Aspek Hukum Pidana Kontroversi Pernyataan RG di Depan Massa Buruh

Senin, 14 Agustus 2023 - 14:26 WIB
loading...
Aspek Hukum Pidana Kontroversi Pernyataan RG di Depan Massa Buruh
Romli Atmasasmita, Guru Besar Emeritus Universitas Padjadjaran. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Romli Atmasasmita
Guru Besar Emeritus Universitas Padjadjaran

PERNYATAAN RG di depan masa buruh di Bekasi minggu kedua Agustus telah menimbulkan kontroversi dan keonaran di dalam masyarakat karena dipandang bertentangan dengan nilai kesopanan, kesusilaan, dan bahkan dengan peraturan per-UU-an yang berlaku.

Kegaduhan dalam masyarakat terjadi karena di dalam pernyataan RG antara lain, …..hal yaitu pernyataan pertama: ”10 Agustus kita bikin gara-gara. Kita cari gara-gara”. Kedua: ”Manusia yang berupaya menutupi kejahatan dia lebih buruk dari keledai, itu dasarnya itu kita coba ucapkan secara lantang tentu ada konsekuensinya saya bisa ditangkap tiap hari itu.”

Ketiga: “Tapi kita mesti ambil risiko itu kalau kita ingin ada perubahan satu kali dalam sejarah buruh di tahun 2023 pernah membuat perubahan. Langkah itu yang akan kita tempuh 10 Agustus nanti itu.”

Keempat: “Ya memang itu dasarnya, di dalam keadaan kebimbangan sementara Presiden Jokowi tidak pernah perduli permintaan buruh dia berupaya menunda pemilu karena dia tidak dapat kesepakatan dari siapa yang akan melindungi dia ketika dia lengser.”

Kelima: ”Itu bajingan tolol. Kalau dia bajingan yang pinter dia mau terima berdebat dengan Jumhur Hidayat tapi bajingan tolol itu sekaligus bajingan yang pengecut ajaib bajingan tapi pengecut”. Keenam: ”Jadi teman-teman kita harus lantangkan ini, saya percaya 10 Agustus nanti akan ada kemacetan di jalan tol bukan saya percaya, saya inginkan”.

Ketujuh: ”..sejarah menempuh jalurnya sendiri tidak ada perubahan tanpa pergerakan, saya bisa kasih kritik macam-macam tapi kekuasaan hanya berubah kalau ditandingi oleh massa. Kekuasaan selalu takut pada massa sejarahnya begitu sunnatullah-Nya begitu, jadi hari ini kita lakukan konsolidasi dalam upaya memastikan bahwa tidak akan ada yang mampu menghalang-halangi gerakan kita buruh, tidak ada yang mampu menghalangi keadilan tapi kita sebut seminar.”

Merujuk ketujuh isi pernyataan RG di depan massa buruh tersebut dari aspek hukum pidana sudah tampak jelas dan terang bahwa pernyataan RG tidak termasuk kritik yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis kecuali pernyataan yang dilandasi itikad tidak baik terhadap pemerintah pada umumnya dan khususnya Presiden Joko Widodo. Itikad tidak baik itu dilampiaskan dengan menggunakan kata-kata kotor atau tidak sopan terhadap seorang Presiden RI yang merupakan lambang negara dan dipilih secara demokratis oleh rakyat Indonesia.

Jika RG mengatakan dalam berbagai medsos bahwa pernyataannya ditujukan terhadap presiden sebagai pemegang jabatan publik akan tetapi RH juga harus memberikan alasan-alasan yang diterima dan diakui Hukum yang berlaku di negeri ini, yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dilanggar Presiden Joko Widodo.

Dan jikapun ada pelanggaran hukum oleh Presiden terdapat mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang sudah barang tentu seharusnya sudah dipahami oleh seorang RG yang menurut pengakuannya, seorang intelektual.

Perkembangan selanjutnya dari kontroversi pernyataan yang bersangkutan, RG menyampaikan permintaan maaf kepada atas terjadinya kegaduhan dalam masyarakat tetapi tidak secara eksplisit maupun implisit permintaan maaf atas kata-kata, “bajingan yang tolol dan bajingan yang pengecut ajaib bajingan tapi pengecut”.

Dari aspek hukum pidana selaku hukum publik, permintaan maaf RG di muka publik tidak serta merta menghentikan tindakan pro justitia kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap RG karena telah ada laporan pengaduan lebih dari 20 (dua puluh) laporan masyarakat terhadap RG.

Selain RG, juga penyelenggara medsos dan penyelenggara seminar dapat diperiksa pihak Bareskrim dengan dugaan turut serta bersama RG melakukan tindak pidana baik yang diatur dalam KUHP, Peraturan Pidana No 1/1946 dan UU No 11/2008 yang diubah UU No 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pernyataan RG tidak hanya merupakan delik aduan akan tetapi juga delik biasa yaitu delik material sehingga pendapat yang mengatakan RG tidak dapat dipidana tidak sepenuhya benar karena masih terdapat pelanggaran yang bersangkutan yang termasuk delik biasa; jika presiden atau keluarganya menyampaikan pengaduan kepada kepolisian sudah ada ancaman hukuman yang akan dijatuhkan kepada RG.

Dalam menyikapi pernyataan RG sesungguhnya ada yang jauh lebih penting dan mendasar dalam kehidupan kita bermasyarakat yaitu nilai sosial dan etika bermasyarakat. Nilai-nilai yang telah sejak lama dijadikan pedoman hidup nenek moyang kita ternyata tidak dihargai oleh pernyataan RG.

Bayangkan Presiden adalah Bapak Bangsa dan “Kepala rumah tangga kita (Indonesia)” telah dihina sedemikian rupa. Meskipun Presiden secara pribadi beranggapan itu masalahnya kecil dan tidak penting; namun hal itu tentu penting bagi Masyarakat luas.

Perbuatan seorang Presiden yang dapat dihukum sudah diatur prosedur beracara di dalam UU MK tahun 2003 antara lain bahwa, Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya.

Pernyataan RG dari aspek hukum bukan soal delik aduan ataupun delik biasa melainkan sering dilupakan dalam praktik hukum yaitu asas kepatutan (billijkeheid) disamping asas nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali dan asas proporsionalitas, asas subsidiaritas, asas in dubio pro reo serta asas persamaan di muka hukum.

Larangan penghinaan terhadap Presiden yang telah dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sesungguhnya dipengaruhi oleh obsesi anti kolonialisme yang dikendalikan oleh asas persamaan di muka hukum namun tidak dipandang dari aspek etika dan nilai-nilai keadilan yang berkembang dalam Masyarakat Indonesia; kesopanan, kesusilaan dan kepatutan sikap sesama anggota masyarakat.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1624 seconds (0.1#10.140)