KLHK Perkuat Sinergitas Wujudkan Pengelolaan Hutan Lestari
loading...
A
A
A
MALANG - Ditjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ( KLHK ) memperkuat sinergitas di tingkat tapak untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari. Kerja sama ini menekankan harus terpenuhinya tiga fungsi utama hutan , yaitu fungsi lingkungan, fungsi sosial dan fungsi ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam upaya pengelolaan hutan secara berkelanjutan, KLHK telah melakukan transformasi kebijakan pengelolaan hutan dari timber management menjadi forest landscape management atau pengelolaan hutan berbasis bentang lahan. Dengan adanya perubahan paradigma pengelolaan hutan, memberi banyak ruang untuk mensinergikan tiga fungsi utama hutan tersebut.
”Dengan demikian, diharapkan nilai optimal kawasan hutan dan sumber daya hutan dapat tercapai dengan tetap mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan ekologi dalam satu kesatuan bentang lahan,” kata Plt Dirjen PHL Agus Justianto pada pembukaan Rapat Koordinasi Teknis Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Tahun 2024 di Malang, Kamis (1/2/2024).
Rakornis Ditjen PHL KLHK mengambil tema Sinergitas Membangun Hutan Lestari di Tingkat Tapak. Kegiatan ini turut dihadiri Kepala Dinas Kehutanan Jawa Timur, Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Kepala Balai Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL) Wilayah I s/d XVI dari seluruh Indonesia dan Perhutani Divre Jawa Timur.
Agus mengungkapkan dalam mewujudkan pengelolaan hutan lestari penuh dengan tantangan. Di antaranya pengelolaan hutan di tingkat tapak yang clean and clear. Kemudian meningkatkan produktivitas kawasan hutan.
Selanjutnya menjadikan kayu hutan alam sebagai premium goods. Terakhir mendorong diversifikasi industri pengolahan hasil hutan dalam upaya mendukung multi usaha kehutanan.
Tantangan lainnya terkait kecepatan dan keterbukaan proses permohonan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hasil Hutan (PBPHH). ”Dan perlu adanya kebijakan pengelolaan hutan yang responsif terhadap isu geo-politik global,” tandasnya.
Oleh karena itu, lanjut Agus, kehadiran seluruh Kepala BPHL dan stakeholders Ditjen PHL di Tingkat Tapak pada Rakornis PHL yang diselenggarakan menjadi sangat penting. Pasalnya, mereka merupakan jendela pengetahuan kondisi tapak pembangunan hutan lestari. Di mana setiap jengkalnya menghadirkan tantangan akan pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang berbeda-beda.
“Alam yang membentang dari pesisir dan lautan hingga puncak gunung di setiap pulau berbeda antara satu dengan lainnya. Kondisi ini berbeda dengan hampir di sebagian besar negara-negara di dunia lainnya. Bahwa kondisi lingkungan Indonesia yang beragam dan kompleks, menuntut perbaikan kebijakan sesuai dengan kondisi tapaknya,” jelasnya.
Lebih lanjut Agus mengatakan untuk meningkatkan tata kelola perizinan berusaha dan pengembangan investasi usaha kehutanan, pihaknya saat ini mengambil sejumlah langkah. Yakni menyiapkan dan implementasi strategi koordinasi dan komunikasi antar Eselon I dan K/L serta para pihak untuk optimalisasi kualitas layanan perizinan berusaha dan nilai investasi.
Kemudian mengkselerasi penyiapan dan penyusunan regulasi/pedoman teknis/standar terkait dengan tata kelola perizinan berusaha dan peningkatan nilai investasi yang dilakukan melalui percepatan penerbitan revisi PP No 12/2014 tentang PNBP Kehutanan maupun perluasan obyek PNBP. Lalu, percepatan integrasi sistem perizinan berusaha bidang LHK dengan OSS-RBA dengan sistem Persetujuan Lingkungan Amdal dengan OSS-RBA yang diharapkan selesai Juni 2024.
Selanjutnya penguatan pengawasan perizinan berusaha (melalui audit bersama, pembentukan pengawas kehutanan, pencegahan conflict of interest. Agus pun mengajak seluruh Unit Kerja Eselon I lingkup KLHK, internal Ditjen PHL dan stakeholders lain untuk terus bergerak dan bekerja sama dalam vektor yang sama untuk meningkatkan peran masing-masing.
