Kadang Cepat Kadang Lambat, MA Ungkap Alasan di Balik Putusan

Kamis, 30 Juli 2020 - 17:28 WIB
loading...
Kadang Cepat Kadang Lambat, MA Ungkap Alasan di Balik Putusan
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah. Foto/inews
A A A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengungkapkan bahwa sebuah perkara, baik di tahap kasasi maupun peninjauan kembali (PK), bisa diputus cepat atau lambat oleh hakim agung. Hal itu bergantung pada dampak putusan perkara bersangkutan.

Menurut Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah, jika putusan itu mengubah keadaan maka putusan MA harus cepat. Sebaliknya kalau tidak mengubah keadaan, putusan dan pengiriman salinan putusan lebih lambat.

Putusan yang mengubah keadaan, Abdullah mencontohkan vonis pengadilan sebelumnya atau judex facti yang membebaskan seorang terdakwa dari segala dakwaan dan tidak ditahan. Namun, dengan putusan MA terdakwa diputus terbukti bersalah dan harus ditahan. Maka, putusan dipercepat karena harus dilakuan eksekusi ke lembaga permasyarakatan.

"Kemudian ada yang mengubah keadaan, dahulunya ditahan, menjadi bebas (dengan putusan MA). Itu harus cepat karena menyangkut hak asasi," tegas Abdullah kepada SINDO Media.

(Baca: MA: Satu Hari Minimal Satu Hakim Agung Putus Satu Perkara)

Sementara putusan yang tidak mengubah keadaan misalnya, seseorang di tingkat pengadilan pertama dan banding divonis 15 tahun penjara. Di tahap kasasi, majelis hakim agung menguatkan putusan tingkat banding tersebut. "Keluar putusan Mahkamah Agung sekarang, dengan nanti dengan pelan-pelan juga nggak ada bedanya," ungkap Abdullah.

Saat ditanyakan apa pertimbangan itu juga berlaku pada sejumlah perkara korupsi yang sengaja disodorkan SINDO Media, Abdullah menjawab diplomatis. "Kan nggak boleh saya menyebutkan nama orang," katanya.

MA memang telah membebaskan beberapa terdakwa korupsi. Sebut saja Syafruddin Arsjad Temenggung selaku Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)‎ periode 2002-2004. Pada Juli 2019 dia diputus bebas oleh MA melalui kasasi yang diajukannya melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Putusan kasasi MA itu menggugurkan putusan tingkat banding yang mengganjar Syafruddin dengan pidana penjara selama 15 tahun. Dia dinyatakan terbukti melakukan korupsi dalam penerbitan dan pemberian surat pemenuhan kewajiban pemegang saham (SPKPS) atau Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI pada 2004. Ini dilakukan sehubungan dengan kewajiban penyerahan aset obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada BPPN.

(Baca: Penyelesaian Perkara Kasasi Lamban, Jangan Sandera Keadilan)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1751 seconds (0.1#10.140)