp 7,5 triliun. Dari alokasi dana subsidi tersebut, sejumlah rekomendasi teknis untuk program PSR sebanyak 278 ribu hektare telah dihasilkan, namun realisasi lapangan baru mencakup 2.73 ribu hektare.
Kritik terhadap pelaksanaan Program PSR ini juga datang dari Yohanis Fransiskus Lema, anggota dari Komisi IV DPR. Kritik yang disampaikannya berfokus pada implementasi Program PSR yang semula ditargetkan untuk mencakup luasan 180.000 hektare per tahun, dari total 540.000 hektare dalam periode 2017-2023, namun belum sepenuhnya tercapai hingga saat ini.
Persoalan legalitas lahan ternyata paling krusial. Kepemilikan sertifikat hak milik masih minim, serta adanya indikasi masuk kawasan hutan, ataupun tumpang tindih kebun rakyat dengan Hak Guna Usaha (HGU) dan hak tanah lainnya. Persoalan teknis lainnya meliputi pemilihan bibit yang tepat, pengelolaan lahan efisien, serta pengendalian hama dan penyakit.
Pemilihan bibit yang baik penting untuk hasil optimal. Pengelolaan lahan harus memperhatikan aspek pemupukan, irigasi, dan pemangkasan. Pengendalian hama dan penyakit juga penting untuk pertumbuhan tanaman yang sehat.
Solusinya adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani melalui pelatihan, pendampingan, dan dukungan teknis. Pemerintah perlu memberikan bantuan finansial, pupuk, pestisida, dan obat-obatan untuk mendukung keberlanjutan.
Program PSR juga harus mengawasi peredaran bibit berkualitas rendah atau terinfeksi. Dengan implementasi ini, program peremajaan sawit rakyat diharapkan berhasil memberikan manfaat maksimal bagi petani.
Selain soal target pelaksanaan yang belum sesuai, komitmen terhadap praktik berkelanjutan menjadi sangat penting untuk mencegah lebih lanjutnya kerusakan lingkungan. Tantangan lainnya melibatkan upaya memastikan hak kepemilikan lahan bagi petani kecil, di mana masih banyak lahan yang dimiliki oleh petani kecil belum memiliki legalitas yang sah.
Dalam hal ini, perlu dilakukan evaluasi cermat untuk menjamin keseimbangan antara biaya dan manfaat ekonomi dari program ini, guna memastikan kelangsungan jangka panjang. Namun, tantangan paling penting adalah menjaga prinsip distribusi manfaat yang adil, sehingga melibatkan seluruh petani kecil dan komunitas lokal.
Selain itu, kesinambungan program ini juga bergantung pada ketegasan dalam pengaturan dan penegakan hukum, untuk memastikan bahwa program ini berjalan selaras dengan prinsip-prinsip berkelanjutan dan regulasi lingkungan yang berlaku. Meskipun dianggap sebagai harapan baru, Program PSR mencerminkan komitmen Indonesia untuk menggabungkan kemakmuran ekonomi dengan tanggung jawab lingkungan dan sosial di sektor kelapa sawit.
Dalam konteks program ini, perhatian khusus diberikan pada petani kecil di perkebunan, dan keberhasilan program ini sangat tergantung pada respons pasar terhadap minyak kelapa sawit berkelanjutan, yang harus responsif terhadap perubahan preferensi konsumen yang semakin peduli terhadap lingkungan.
(poe)