”Tujuannnya meningkatkan tata kelola perizinan berusaha yang berdaya saing dalam mewujudkan pengelolaan hutan Lestari di tingkat tapak,” tegasnya.
Dalam upaya pengelolaan hutan secara berkelanjutan, KLHK telah melakukan transformasi kebijakan pengelolaan hutan dari timber management menjadi forest landscape management atau pengelolaan hutan berbasis bentang lahan. Dengan adanya perubahan paradigma pengelolaan hutan, memberi banyak ruang untuk mensinergikan tiga fungsi utama hutan tersebut.
”Dengan demikian, diharapkan nilai optimal kawasan hutan dan sumber daya hutan dapat tercapai dengan tetap mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan ekologi dalam satu kesatuan bentang lahan,” kata Plt Dirjen PHL Agus Justianto pada pembukaan Rapat Koordinasi Teknis Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Tahun 2024 di Malang, Kamis (1/2/2024).
Rakornis Ditjen PHL KLHK mengambil tema Sinergitas Membangun Hutan Lestari di Tingkat Tapak. Kegiatan ini turut dihadiri Kepala Dinas Kehutanan Jawa Timur, Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Kepala Balai Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL) Wilayah I s/d XVI dari seluruh Indonesia dan Perhutani Divre Jawa Timur.
Agus mengungkapkan dalam mewujudkan pengelolaan hutan lestari penuh dengan tantangan. Di antaranya pengelolaan hutan di tingkat tapak yang clean and clear. Kemudian meningkatkan produktivitas kawasan hutan.
Selanjutnya menjadikan kayu hutan alam sebagai premium goods. Terakhir mendorong diversifikasi industri pengolahan hasil hutan dalam upaya mendukung multi usaha kehutanan.
Tantangan lainnya terkait kecepatan dan keterbukaan proses permohonan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hasil Hutan (PBPHH). ”Dan perlu adanya kebijakan pengelolaan hutan yang responsif terhadap isu geo-politik global,” tandasnya.
Oleh karena itu, lanjut Agus, kehadiran seluruh Kepala BPHL dan stakeholders Ditjen PHL di Tingkat Tapak pada Rakornis PHL yang diselenggarakan menjadi sangat penting. Pasalnya, mereka merupakan jendela pengetahuan kondisi tapak pembangunan hutan lestari. Di mana setiap jengkalnya menghadirkan tantangan akan pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang berbeda-beda.
“Alam yang membentang dari pesisir dan lautan hingga puncak gunung di setiap pulau berbeda antara satu dengan lainnya. Kondisi ini berbeda dengan hampir di sebagian besar negara-negara di dunia lainnya. Bahwa kondisi lingkungan Indonesia yang beragam dan kompleks, menuntut perbaikan kebijakan sesuai dengan kondisi tapaknya,” jelasnya.
Lebih lanjut Agus mengatakan untuk meningkatkan tata kelola perizinan berusaha dan pengembangan investasi usaha kehutanan, pihaknya saat ini mengambil sejumlah langkah. Yakni menyiapkan dan implementasi strategi koordinasi dan komunikasi antar Eselon I dan K/L serta para pihak untuk optimalisasi kualitas layanan perizinan berusaha dan nilai investasi.
Kemudian mengkselerasi penyiapan dan penyusunan regulasi/pedoman teknis/standar terkait dengan tata kelola perizinan berusaha dan peningkatan nilai investasi yang dilakukan melalui percepatan penerbitan revisi PP No 12/2014 tentang PNBP Kehutanan maupun perluasan obyek PNBP. Lalu, percepatan integrasi sistem perizinan berusaha bidang LHK dengan OSS-RBA dengan sistem Persetujuan Lingkungan Amdal dengan OSS-RBA yang diharapkan selesai Juni 2024.
Selanjutnya penguatan pengawasan perizinan berusaha (melalui audit bersama, pembentukan pengawas kehutanan, pencegahan conflict of interest. Agus pun mengajak seluruh Unit Kerja Eselon I lingkup KLHK, internal Ditjen PHL dan stakeholders lain untuk terus bergerak dan bekerja sama dalam vektor yang sama untuk meningkatkan peran masing-masing.
”Tujuannnya meningkatkan tata kelola perizinan berusaha yang berdaya saing dalam mewujudkan pengelolaan hutan Lestari di tingkat tapak,” tegasnya.
(poe)