Penyelesaian Perkara Kasasi Lamban, Jangan Sandera Keadilan

Kamis, 30 Juli 2020 - 07:34 WIB
loading...
Penyelesaian Perkara Kasasi Lamban, Jangan Sandera Keadilan
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) masih lamban menyelesaikan proses perkara di tahap kasasi ataupun peninjauan kembali (PK). Lambatnya proses tersebut tergambar dari proses pendaftaran perkara, distribusi kepada hakim agung, pembacaan berkas, minutasi putusan, penyampaian petikan putusan, dan salinan putusan ke pengadilan pengaju dan para pihak, hingga mengunggah salinan di laman Direktori Putusan.

Sejumlah perkara yang lama ditangani, di antaranya terpidana korupsi sejumlah proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Anas Urbaningrum. Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat itu mengajukan PK pada 4 Oktober 2018. Hingga akhir Juli 2020 belum ada putusannya dan masih berstatus dalam proses pemeriksaan oleh Tim CB pada Sub-Kamar Pidana Khusus Tindak Pidana Korupsi.

Kemudian terpidana korupsi proyek e-KTP Setya Novanto. Mantan Ketua DPR dan mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar itu mengajukan PK pada Agustus 2019. Sampai saat ini belum ada putusan dan masih berstatus dalam proses pemeriksaan oleh Tim CB. (Baca: Lima Hal Ini jadi Kendala Persidangan Virtual Temuan MA)

Berbeda dengan perkara yang satu ini. Jika dua kasus tersebut belum ada putusannya, gugatan uji materiil yang diajukan Rachmawati Soekarnoputri kepada KPU tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum, hanya membutuhkan waktu lima hingga enam bulan. Perkara teregister di MA pada 14 Mei 2019 diputus 28 Oktober 2019 dan baru diunggah di laman Direktori Putusan MA pada 3 Juli 2020. Dalam perkara ini hanya proses unggahnya saja yang lama.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah mengungkapkan, jangka waktu penanganan perkara kasasi dan PK sudah diatur secara detail dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 214/KMA/SK/XII/2014 tentang 'Jangka Waktu Penanganan Perkara pada Mahkamah Agung Republik Indonesia'. Misalnya soal kemampuan para hakim agung, bebannya, dan jumlah perkara yang masuk di MA.

Abdullah membeberkan, pada 2019 jumlah perkara yang ditangani MA sebanyak 20.000. Kemudian pada 2020 diperkirakan mencapai 22.000, meski ada pandemi Covid-19. Jumlah perkara itu tidak sebanding dengan jumlah hakim agung yang hanya 47 orang dan tersebar di sejumlah tempat seperti di kamar perdata, pidana, tata usaha negara (TUN), agama, dan militer. (Baca juga: Pria Pengaku Nabi Ini Tewas Ditembak 6 Kali di Ruang Sidang Pengadilan)

Jika diambil rata-rata misalnya, pada 2019 dengan jumlah 20.000 perkara dibagi 12 bulan, maka satu bulan ada sekitar 1.666 perkara yang harus diadili atau diputus. Artinya, untuk satu hakim agung menangani sekitar 35 perkara dalam satu bulan atau sekitar 425 perkara selama satu tahun. Sementara untuk satu perkara, masing-masing terdiri atas tiga hakim baik di tahap kasasi maupun PK.

“Jadi kalau kita disuruh cepat, bisa-bisa saja. Tapi perkara yang masuk di MA kan tidak sedikit. Apalagi sekarang ada Covid-19, paling tidak menambah jumlah tunggakan perkara," ujar Abdullah.

Mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Malang ini menegaskan, hakikatnya beban perkara dan kinerja MA sudah melebihi maksimal dan sudah jauh di atas normal. Menurut dia, menjadi buah simalakama bagi MA ketika sebuah perkara diputus cepat atau diputus lama.

Maksudnya, ketika diputus cepat ataupun lama, tetap saja diprotes oleh masyarakat. Ketika diputus cepat, diembuskan isu miring bahwa ada 'sesuatu' di balik percepatan dan begitu pula sebaliknya. "Tapi pada dasarnya semua kritik dari masyarakat itu sangat kami hormati. Kritik itu kan untuk membangun, memberikan semangat agar kinerja MA lebih meningkat lagi," tuturnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1308 seconds (0.1#10.140)