Kontestasi Ganjar, Prabowo, dan Anies Dijadikan Bahan Kuliah di Kelas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kontestasi tiga bakal calon presiden ( capres) 2024 , Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan menjadi bahan diskusi di kelas program Mini MBA Marketing Politik hasil kerja sama LSI Denny JA, SBM ITB, dan Kuncie. Strategi yang dilakukan oleh masing-masing kandidat menarik untuk diikuti.
"Pemilu presiden kini bukan hanya soal politik praktis, pemilu presiden juga sudah menjadi labolatorium ilmu politik," kata Denny JA dalam keterangan tertulis, Sabtu (12/8/2023).
Ia menceritakan pengalamannya menjadi dosen atau mentor dalam Program Mini MBA Marketing Politik yang baru saja selesai digelar untuk angkatan kedua. Denny JA mengaku mendapatkan nilai sangat tinggi dari para peserta, rata-rata 9,48 (angkatan pertama) dan 9,67 (angkatan kedua). Salah satu alasannya karena dalam menyampaikan teori marketing politik, ia mengeksplorasi studi kasus yang segar dan sedang berlangsung, yakni Pilpres 2024.
"Pemilu presiden itu mikro kosmos, contoh mini beroperasinya perilaku politik elite dan psikologi pemilih. Praktik politik itu bahan kajian yang paling baru untuk dirumuskan atau mengoreksi ilmu politik konvensional," kata Denny JA.
Kuliah pun menjadi segar dan hidup. Denny juga mengulas Pilpres di Amerika Serikat antara Joe Biden versus Donald Trump pada 2020. Pilpres itu telah dicatat sebagai salah satu yang paling memecah-belah dalam sejarah Amerika dan menjadi topik diskusi utama di universitas-universitas di seluruh negeri Paman Sam.
Di beberapa kelas, fokusnya pada faktor strategis dan politik yang berkontribusi pada kemenangan Biden. Misalnya, ada yang membahas bagaimana kampanye Biden berhasil menarik pemilih pinggiran kota (wong cilik) dan orang Afrika-Amerika. Atau bagaimana penanganan Trump terhadap pandemi Covid-19 merusak peluangnya untuk terpilih kembali.
Kemudian di kelas lain, fokusnya pada kekuatan sosial dan budaya mendasar yang membentuk pemilu. Misalnya, ada profesor membahas peran ras, gender, dan ketimpangan ekonomi dalam pemilu. Atau bagaimana kebangkitan media sosial memengaruhi cara pemilih mengonsumsi informasi.
Adapun beberapa kelas, fokusnya tertuju pada aspek negatif pemilu. Bersama dengan derasnya informasi online, marak pula ujaran kebencian dan misinformasi.
"Pemilu presiden kini bukan hanya soal politik praktis, pemilu presiden juga sudah menjadi labolatorium ilmu politik," kata Denny JA dalam keterangan tertulis, Sabtu (12/8/2023).
Ia menceritakan pengalamannya menjadi dosen atau mentor dalam Program Mini MBA Marketing Politik yang baru saja selesai digelar untuk angkatan kedua. Denny JA mengaku mendapatkan nilai sangat tinggi dari para peserta, rata-rata 9,48 (angkatan pertama) dan 9,67 (angkatan kedua). Salah satu alasannya karena dalam menyampaikan teori marketing politik, ia mengeksplorasi studi kasus yang segar dan sedang berlangsung, yakni Pilpres 2024.
"Pemilu presiden itu mikro kosmos, contoh mini beroperasinya perilaku politik elite dan psikologi pemilih. Praktik politik itu bahan kajian yang paling baru untuk dirumuskan atau mengoreksi ilmu politik konvensional," kata Denny JA.
Kuliah pun menjadi segar dan hidup. Denny juga mengulas Pilpres di Amerika Serikat antara Joe Biden versus Donald Trump pada 2020. Pilpres itu telah dicatat sebagai salah satu yang paling memecah-belah dalam sejarah Amerika dan menjadi topik diskusi utama di universitas-universitas di seluruh negeri Paman Sam.
Di beberapa kelas, fokusnya pada faktor strategis dan politik yang berkontribusi pada kemenangan Biden. Misalnya, ada yang membahas bagaimana kampanye Biden berhasil menarik pemilih pinggiran kota (wong cilik) dan orang Afrika-Amerika. Atau bagaimana penanganan Trump terhadap pandemi Covid-19 merusak peluangnya untuk terpilih kembali.
Kemudian di kelas lain, fokusnya pada kekuatan sosial dan budaya mendasar yang membentuk pemilu. Misalnya, ada profesor membahas peran ras, gender, dan ketimpangan ekonomi dalam pemilu. Atau bagaimana kebangkitan media sosial memengaruhi cara pemilih mengonsumsi informasi.
Adapun beberapa kelas, fokusnya tertuju pada aspek negatif pemilu. Bersama dengan derasnya informasi online, marak pula ujaran kebencian dan misinformasi.